Cahaya bulan sabit yang seperti tersenyum menyinari celah- celah labirin mawar. Bintang- bintang di langit Eterio juga seperti ingin menghibur Aluna yang duduk bersandar di labirin mawar. Aluna tidak tahu posisi dia masih ada di pinggir labirin atau justru sudah berada di tengah. Yang dia tahu, dia hanya duduk selama satu jam dengan lutut di tekuk dan kepala yang menunduk.
Sesekali sesenggukan Aluna terdengar. Tangisnya tidak kunjung reda. Satu-satunya tempat untuk menangis hanya labirin mawar ini. Kalau Aluna tidak mau para pelayan tertawa puas melihat keadaannya.
Bertahan tidak semudah yang Aluna bayangkan. Semakin hari, semakin banyak yang membuat dia tidak betah. Setelah semua orang tahu dia bukan bagian dari Eterio, semua seperti bekerja sama mempermainkan dia.
Dua hari yang lalu, saat Aluna mandi di bathup, airnya tiba- tiba sedingin salju. Dia yakin, Amisa lah yang mengerjainya. Pelayan itu klan Nix.
Keesokan harinya, air rendaman mandi Aluna menjadi lebih panas dari sebelumnya ketika pelayan yang bernama Anidia menyentuhnya. Aluna yakin, gadis berusia 17 tahun itu berasal dari Klan Zesti.
Terkadang, saat malam tiba, angin kencang menghantam jendela kamar Aluna. Hawa dinginnya pun terasa menyengat. Saat pagi hari, tidak jarang Aluna melihat butiran salju melekat di kaca jendelanya. Angin kencang dan butiran salju perpaduan sempurna untuk membuat malamnya dingin menusuk.
Belum lagi ranjangnya yang suka tiba- tiba basah padahal tidak ada air di sekitarnya. Entahlah, mungkin mereka menganggap remeh Aluna karena tidak memiliki kemampuan apapun. Pelayan itu seharusnya tahu posisi mereka. Aluna Putri Mahkota. Tapi setelah melihat Helios tidak pernah mengunjunginya setelah pesta pertunangan, malah membuat semua pelayan meremehkan Aluna.
Belum lagi berita tentang Altair yang mengumpulkan bangsawan berpengaruh untuk menandatangani petisi supaya Putri Mahkota di lengserkan. Terlihat jelas bagaimana usaha Aludra untuk menggantikan posisinya. Gadis itu cukup pintar untuk memanfaatkan posisi Ayahnya. Andai Aluna memiliki Ayah yang lebih hebat lagi dan bisa melindungi dia.
Tangis Aluna semakin terasa memekik. Pelayan- pelayan bodoh itu, Altair dan Aludra membuat dia ingin berteriak sampai suaranya habis.
Di tengah tangisnya, dia mengingat kata- kata Langit sebelum pesta pertunangannya.
"Apa kau yakin dengan pilihanmu?"
"Apa aku terlihat seperti seseorang yang bisa memilih?"
Langit kembali menatap mata itu. dia tahu, ada keraguan disana.
"Apa kau yakin bisa bahagia setelah menjadi Putri Mahkota?"
Aluna menggeleng tidak yakin, "Putra Mahkota tidak pernah menawarkan kebahagiaan. Aku Cuma menjalani takdirku." Jawabnya pasrah.
"Tahu nggak, ada beberapa takdir yang bisa di ubah," ucap Langit dengan lembut. "Kalau kau mau, aku bisa membantumu merubah takdirmu."
Aluna tertawa pelan, "Kak jangan bercanda."
Langit tidak tertawa, wajahnya sangat serius, "Satu- satunya yang bisa ku tawarkan Cuma mengajakmu kabur. Kita pulang dan kau tidak perlu bertukar cincin hari ini."
Aluna menolak, "Kabur? Mereka nggak akan melepaskanku semudah itu. dan aku nggak mau kelihatan seperti pengkhianat."
Langit memegang pundak Aluna, matanya terlihat sendu, "Aluna, aku pernah bilang untuk berhenti menyukaiku, kan?"
Aluna tidak menjawab sama sekali.
"Hari ini aku tarik ucapanku, bisa nggak kamu tetap menyukaiku seperti dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...