Epilog #3

1.3K 30 0
                                    

"Kamu keliatan tua Ri," kata Meva tertawa kecil. "Plus gemuk lagi. Haha.."

"Oiya?" gw juga tertawa. "Tapi kamu kayaknya awet muda yah?"

Meva tersenyum. Kami duduk di tepi kolam depan pintu utama masuk gedung. Ada sebuah air mancur kecil di tengah kolam, bergemericik pelan mengiringi suasana sore yg teduh. Selama beberapa detik kami terdiam. Gw sedang mencoba mencari bahan pembicaraan.

"Oh iya Lisa, sekarang gimana kabarnya?" tanya Meva. "Dia kan fans berat kamu tuh. Hehehe.."

"Ah, iya Lisa. Gw nggak tau kabarnya sekarang. Kami lost contact sejak dia di Jepang. Dan gw juga pindah sebelum dia balik ke Indonesia...jadi belum sempat ketemu."

Meva mengangguk paham.

"Gimana sama Indra?" tanyanya lagi.

"Kayaknya tuh anak dilahirkan memang buat jadi orang sukses. Terakhir kami contact pas lebaran kemaren. Katanya dia hampir menyelesaikan study pasca sarjananya dan lagi berjuang buat promosi jabatan di tempat kerjanya. Hebat yaaa dia.."

"Dan kamu sendiri?" Meva menatap gw penuh minat. "Kayaknya sekarang juga kamu nggak beda jauh sama si Gundul.."

"Haha," gw tertawa pelan. "Entahlah. Gw selalu termotivasi kalo liat keberhasilan yg dicapai si Gundul. Tapi kayaknya gw harus berusaha lebih keras buat bisa mengejarnya."

Meva tersenyum.

"Eh, terus gimana tuh kosan kita, masih ada apa udah ganti fungsi jadi museum tuh? Lama banget nggak kesana! Yah kali aja sekarang dibangun monumen bersejarah untuk memperingati kita berdua. Hehehe.."

"Setau aku sih masih sama, cuma ada beberapa perbaikan tentunya. Indra sering nelpon gw kalo kebetulan dia lewat kosan kita. Kangen katanya, mau reunian. Tapi yah tau sendiri lah sekarang mah susah banget mau ketemu juga. Sama-sama sibuk," gw merasakan kerinduan yg menggelitik dalam hati. "Emmh..kamu masih sering maen ke Karang Pawitan?"

"Enggak. Terakhir kali ke sana ya pas sama kamu itu. Abis itu, nggak pernah sekalipun. Apalagi setelah kerja di sini."

Gw mengangguk pelan. Angin sore yg panas mendadak terasa sejuk.

"Thanks ya Ri..." kata Meva tiba-tiba.

"Untuk apa?" tanya gw.

"Selama kita barengan di kosan dulu, aku banyak belajar dari kamu," ceritanya. "Hidup aku juga banyak berubah setelah kenal sama kamu."

Gw tersenyum. Otak gw langsung merewind kejadian-kejadian yg sudah berlalu sekian lama. Hati gw mencelos.....

"Kamu masih inget tentang pion catur yg berubah jadi menteri?" katanya lagi. Gw jawab dengan anggukan kepala. "Menurut kamu, sekarang aku adah bisa dibilang jadi menteri belum?"

"Seperti yg kamu bilang tadi. Kalo ukurannya materi, jelas kamu udah bertransformasi jadi menteri. Bukan hanya menteri, kamu malah jadi ratu, mungkin?"

Meva tertawa kecil.

"Aku selalu pegang kata-kata kamu soal pion catur itu," ucapnya. Pandangan matanya menerawang jauh melampaui batas ingatannya. "Aku jadiin sebagai salahsatu pedoman hidup aku. Dan hasilnya sekarang...seenggaknya buat diri aku sendiri, aku merasa lebih baik dari dulu. Jauh lebih baik, kalo aku boleh bilang."

"Aku turut bahagia Va.."

"Thanks Ri. Kamu emang selalu ada saat aku sedih ataupun bahagia."

"Ya, begitulah aku..." ucap gw lirih. "Oiya, aku mau tau gimana cerita kamu sampe kamu bisa dapet posisi yg sangat baik di sini.?"

Sepasang Kaos Kaki Hitam.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang