Part 6

1.9K 47 0
                                    

hari-hari gue kini sedikit banyak berbeda dengan sebelumnya. Echi hadir menjelma jadi pengisi kekosongan yg gue rasakan sebelumnya. kalau nggak Echi yg menginap di kamar gue, maka gue yg ngandong ke kosannya. kebetulan kami berdua sama-sama non shift jadi nggak ada istilah jam kerja malam.

layaknya pasangan lain yg tengah dimabuk asmara, gue dan Echi juga kerap memilih menghabiskan waktu berdua meski harus menolak jam lembur yg ditawarkan bos di kantor. gue pikir gaji tanpa lembur gue sudah lebih dari cukup. selain itu Echi adalah tipe cewek yg pengertian. nggak harus selalu cowok yg nraktir cewek, beberapa kali gue bahkan makan gratis dari dia.

soal Indra, awalnya dia heran karena gue sering nggak menampakkan diri di kosan. setelah gue beritahu kalo gue udah jadian sama Echi dia cuma tertawa lebar sambil tetap ngomong "jangan diapa-apain dulu!" yg gue jawab "udah terlanjur!"

jarang balik ke kosan, itu berarti gue juga jarang ketemu Indra. apalagi dia kan kena shift. makin jarang lah gue ketemu tuh anak. hari libur gue lebih suka menghabiskan waktu di kosan Echi atau sekedar jalan-jalan ke alun-alun kota bareng dia. yah pokoknya asal bareng Echi semua berasa indah deh. hehe...

memasuki bulan keempat gue kerja, gue memutuskan membeli sebuah handphone untuk mempermudah komunikasi gue dengan teman-teman dan juga Echi tentunya. sebuah handphone mungil dengan layar monochrome warna biru gue ingat betul handphone pertama yg gue punya waktu itu. dengan fasilitas seadanya hp itu tergolong elit lho pada masanya.

perlahan tapi pasti gaya hidup gue yg dulu seadanya dan gue usahakan sesederhana mungkin, kini mulai berubah ke arah glamour dan foya-foya. sebagai jiwa muda yg masih berkobar waktu itu gue merasa sedang dalam momen terbaik di hidup gue. berpenghasilan lumayan plus punya pacar cantik dan setia membuat gue mabuk kepayang. beberapa kali bahkan gue mabuk beneran bareng Echi di kosannya.

sudah setengah tahun kini gue bekerja di Karawang. meski jarang ditempati, tapi gue memilih bertahan di kosan gue. selain gue juga malas mencari lagi kosan yg lain, ada Indra yg membuat gue memutuskan bertahan di sana. bagaimanapun Indra tetap sahabat terbaik gue di kota ini. dia yg pertama gue kenal dan dia juga yg kerap membantu saat gue sedang kesulitan alias bisa ngutang dulu gitu! hehehe.. tapi gue akui Indra memang orang baik kok. walau jarang bertemu kami tetap berteman baik.

dan hari itu genap sudah dua minggu berturut-turut gue nggak balik ke kosan. kangen juga pengen tidur di ruangan kecil itu. pengen maen gitar punya Indra lagi. maka sepulang kerja gue kirim pesan ke Echi bahwa gue nggak ke kosannya malam ini.

"wah tumben lo balik," Indra menyambut gue di gerbang bawah. "masih inget kamer lo ya??"

"iya gue kangen nih sama kamer gue. pengen maen gitar juga. lo ngapain di sini?"

"abis balikin setrikaan temen. punya gue mendadak eror soalnya."

kami berjalan menapaki tangga menuju lantai atas sambil berbincang ringan. rasanya seperti kembali ke rumah sendiri saat gue pandang berkeliling kamar-kamar di sini.

"wah elo kumat lagi nih ya," gue mengomentari volume kencang dari speaker aktif di kamar Indra.

"kan elo jarang balik? nggak ada yg protes lagi. lagian juga di sini sepi kalo lo nggak ada. kan lo tau gue nggak begitu interaktif sama tetangga kamer."

kami duduk di beranda. dan saat itulah mata gue menatap pintu kamar di seberang kamar gue. kamar yg sampai sekarang masih menyimpan rasa penasaran gue. wanita itu....dia cukup terpinggirkan beberapa bulan ini saking sibuknya gue pacaran sama Echi.

"eh, kamer yg itu masih ada penghuninya enggak?" gue menunjuk kamar itu.

"tau deh gue juga nggak ngerti," Indra geleng kepala. "bener kata lo sih, emang ada cewek yg nempatin kamer itu. tapi jarang keliatan keluar masuk nya. gue beberapa kali pernah liat dia di kamer ini."

Sepasang Kaos Kaki Hitam.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang