Part 27

1.5K 37 3
                                    

Di suatu malam minggu yg cerah. Waktu itu sekitar seminggu menjelang kepindahan Indra ke rumah barunya. Gw dan beberapa temen mengadakan semacam acara perpisahan. Dengan beberapa botol soft drink dan makanan ringan sebagai pelengkap menu ikan bakar malam itu acara berlangsung sederhana tapi menyenangkan. Mulai bakar ikan jam sembilan dan baru bisa disantap sekitar jam sebelas. Cukup lama juga buat memastikan ikannya bener-bener mateng.

Ini bukan acara resmi. Nggak ada MC, nggak ada undangan, semuanya berjalan apa adanya. Kabar tentang acara ini pun cuma menyebar dari mulut ke mulut sesama anak kos. Yg punya waktu silakan ngeramein, begitu kesepakatannya. Dan yg namanya anak kos, kapan sih kita nggak punya waktu?? Selain dua kamar di atas yg terpaksa menyesali ketidakhadirannya demi loyalitas lembur, ada juga beberapa temen yg sudah punya jadwal mudik ataupun ngapel, jadi nggak bisa ikut. Selebihnya semua yg gw kenal hadir. Ada Raja, Hilman, Akbar, Miko dan Iwan dari lantai bawah dan juga Nendra dan Teguh serta Kurniawan dari lantai dua.

Semua hadir, kecuali Meva. Sejak selepas isya, pintu kamarnya tertutup rapat. Gw tahu dia ada di dalam dan tentu saja dia juga mendengar suara-suara kami yg cukup berisik. Becanda, nyetel lagu lewat speaker aktif di kamernya Indra dan nyanyi-nyanyi nggak jelas diiringi gitar tua milik Indra, kurang lebih begitulah susunan acara malem itu. Acaranya sendiri diadakan di depan kamer gw karena kamer gw yg paling ujung, dan berakhir begitu ikan bakarnya habis dan temen-temen mulai balik ke kamernya masing-masing menjelang dini hari. Kurniawan dan Teguh bilang mau begadang sampe pagi, tapi baru jam satu mereka udah tepar dan akhirnya balik ke kamer mereka.

Tinggal gw dan Indra di balkon, ditemani tumpukan piring kotor bekas makan tadi, hasil minjem dari temen-temen juga. Indra duduk tenang di tembok balkon sementara gw membereskan panggangan ikan, arangnya ada yg berserakan di lantai dan bekas asapnya tadi meninggalkan jejak hitam di dinding balkon.

"Biar nanti gw aja yg cuci piringnya," kata Indra tetap pada posisinya.

"Oke. Gw cuma beresin bekas bakar ikannya," sahut gw. Setelah selesai berbenah gw ke kamer mandi, cuci tangan, kemudian balik lagi ke balkon.

Suasananya beda banget. Tadi rame dan berisik, sekarang bahkan suara jangkrik di rerumputan belakang kosan ini pun terdengar nyaring. Gw duduk di tembok juga. Dan saat itulah terdengar derit pintu terbuka dari kamar Meva. Yg sebenernya gw harap ikut ngeramein acara tadi akhirnya nongol juga. Gw sih maklum Meva nggak muncul pas bakaran ikan, dia memang nggak suka ada di tengah keramaian kayak tadi. Dan kemunculannya pagi ini gw anggap sebagai bentuk penghormatan kepada Indra yg punya gawe, seenggaknya Meva tetep hadir.

Dia tersenyum pada kami berdua lalu duduk di kursi kecil di depan kamer gw.

"Udah beres yaah acaranya?" katanya.

"Belum kok. Masih ada segmen ke dua, khusus buat lo," sahut Indra.

"Wah yg benerr?" Meva terlihat seneng.

"Iya. Tuh," Indra menunjuk tumpukan piring dengan dua jarinya yg mengepit batang rokok. "Namanya segmen cuci piring."

"Maksudnya, gw nyuciin piring gitu?" ekspresinya mendadak berubah.

Gw dan Indra sontak tertawa.

"Enak aja!" cibir Meva.

"Lo sih malah ngumpet. Nggak kebagian kan jadinya," kata gw.

"Gw kan udah bilang gw nggak akan ikut kalo ramean kayak tadi."

Indra mengangguk.

"Udah gw sisain kok, ada ikan bakarnya satu di kamer gw." katanya.

"Enggak usah Ndra, gw nggak doyan makan ikan," Meva menolak halus.

"Loh, terus siapa dong yg mau ngabisin ikannya?"

Sepasang Kaos Kaki Hitam.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang