Aluna tidak tahu dia sudah bertindak benar atau tidak. Dia memang tahu tidak sembarangan orang bisa masuk ke istana jika tidak ada acara tertentu. Tapi, kalau dia memang di permudah untuk bisa masuk ke istana, apa salahnya dia datang sesuka hati?
Seperti sekarang, Aluna berjalan di koridor istana dengan buku The Eternity Eterio di pelukannya. Dia tidak membuat janji sebelumnya dengan Matahari untuk bertemu di perpustakaan istana. Tapi dengan mudahnya dia di loloskan masuk oleh pengawal istana di gerbang belakang. Tentu saja karena kedua pengawal itu sudah mengenal Aluna semalam, dan Aluna memiliki alasan yang tepat untuk memasuki perpustakaan istana. Mengembalikan buku yang dia pinjam kemarin, menjadi alasan yang sangat sempurna.
Setelah membuka pintu perpustakaan, Aluna langsung memasang cengiran yang menambah kesan bodoh di wajahnya. Di tambah lagi kacamatanya yang sedikit melorot, membuat tampilannya seperti perempuan yang salah masuk ruangan dan kikuk. Sementara Helios yang duduk di sofa ternyamannya melihat Aluna dengan wajah yang bertanya- tanya. Berbeda dengan Gwyn yang berdiri di dekat rak buku sambil melipat tangannya di dada, laki- laki itu mengulas senyum yang menyambut tamu tidak di undang ini.
"Hai, Aluna, silahkan masuk," suruhnya masih mempertahankan senyuman itu.
Aluna langsung masuk. Lalu mendekati Helios yang duduk santai di sofanya. Kemudian Aluna duduk di samping Helios tanpa permisi terlebih dahulu. Sampai- sampai Gwyn berdehem memberi kode. Selama ini, tidak ada satu orangpun yang berani duduk di sofa kesayangan Helios itu, apalagi duduk bersebelahan dengan Putra Mahkota yang Agung ini. tapi, tentu saja Aluna tidak tahu arti deheman Gwyn.
Aluna dengan wajah tanpa dosanya langsung membuka buku The Eternity Eterio di genggamannya. Kemudian menunjukkan beberapa lembar halaman terakhir, tepat di bagian foto wajah Putra Mahkota.
"Kenapa fotonya bolong?" tanya Aluna pada Helios.
Dan Gwyn yang penasaran langsung mendekati mereka, melihat lembaran buku itu dari belakang. Detik selanjutnya, wajah Gwyn memerah karena menahan tawa. Tentu saja dia tidak boleh tertawa kalau tidak ingin nyawanya berakhir hari ini juga.
"Apa Cuma buku di perpustakaan ini saja yang di bolongi begini?" tanya Aluna penasaran.
"Oh, itu karena Putra Mahkota belum di nobatkan menjadi Raja, makanya mukanya tidak boleh terlihat." Alasan Helios.
Gwyn sampai menutup mulutnya dengan tangan agar tidak kelepasan tertawa. Alasan yang amat sangat logis.
"Kenapa begitu?" tanya Aluna lagi.
"Coba baca judulnya di depan," suruh Helios.
Dan dengan polosnya Aluna membacakan judul bab itu, "Sejarah Raja Eterio."
"Nah, dia masih Putra Mahkota, kan?" tunjuk Helios pada foto yang wajahnya menghilang itu, "Kalau sudah menjadi Raja barulah wajahnya boleh terungkap," jelas Helios sebisa dia.
Aluna mengangguk paham. Menerima semua bualan yang ada. "Jadi, kalau di nobatkan jadi Raja. Wajahnya di tempel disini?" tanyanya dengan polos, sambil menunjuk bagian bolong di foto itu.
"Ya, di cetak ulanglah, versi Raja Helios Vayu Altezza Eterio," sambar Gwyn dari belakang. Dia sengaja menyebut nama Helios selengkap- lengkapnya. Kapan lagi dia bisa menyebut nama Putra Mahkota tepat di depan orangnya? Ini kesempatan langka.
"Namanya bagus, ya." Pujia Aluna, "Pasti orangnya seribu kali lipat lebih bagus dari namanya." Tambah Aluna yang membuat Helios sedikit tersenyum.
"Oh, jelas," bangga Helios.
"Putra Mahkota itu orang yang seperti apa?" tanya Aluna pada Helios.
Bukannya menjawab, Helios malah berdehem dan matanya melirik ke sana- sini. Dia salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...