Aluna tidak tahu ini siang atau malam, atau sudah berapa lama mereka di kurung. Di tempat ini tidak ada apapun yang bisa menjadi petunjuk waktu, jendela ataupun jam sama sekali tidak ada. Yang Aluna tahu, dia terbangun karena cahaya yang menelusuk masuk dari pintu masuk. Yang artinya ada pria berjubah abu- abu yang datang menemui mereka.
Kali ini apa lagi?
Tanpa basa- basi, dua orang pria berjubah abu-abu langsung membuka pintu penjara.
Dan berkata, "Ikut kami!" suruhnya.
Dan bodohnya Aluna maupun Langit yang baru saja bangun seperti terhipnotis dan mengikuti mereka tanpa protes ataupun bertanya.
Mereka tidak di bawa secara paksa. Bahkan Aluna dan Langit terlihat sukarela mengikuti keduanya. Sampailah mereka di satu ruangan yang serba putih.
Ruangan berukuran 5x5 berdinding putih. Hanya ada satu meja panjang berwarna putih dan empat buah kursi berwarna putih. Di salah satu kursinya, ada si pria berjubah merah yang duduk sambil menopang dagu. Sementara di belakangnya berdiri laki- laki berpakaian serba abu- abu, usianya Aluna taksir sebaya dengan Ayahnya jika masih hidup. Laki- laki itu berdiri tegak seperti sengaja mendampingi si jubah merah.
"Silahkan duduk," si pria paruh baya yang mempersilahkan mereka duduk tepat di depan si pria berjubah merah.
Tidak ingin sesuatu yang mengerikan terjadi, Aluna dan Langit patuh saja. Sejenak Aluna melirik ke arah si pria berjubah merah, berjaga- jaga apakah laki- laki itu membawa pedangnya. Aman, ternyata tidak.
"Kamu masih memakai baju merah," si pria berjubah merah melirik Aluna, wajahnya terlihat kesal, "dan celana hitam," sambungnya masih dengan wajah kesal yang tidak berubah.
Aluna tidak habis pikir kenapa pakaiannya menjadi masalah disini. Apakah si pria ini tidak suka jika Aluna memakai baju dengan warna yang sama dengan dia? ayolah, tidak mungkin Aluna mengganti pakaiannya, kan? Sejak kemarin dia tidak bisa pulang kerumah. Kalau saja bisa pulang, Aluna sudah mengganti pakaiannya dengan warna merah muda yang lebih girly.
"Tidak banyak yang aku tanya, jika kalian bisa menjawab dengan benar, kalian aman. Tapi jika menjawab dengan asal, kalian tahu sendiri apa yang terjadi." Ancam si pria berjubah merah dengan bahasanya yang sangat formal.
Lama kelamaan, Aluna bisa tertawa mendengar bahasa formal orang- orang di sekitarnya.
"Pertama, kalian datang darimana?"
"Kami dari perusahaan Syrus, kami karyawan disana," Langit yang menjawab.
Si pria berjubah merah mengernyit bingung. "Syrus, itu sejenis apa?"
"Perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik, properti dan textile," jelas Langit dengan profesional.
Ayolah, kenapa suasananya seperti wawancara masuk kerja?
"Yang Mulia, mereka bukan bagian dari 'kita'." Si pria abu- abu meluruskan dari belakang.
"Aku tahu," sergah si pria berjubah merah. "Aku hanya ingin memastikan, apakah mereka menyadari atau tidak, bahwa mereka sudah melewati batasan." Si jubah merah berbicara sambil menatap intens ke arah Langit. Kalau saja ini dalam dunia komik, mungkin sudah ada kilatan petir di mata pria berjubah merah yang di juluki Aluna sebagai ksatria berpedang itu.
"Bagaimana caranya kalian sampai ke sini?" tanya si pria berjubah merah.
"Sebelum menjawabnya, aku kasih kamu satu pertanyaan juga." Langit dengan tenangnya malah melempar pertanyaan, dia tidak peduli setajam apa cara si pria berjubah merah itu menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...