Pagi ini Aluna melihat Alardo sudah duduk di meja makan dan sarapan bersama mereka. Ayah Adena itu pulang tanpa luka sedikitpun, yang artinya pasukan Eterio berhasil menumpas habis pemberontak di perbatasan.
Tidak mau berlama- lama, Aluna langsung mengunjungi istana. Berharap bisa ke perpustakaan dan menemukan Matahari duduk di sofanya sambil membaca buku dengan tenang. Namun harapannya pupus saat pengawal kerajaan tidak memberinya izin. Meskipun mereka sudah kenal dengan Aluna, tetap saja ada peraturan yang harus mereka turuti jika ingin lehernya selamat. Khusus hari ini, istana di tutup untuk umum demi menyambut pasuka ksatria yang baru pulang dari perbatasan.
Aluna tidak mau menyerah, bagaimanapun caranya dia harus melihat wajah Matahari hari ini. kalau ada luka segorespun di wajah itu, Aluna bersumpah akan memukul kepala laki- laki itu. jadilah dia menunggui Matahari di bukit biasa mereka bertemu.
Satu jam, tiga jam, lima jam, bahkan langit biru berubah menjadi jingga. Aluna tetap sendirian.
Aluna bermonolog sendiri di tengah gemerisik daun yang diusik angin, "Kau berjanji untuk melihat senja bersama- sama setelah pulang dari perbatasan." Kesalnya.
Aluna lalu memukul kepalanya sendiri, "bodoh, apa yang kau harapkan dari janji seorang pria," umpatnya pada diri sendiri.
"Lagi pula, aku bukan siapa- siapanya, nggak ada yang harus dia tepati untuk orang yang bukan siapa- siapa." Gumam Aluna lagi sambil menatap senja di depan sana.
"Hei, sinar senja, lihatlah, gadis ini memang di takdirkan hidup menyedihkan," ucap Aluna ke arah senja sambil menunjuk dirinya sendiri."
"Astaga, segitu rindunya kamu sama aku sampai hampir gila?"
Suara itu membuat Aluna menoleh ke sampingnya dan dia langsung berdiri, mensejajarkan tubuhnya dengan pria berjubah abu- abu itu. Aluna tidak bisa bohong, jantungnya berdebar- debar saat melihat laki- laki itu menyingkap tudung jubahnya dan menunjukkan wajah rupawannya. Dan dia mengulas senyum. Senyum yang membuat Aluna hampir mati karena serangan jantung.
Dasar jantung bodoh
"Si.. siapa juga yang rindu sama kamu?" tepis Aluna, dia tidak mau kelihatan menunggui laki- laki itu. dia juga tidak mau mengakui bahwa rindunya membuatnya bosan selama berhari-hari.
Tanpa di duga, Helios malah melangkah mendekati Aluna, lalu memeluk Aluna dengan erat. Meletakkan dagunya di bahu Aluna dan memukul pelan punggung Aluna.
Aluna tidak bisa bergerak. Bahkan bernafas saja dia sulit. Tubuhnya membeku ditempat. Baru kali ini dia merasakan pelukan hangat seorang laki- laki. Dan setampan ini.
"Kalau kamu tidak merindukanku, biar aku yang merindukanmu," bisik Helios di dekat telinga Aluna.
Seperti ada sengatan listrik di tubuh Aluna yang hampir membuatnya pingsan. Apa- apaan ini? apa helios membawa penyakit menular dari daerah perbatasan yang membuat Aluna membeku dan ingin pingsan seketika.
Helios melepaskan pelukan mereka dan melihat wajah Aluna dengan lekat, "Disana tidak ada gadis yang berisik, benar- benar membosankan."
Sebelum mati kutu lagi dan berdiri seperti orang bodoh, Aluna langsung bicara.
"Kau baik- baik aja, kan?" Aluna menatap wajah itu. sama sekali tidak ada goresan di sana. Seharusnya dia tidak perlu bertanya.
"Kalau mukaku masih setampan ini, artinya aku baik- baik aja."
Aluna berdecih sebentar, lalu melihat tangan Helios yang di perban. Tanpa pikir panjang dia langsung meraih tangan itu. membolak- baliknya dan memberikan tatapan mematikan untuk Helios.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...