Gw diam sejenak dan mencoba sedikit berfikir tentang semua yg udah gw lewati di hidup gw. Gw cuma mau review, seandainya saat lahir dulu gw ada di angka nol..maka sekarang ini gw nyampe di angka berapa yak? Oke, anggap saja finishnya adalah angka 100. Apa gw sekarang sudah mendekati itu? Limapuluh? Tujuhpuluh? Atau bahkan cuma beberapa angka dari nol?
Rasanya waktu terlalu cepet berlalu tanpa gw bisa banyak berbuat untuk hidup gw sendiri. Gw udah nyampe di usia 23 tapi belum banyak perubahan yg gw rasakan. Semuanya masih sama seperti baru lulus SMA. Dibandingkan dengan Indra yg nyaris sudah mendapat semuanya, jelas gw nggak ada apa-apanya. Rumah, istri, dan segala tetek bengeknya, gw masih jauh dari itu.
Tapi toh kalau gw cuma memikirkan soal materi, semua nggak akan ada habisnya. Gw akan selalu merasa kekurangan, gw yakin lah. Bener kata Indra, masa depan gw adalah misteri. Dan yg bisa gw lakukan cuma ngejalanin yg ada sambil menunggu ke mana misteri ini akan berujung.
Gw embuskan asap putih dari mulut gw ketika terdengar langkah kaki menapaki tangga. Pasti Meva baru balik dari kampus.
"Hayy Ri.." panggilnya dengan nada khas nya.
Bener kan itu Meva. Ah, bahkan cuma mendengar irama langkah kakinya gw hafal itu dia! Hebat banget ya gw??
"Tumben baru balik jam segini?" sahut gw tanpa mengalihkan pandangan dari sawah yg nampak indah tertimpa sinar senja di depan gw.
"Ada tugas banyak banget," Meva berdiri di sebelah gw dan menggeliatkan badannya. Dan wangi parfumnya langsung menyeruak ke hidung gw.
"Eh, loe ngerokok??" kata Meva lagi kaget.
Gw menatap batang rokok yg terhimpit diantara telunjuk dan jari tengah gw. Hebat banget yak dia bisa tau kalo ini rokok?? (dengan nada menyindir)
"Enggak kok. Ini kan singkong?" jawab gw santai.
"Mana ada singkong ngeluarin asap kayak gitu!??"
"Ini singkong ajaib."
"Bukan, itu rokok Ri. Bego amat gw kalo nggak bisa bedain mana rokok mana singkong?"
"Yeeeeey kan udah gw bilang ini singkong ajaib?" gw bertahan dengan argumen gw. "Orang lain akan ngeliat singkong ini adalah rokok, padahal ini cuma singkong goreng kok."
Meva menatap lekat-lekat rokok di jari tangan gw. Dia seperti ingin meyakinkan dirinya kalo ini memang singkong goreng!
"Ini rokok ah!" akhirnya Meva sampai pada kesimpulan akhirnya.
"Emang ini rokok, siapa yg bilang ini singkong goreng?"
Meva mendengus kesal. Direbutnya rokok dari tangan gw dan langsung dilempar ke bawah.
"Sejak kapan loe ngerokok? Setau gw loe nggak pernah ngerokok," cecarnya.
"Itu batang rokok pertama gw. Baru juga sekali isep, kok dibuang sih?" protes gw.
"Gw nggak suka liat loe ngerokok!"
"Ya udah gw ngerokok dalem kamer aja biar lo nggak liat.."
"Rokok itu nggak baik buat kesehatan tau!"
Gw tertawa pelan. Sial banget gw, baru pertama nyoba ngerokok eh malah dibuang rokoknya.
"Masa lo nggak tau sih riset yg dilakukan seorang profesor Jepang tentang rokok?" ujar gw. "Gw baca di majalah, katanya rokok bisa mencegah rambut seseorang beruban lho!"
"Jelas aja perokok nggak punya uban, mereka kan mati sebelum sempat ubanan??"
Gw tertawa lebar. Ah, udahlah. Gw juga kayaknya nggak bakat jadi perokok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Kaos Kaki Hitam.
Romancehanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung da...