Gw bangun sore harinya ketika jam di kamar menunjukkan pukul lima lewat beberapa menit. Gw langsung keingetan Meva karena kami punya janji berobat ke dokter sore ini. Meva nggak ada di sebelah gw, kayaknya dia udah balik ke kamarnya. Meski dengan lemasnya buru-buru gw cuci muka plus gosok gigi lalu keluar hendak ke kamar Meva. Tapi ternyata gw tertahan di depan kamar gw.
Meva ada di beranda. Dia lagi duduk di tembok pembatas. Tapi bukan dia yg membuat gw terkejut, melainkan orang di sebelahnya.
Seorang wanita dengan setelan kemeja putih panjang dipadukan rok abu-abu sopan dengan stoking hitam. Lisa langsung tersenyum melihat gw.
"Hai Ri," sapanya. "Udah bangun loe?"
"Eh, udah....." gw masih belum percaya dengan yg gw lihat. Gw perhatikan lagi ekspresi wajah kedua cewek di hadapan gw. Canggung, malu, tapi tetap tenang dan seolah nggak ada apa-apa. Yah mungkin memang nggak ada apa-apa?
"Ng...dateng jam berapa?" tanya gw ke Lisa.
"Belum lama kok. Pas bel balik gw langsung ke sini. Ketemu sama Meva di sini," dia melirik Meva yg membalasnya dengan senyum malu. "Yah gw tanya-tanya gimana keadaan loe. Terus lo nya bangun deh."
Gw lirik Meva. Dia tampak seperti seorang mahasiswa yg baru kepergok nyontek pas ujian. Gw baru sadar kedua pipinya bersemu merah.
"Kita nggak ngomongin yg macem-macem kok! Beneran! Sumpah!" Meva nyerocos tanpa gw tanya. Jawaban yg justru menimbulkan kecurigaan.
"Yaah terserah kalian kok mau ngomongin apa juga," kata gw kalem. Duh bingung juga kalo keadaannya kayak gini. "Eh, elo tadi masuk kerja Lis?"
Lisa kernyitkan dahinya.
"Kan lo liat nih gw masih pake pakean kayak gini emangnya abis dari mana?"
Duh sorry gw hilang konsentrasi!
"Oh.." gw nyengir malu.
"Lo udah minum obat?" tanya Lisa.
"Udah," jawab gw.
"Boong tuh Lis. Terakhir minum tuh pas pagi. Itu juga susahnya minta ampun kudu dipaksa dulu!" Meva menyela dengan nadanya yg khas.
"Yg penting kan diminum obatnya?" sergah gw.
"Iya tapi susah!" Meva mulai nyolot lagi kayak biasa.
Lisa cuma diam memperhatikan kami dengan tatapan heran sekaligus tertarik. Baru tau dia gimana gw sama Meva kalo ngobrol.
"Eh mau ngobrol di dalem?" gw menawarkan sekedar mencairkan suasana yg agak kaku.
Lisa dan Meva kompakan geleng kepala.
"Di sini aja," jawab Lisa.
Gw duduk di kursi. Makin lama berdiri kaki gw makin lemes.
"Kalian mau ke dokter kan?" kata Lisa lagi. "Gw anter aja gimana?"
Gw kernyitkan dahi.
"Gw bawa mobil kantor kok," Lisa menjawab tatapan heran gw. "Dari awal gw emang berniat nganter lo ke dokter, makanya gw pinjem mobil kantor. Tapi ternyata yg sakitnya ada dua. Yaudah sekalian gw anter deh ya?" dia mengakhiri dengan senyuman lebar di bibirnya.
Gw dan Meva sejenak saling pandang. Gw buru-buru alihkan pandangan gw sebelum kami saling lempar sendal.
"Nggak ngerepotin elo emangnya?" gw basa-basi.
"Ya enggak lah," jawaban yg udah gw duga sebelumnya.
"Gimana Va?" tanya gw ke Meva.
"Boleh aja. Biar lebih cepet juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Kaos Kaki Hitam.
Любовные романыhanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung da...