5. Ksatria

24K 3.5K 112
                                    

Wanita anggun berbalut gaun merah menyala menghela nafas sedalam yang dia bisa. Wajah cantiknya tidak bisa menyamarkan rasa kesalnya yang terpatri di wajah. Matanya berkali- kali mengamati lima buah foto yang ada di meja depannya. Dalam foto itu ada dua orang pria dan wanita yang terlihat sangat serasi sedang bercengkarama.

Si pria berpakaian serba merah dan wanita dalam foto itu berpakaian hijau muda. Di foto pertama mereka saling menatap, selanjutnya bercengkrama, dan si wanita bersandar di bahu si pria. Yang paling membuat dia menahan amarah, adalah foto terakhir, dalam foto itu, keduanya berpelukan, berlatarkan cahaya matahari yang redup berkat sang rembulan yang mengahalangi. Yaps, mereka berpelukan di bawah gerhana matahari total tadi siang.

"Sekarang dimana Putra Mahkota," kata si wanita bergaun merah itu.

"Putra Mahkota sedang berpakaian di kamarnya, Yang Mulia Ratu."

Wanita yang di panggil Ratu itu tersenyum kecut. Untuk kesekian kalinya dia menarik nafas. "Sedang berpakaian atau sedang berusaha menghindari bertemu denganku?" tanyanya pada pengawal yang setia berdiri di sampingnya sejak tadi. Sekaligus pengawal yang mengambil foto yang sekarang berada di atas meja.

"Sepertinya bukan alasan Yang Mulia Ratu. Sebentar lagi pestanya di mulai." Jawab si pengawal.

"Putra Mahkota selalu pandai bermain dengan waktu," ujar si Ratu dengan kesal.

Mata Ratu kembali fokus ke sosok wanita cantik di dalam foto. Haruskah dia memberi peringatan pada Putra Mahkota, atau langsung menemui wanita cantik itu?

🌜🌝🌛

Aluna membuka mata dengan perlahan. Tubuhnya masih terasa lemas, mungkin sisa obat bius sialan tadi. Matanya berkedip beberapa kali. Ruangan ini cukup redup dan sedikit berdebu. Begitu penilaiannya dia awal. Lalu dia melihat ke arah sekitarnya. Di depannya ada jeruji besi yang tinggi menjulang. Kemudian Aluna melihat kesampingnya. Di sana ada Langit yang duduk di sudut ruangan sambil memegang tengkuknya dengan wajah kesal dan menahan rasa sakit.

"Baru siuman?" tanyanya pada Aluna.

Aluna yang masih belum tahu apa yang terjadi langsung duduk perlahan.

"Kita ada dimana?" tanya Aluna dengan wajah bingung.

Langit mengedikkan bahu mengisyaratkan dia tidak tahu apapun. "Di penjara mungkin." Tebaknya.

Dan Aluna langsung melihat jeruji besi di depan mereka. Ruangan yang penuh debu dan pencahayaan yang redup, di tambah lagi jeruji besi yang membatasi mereka. Sudah jelas ini penjara. Iya, Aluna dan Langit berada di penjara. Dan entah untuk apa.

Hal terakhir yang mereka ingat hanya ketujuh pria berjubah abu- abu yang mengamit lengan mereka. Langit pingsan karena di pukul, Aluna pingsan akibat obat bius. Sampai di situ saja yang meraka tahu.

"Gimana caranya kita bisa disini?" tanya Aluna lagi.

"Mungkin, waktu kita pingsan, mereka membawa kita. Pria berjubah abu- abu itu." Jawab Langit mencoba menjawab sebisanya.

Aluna tiba- tiba berdiri, lalu memegang jeruji besi dan dia berteriak, "woi keluarkan kami....!!!"

Langit langsung berlari ke arah Aluna, refleks dia membekap mulut Aluna. "Jangan teriak, bego," cibirnya.

"Kamu mau mereka datang kemari?" suara Langit penuh penekanan.

"Kakak mau kita terkurung di sini sampai mati?" tanya Aluna balik.

"Oh, jadi kamu mau mereka mendatangi kita dan melakukan hal yang lebih mengerikan lagi?"

Aluna langsung terdiam, tadi siang mereka tega memukul tengkuk Langit dan memberi Aluna obat bius. Orang- orang berjubah abu- abu itu pasti bisa lebih nekad lagi, mengoyak isi perut Aluna mungkin, atau menggorok leher Langit. Membayangkannya saja sudah membuat Aluna ngilu.

Infinity Eclipse {Sudah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang