Otak Aluna rasanya ingin pecah. Benar kata orang, setelah mengetahui rahasia terbesar, hidupnya di ujung tanduk dan dihantui rasa khawatir. Tidak seharusnya Aluna melihat kondisi Raja. Mungkin malam ini dia akan tejaga, setiap kali memejamkan mata, kata- kata Ratu akan terngiang di telinganya. Rahasia ini benar- benar berhasil membuat Aluna terikat dengan istana.
"Darimana saja?" suara itu menyambut Aluna saat dia baru saja memasuki kamarnya.
Helios berdiri disana dengan wajah yang tidak ramah. Memang Helios tidak seramah itu, tapi belum pernah Aluna melihat ekspresi wajah itu sebelumnya.
"Dari kamar Raja," jujur Aluna. Lagipula tidak akan ada rahasia dengan calon tunangan, kan?
Tapi jawaban jujur itu malah membuat Helios mengacak pelan rambutnya dan meringis, "Argghhh,"
Wajahnya kesal. Matanya nyalang. Helios paham maksud Ratu mengenalkannya pada Raja. Bukan karena Aluna harus memberi salam pada calon mertuanya. Tapi memberi tahu rahasia yang bisa menghancurkan pemerintahan Eterio. Mau tidak mau, Aluna tidak bisa keluar dari istana. Dan secara tidak sengaja, Aluna berada dibawah pengawasan Ratu.
Seperti dugaan Helios, Ratu masih cerdik seperti dulu.
Merasa disalahkan atas tindakannya hari ini, Aluna mengeluarkan semua yang ada dalam pikirannya, "Yang Mulia Putra Mahkota. Kita udah lama kenal, sedikit banyaknya kamu paham aku gimana dan apa yang aku mau. Semua yang terjadi diantara kita, aku nggak pernah sekalipun menginginkannya."
"Menjadi Putri Mahkota nggak pernah ada dalam list hidupku, bahkan memimpikannya aja nggak pernah. Satu- satunya tujuanku dan satu- satunya keinginanku Cuma pulang." Tegas Aluna.
"Tapi, kamu tidak menolak saat Ratu mengatakan kamu menjadi calon Putri Mahkota."
"Gimana mungkin aku membantah kata- kata wanita nomor satu di Eterio, sementara aku Cuma rakyat biasa." Bantah Aluna.
Seingatnya, dia hanya di jemput kerumah. Lalu di beritahu soal ramalan, dan Ratu menentukan pertunangan akan dilakukan dua minggu lagi. Aluna tidak di beri kesempatan untuk membantah.
"Cukup bilang 'aku tidak bersedia', apa susahnya?"
Aluna menarik nafasnya, seandainya Helios tahu betapa tertekannya dia saat ini.
"Aku udah berusaha menjelaskan semuanya. Tentang aku yang orang luar, bukan bangsawan dan bukan klan Marava. Tapi, Ratu tetap menjadikanku calon Putri Mahkota."
"Sedangkan seorang Putra Mahkota aja nggak bisa menentang keputusan Ratu, apalagi aku yang bukan siapa- siapa. Aku nggak mau dianggap memberontak perintah Ratu."
Helios memalingkan wajahnya. Selama mengenal Aluna belum pernah sekalipun mereka bersitegang seperti sekarang. Dulunya hanya ada candaan dan sesekali ejekan lucu. Sekarang, setiap kalimat yang mereka ucapkan tanpa sadar malah menyakiti satu sama lain.
"Kau tahu, aku mencintai perempuan lain." Jujur Helios. Lalu dia menatap mata Aluna. Mencoba meneliti ekspresi apa yang di tunjukkan perempuan itu.
Kalau memang Helios adalah Putra Mahkota. Berdasarkan rumor yang sering Aluna dengar dan diulang- ulang oleh Adena, Aluna mengenal perempuan yang dimaksud Helios.
"Perempuan itu,,,," ucapan Aluna tecekat sebentar, "Apa dia Aludra?" tanyanya meskipun dia sudah tahu jawabannya.
Anggukan pelan dari kepala Helios membuat dada Aluna seperti terbakar. Dia tidak tahu perasaan apa ini. Rasanya lebih sakit daripada saat Langit membelikan Aludra kalung sebagai kado ulangtahun. Lebih menyiksa dibanding Langit yang terang- terangan mendekati Aludra dulu. Aludra, Aludra, dan Aludra lagi. kenapa perempuan itu tidak bisa membuat hidup Aluna tenang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Eclipse {Sudah Terbit}
FantasySeingat Aluna, dia cuma duduk manis di Eclipse The Coffee Shop sembari menghabiskan matcha lattenya. Tapi Gerhana matahari total yang bisa dia lihat dari jendela cafe mengubah seluruh hidupnya. Setelah keluar dari cafe itu, Aluna berada di dunia yan...