13. The Eternity Eterio

17K 2.7K 61
                                    

Aluna mondar mandir di depan pintu kamar Langit. Dia tidak tahu harus masuk atau tidak. Aluna takut kalau dia masuk Langit bisa marah. Tapi kalau dia tidak masuk, Aluna khawatir sesuatu terjadi pada Langit. Sekarang sudah jam 10 pagi, bisanya Langit sudah bangun jam 7 pagi. Pasti ada yang tidar beres.

Setelah mengumpulan keberanian sambil merapalkan berbagai doa, Aluna mengetuk pintu kamar Langit. Aluna menunggu sampai 5 detik sampai ada sahutan dari dalam.

"Masuk," dan suara itu terdegar lebih kecil dari biasanya.

Aluna masuk dengan hati- hati. Langkah kakinya pun dia kontrol supaya tidak menimbulkan suara yang mengganggu Langit.

Aluna mengernyit saat melihat Langit masih tidur di ranjangnya. Tubuh laki- laki itu di tutupi selimut sampai ke dada. Dan Langit menutup matanya rapat, dengan ekspresi wajah yang menahan sakit.

"Kak Langit," panggil Aluna.

Saat itu juga Langit membuka matanya.

"Kakak kenapa?" tanya Aluna, tapi telapak tangannya spontan memegang kening Langit.

"Ya, Ampun, kakak demam," seru Aluna dengan panik saat merasakan telapak tangannya hangat ketika menyentuh dahi Langit.

Aluna langsung keluar kamar dengan sigap. Selang beberapa menit dia kembali lagi dengan baskom es batu dan sapu tangan. Tidak lupa sepiring nasi dan susu hangat.

Tanpa bicara dan permisi, Aluna langsung mengompres dahi Langit. Merawatnya sebisa yang dia lakukan. Setahunya jika demam cukup di kompres air dingin saja. Pasti karena kunjungan ke Pluvia semalam. Tubuh Langit tidak tahan dengan guyura hujan. Aluna jadi salu dengan klan Pluvia yang bisa bertahan hidup di daerah hujan terus- menerus. Terbuat dari apa tubuh mereka, jangan- jangan kulit mereka tebalnya berbeda dengan kulit manusia normal.

Sementara Langit melirik tangan Aluna yang sesekali mengganti kompresnya. Gadis itu memakai pakaian berlengan pendek hari ini. entah karena stok gaunnya tidak banyak, tapi lengan pendek itu malah membuat luka di tangan Aluna terlihat. Gadis itu bahkan belum sempat mengobati tangannya sendiri, sekarang dia malah merawat orang yang demam.

"Kakak makan dulu ya," tawar Aluna sambil memegang sepiring nasi di tangannya.

Langit langsung duduk mengikuti perintah Aluna. Lalu Aluna mencoba menyuap Langit. Tapi Langit langsung memegang sendok yang berada di tangan Aluna.

"Aku bisa sendiri," ujarnya.

Yang membuat Aluna tersenyum kaku. "Ya udah, kalau gitu," balas Aluna. Lagi- lagi tawarannya di tolak. "Kalau ada apa- apa panggil aku aja kak," tambah Aluna dan dia pergi meninggalkan kamar Langit.

Aluna merasa bahwa kehadirannya di kamar itu malah membuat Langit risih. Selama ini laki- laki itu selalu merasa terganggu dengan kehadiran Aluna. Apalagi dalam keadaan sakit begini, pasti Langit semakin terbebani kalau Aluna tetap bertahan di kamar itu.

Sementara Langit menyuapi dirinya sendiri. Menelan nasi yang terasa hambar. Lalu meminum susu hangatnya. Semua Aluna yang mempersiapkan. Sepeduli itu kah gadis itu padanya?

"Luka di tanganmu belum di obati," gumam Langit. Kenapa saat orangnya tidak ada, Langit bisa mengucapkannya dengan ringan?

🌜🌝🌛

Aluna yakin pertanyaan mereka tentang tempat ini. Tentang bagaimana mereka bisa melintasi dimensi, dan tentang bagaimana kehidupan orang- orang di dunia ini ada di dalam buku tebal yang pernah Adena tunjukkan pada mereka. Aluna pernah meminta Adena untuk meminjamkan buku itu padanya. Tapi Adena berkata, "Buku ini khusus untuk kaum mereka." Yang artinya Aluna yang bukan kaum di dunia ini tidak boleh membacanya.

Infinity Eclipse {Sudah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang