Part 21

1.5K 37 0
                                    

Gw sudah berkali-kali ganti posisi tidur. Telungkup, telentang, dan miring ke kiri. Gw nggak berani miring ke kanan coz Meva ada di situ, entah kenapa gw yakin dia belum tidur. Gw bisa merasakan tatapannya meski mata gw terpejam. Ciumannya di kening gw tadi ternyata berefek menghilangkan kantuk yg sempat menyergap.

Dan entah sudah berapa lama saat gw benar-benar terbangun dan duduk di tepi kasur. Sepertinya sudah jam 3 pagi. Di luar hujan sudah mulai turun membuat malam semakin dingin.

"Lo belum tidur Ri?" suara Meva terdengar lembut.

Gw menoleh ke arahnya. Dia menopang kepala dengan satu tangan. Shit! Posenya...

"Engga tau nih mendadak panas," gw sekenanya.

"Kok bisa? Ini kan lagi ujan? Gw malah kedinginan."

"Emh..iya juga sih. Sekarang dingin," jawab gw dengan bodohnya.

"Lo aneh Ri." Meva bangun dan duduk di sebelah gw. "Mau gw bikinin teh anget?"

Gw menggeleng.

"Enggak usah repot-repot deh," kata gw. "Gulanya jangan banyak-banyak ya."

"Yeeey...kirain nggak mau," cibir Meva. "Ya udah gw nyalain dulu dispensernya."

Lalu Meva pun beranjak menyalakan dispenser, menyiapkan gelas kecil, menuangkan beberapa sendok gula ke dalam gelas dan menaruh selembar teh celup di sampingnya.

"Ini kamer kenapa sih gelap gini? Lampunya mati apa emang sengaja pake lilin?" tanya gw.

"Sejak kemaren lampunya mati. Gw belum sempet beli. Lagian biar lebih ngena aja kesan Natal nya."

Gw tersenyum.

"Lo selalu sendiri ya kalo malem Natal?" gw beranikan diri bertanya.

"Yah seenggaknya setelah gw dateng ke Indo."

"Oh...emang lo bukan asli sini ya?"

"Enggak juga. Nyokap gw asli Padang kok. Cuma gw waktu kecil emang sempet tinggal di desa kecil di pinggiran Hampshire selama sekitar 10 tahun."

"Hampshire? Inggris maksudnya?"

Meva mengangguk.

"Iya. Dulu nyokap gw kuliah di London dan akhirnya married sama salahsatu penduduk sana yg akhirnya jadi bokap gw. Setelah balik ke sini gw tinggal sama nenek di Jakarta."

Gw mengangguk.

"Terus? Nyokap lo kemana?"

Meva terdiam dan melamun. Seperti ada sesuatu yg tertahan dalam dirinya. Sesuatu yg enggan dia utarakan. Gw mengerti itu, dan gw mulai memikirkan pengalih pembicaraan.

"Va, itu airnya udah panas kayaknya," gw menunjuk lampu kecil warna hijau yg menyala pada dispenser.

"Oh..sorry," dia segera mencabut kabel dispenser dan menuangkan air ke dalam gelas lalu mengaduknya.

"Sorry Va..gw ngga ada maksud ngingetin lo ke kenangan yg nggak mau lo inget," kata gw saat menerima gelas dari Meva.

"Enggak kok. Gw nggak ngerasa gitu.." gw tau dia berusaha menutupi perasaannya, tapi gw masih bisa ngebaca itu dari raut wajahnya.

"Emh..lo nggak bikin teh juga?"

"Enggak ah, lagi nggak begitu pengen. Minta aja ya dari lo?"

"Boleh. Nih?"

"Nanti aja kalo udah ademan."

Gw aduk-aduk lagi teh panas di gelas biar cepet hangat.

"Taun ini kita sama Va, lebaran kemaren aja gw nggak sempet balik kumpul sama keluarga. Malah elo kan yg nemenin gw? Kita malah maen catur seharian, lo inget?"

Sepasang Kaos Kaki Hitam.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang