"Aku memberimu nama Helios," bisik laki- laki yang memakai jubah merah khas penguasa pada bayi yang ada dalam gendongannya. Bayi yang dibalut dengan kain merah itu baru saja meneriakkan tangis pertamanya di dunia ini.
Di tempat ini hanya ada dua orang yang di perbolehkan memakai pakaian merah, Raja dan Ratu. Selain mereka, warna merah sangat tabu di kalangan masyarakat. Bahkan jika berani memakai warna itu, akan mendapat hukuman. Aneh memang, tetapi itu sudah peraturan mutlak. Merah hanya milik keluarga inti kerajaan.
"Helios Vayu Altezza Eterio," sebut laki- laki yang sering di Panggil Yang Mulia Raja itu.
"Nama yang bagus Yang Mulia," puji wanita pucat yang masih berbaring lemah di ranjang serba merah. Dia baru saja bertaruh nyawa demi malaikat kecil mereka. Dan usahanya tidak sia- sia. Keturunan pertama mereka setelah menunggu 7 tahun lamanya akhirnya menatap dunia.
"Kelak, dia akan menjadi Raja yang hebat," ujar sang Raja sambil mengelus lembut pipi anaknya yang masih memerah.
Penantiannya selama ini membuahkan hasil. Tidak sia- sia dia sampai di beri julukan Raja paling setia sepanjang sejarah. Pasalnya selama 7 tahun dia tetap bersikukuh untuk tidak menikahi selir demi seorang anak. Hasilnya, Pangeran kecil hadir dalam penantian mereka. Sang Raja tidak memiliki permintaan apa- apa lagi. Cukup satu Pangeran yang mampu mengampu rakyatnya kelak.
"Helios, artinya matahari, bukan?" tanya Ratu berhati- hati.
Sang Raja mengangguk pelan, "Pangeran kecil kita ini, akan menjadi matahari untuk Eterio. Matahari yang memiliki sinar paling terang di antara matahari sebelumnya." Jelas sang Raja.
Selama ini Raja di presisikan sebagai jelmaan Matahari yang memberikan sinar ke penjuru negeri. Matahari yang memberikan kehangatan sampai sudut kota manapun. Matahari yang menjadi benda ruang angkasa terbesar dalam galaksi bima sakti.
"Adam, masuklah," suruh Sang Raja saat menyadari penasehat kerajaan sekaligus sahabat terdekatnya muncul di depan pintu kamar.
Tidak mau membuat Raja menunggu lama, Adam, laki- laki berjenggot panjang itu berjalan mendekati Raja. Lalu memberi hormat dan menatap lekat Pangeran kecil dalam dekapan sang Raja.
"Matahari?" tanyanya pada Raja.
"Iya, dia Matahari negeri ini." ujar Sang Raja.
Sekali lagi Adam memberi hormat pada bayi kecil itu. Menunduk lebih lama di banding dia menghormati Raja. Seolah- olah ada yang membuatnya lebih tunduk pada bayi yang tak berdaya itu.
"Ayolah, kamu lebih lama menghormat Pangeran ini di banding Rajamu sendiri," tampaknya Raja sedikit cemburu dengan rasa hormat yang cukup lama itu.
"Ayo, gendong Pangeran ini," si Raja memberikan Pangerannya pada Adam. Tentu Adam sangat berhati- hati saat memegang anak itu. Salah- salah, nyawa taruhannya.
Ketika menggendong si bayi. Adam malah memejamkan matanya. Cukup lama. Raja membiarkannya saja. Dia tahu, temannya yang satu ini spesial. Dia bisa melihat masa depan dan masa lalu orang lain lewat sentuhan. Kemampuan itu pula yang membuat Raja mengangkatnya sebagai penasehat kerajaan sekaligus orang kepercayaannya.
Saat Adam membuka mata, sang Raja sangat penasaran. Selama mengenal Adam, Raja belum pernah melihat ekspresi yang seperti itu. Rasa khawatir, takut dan mungkin getir.
"Ada apa Adam?" tanya Raja dengan tidak sabar.
"Izinkan saya membuka sedikit kain yang membalut badan Pangeran, Yang Mulia."
"Silahkan," izin sang Raja.
Adam menyibak kain merah yang menutup badan Pangeran, hanya sedikit. Hanya bagian dadanya saja. Tepat di tulang rusuknya sebelah kanan ada tahi lalat bercak berwarna merah muda, seperti ruam. Namun bentuknya seperti matahari dan bulan sabit yang bersatu. Adam melihat bercak itu dengan lekat.
"Tadinya kami berpikir itu ruam karena alergi udara atau kain, ternyata tanda lahir," sahut Ratu yang menyadari Adam sedang menatap lekat pada tanda lahir yang dia maksud.
Adam menyentuhnya sekali lagi, lalu mengambil nafas berat.
"Katakanlah, sekalipun itu buruk, kami akan mendengarkanmu," sepertinya Sang Raja cukup peka. Dia tahu ada sesuatu yang Adam rasakan dan itu bukan hal baik.
"Pengkhianatan demi perebutan tahta, Cinta Segitiga, Keputusan berat demi negara ini."
Raja dan Ratu saling bertatapan. Tentu mereka tidak mau hal buruk terjadi pada Pangeran kecil mereka.
"Helios Vayu Altezza Eterio, nama itu sudah di catat oleh langit menjadi Matahari yang paling bersinar. Namun dia harus menemukan Bulan yang tepat demi keselamatan bangsa kita."
"Saat Matahari dan Bulan berada di langit yang sama, di saat itu pula Pangeran bertemu dengan Bulannya. Bukan, Bulannya sendirilah yang menemukan 'tempat kita'."
" 'Tempat kita'? Maksudmu?"
"Sang Bulan, bukan bagian dari kita."
Kata- kata itu membuat Raja dan Ratu menelan ludah. Bahkan Ratu sampai merasakan kerongkongannya mendadak kering. Apakah sejarah 100 tahun yang lalu akan terulang? Jika iya, kerajaan mereka menjadi taruhannya. Ah, bukan bahkan bangsa mereka juga terancam.
"Semoga ramalanku tidak terjadi Yang Mulia," ucap Adam sambil mengelus pelan kepala Pangeran. Saat itu juga tangis Pangeran tiba- tiba memecah malam ini dengan tangisannya. Entah apa arti tangisan itu.
🌜🌝🌛
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...