Part 47

1.2K 28 0
                                    

Meski baru wacana dan masih dalam ketidakpastian, tapi nampaknya Lisa sudah cukup dibuat bingung dengan kemungkinan tugas luarnya. Entah apa yg jadi pokok pertimbangannya, dia seperti sangat berat buat meninggalkan kantor di Karawang. Padahal menurut gw ini peluang besar. Tapi suntikan semangat dari gw nampaknya belum cukup meredam kebimbangannya.

"Gw masih butuh waktu buat mikir baik buruknya," kata Lisa ketika gw tanyakan keputusan yg akan diambilnya.

"Orangtua lo udah tau kan soal ini?" kata gw sambil tetep fokus ke monitor.

"Udah."

"Terus gimana pendapat mereka?"

"Ya gitu deh. Ortu gw mah dukung aja keputusan gw. Mau diambil atau enggak, katanya terserah gw."

"Keputusan yg bijak yaa.."

"Sekaligus ngambang," sahut Lisa sambil menekan 'Enter' dengan keras. Dia sesaat mengamati layar di hadapannya, menarik nafas panjang dan menghenyakkan punggungnya di sandaran kursi.

"Kok elo kayak yg stress gitu sih?" tanya gw lagi.

"Masa sih? Kok sampe segitunya ya gw. Haduh bingung lah. Gw masih takut aja. Kan di Jepang gw nggak punya siapa-siapa. Kalo lagi butuh duit, mau ngutang ke siapa? Terus kalo bosen, mau ngobrol sama siapa?"

"Yah elo mah yg dipikirinnya yg gituan. Yg kayak gitu mah nanti juga terbiasa dengan sendirinya kok."

"Ya intinya gw belum punya keputusan."

Kami sama-sama diam. Cuma terdengar suara jari-jari gw beradu dengan tuts kecil di papan tombol. Antara setuju dan tidak setuju, dalam hati gw mulai memikirkan apa yg akan gw ambil seandainya gw ada di posisi Lisa. Ah, sulit juga ternyata.

"Gw udah diajukan secara resmi ke pihak sana," lanjut Lisa.

Gw benar-benar diam sekarang. Ujung jari gw cuma beberapa milimeter dari keyboard.

"Jujur gw seneng," kata gw akhirnya. Gw putar kursi gw menghadap Lisa. "Ini akan jadi kemajuan besar buat karir loe."

"Tapi Pak Agus juga katanya sedang mempertimbangkan buat masukin tambahan orang ke daftar karyawan yg akan ke Jepang nanti."

"Maksudnya?"

"Dari lima orang yg diminta, kita mau ngajuin satu orang tambahan."

"Oiya? Emang bisa?"

"Bisa aja. Kalopun nggak bisa, kan masih bisa ngubah daftar nama yg mau diajukan sekarang."

"......."

"Gw diminta Pak Agus ngajuin nama buat dicalonkan. Dan lo tau siapa yg gw pilih?"

Kedua mata Lisa sudah menjawab sendiri pertanyaan itu.

"Pasti gw ya?" kata gw.

Lisa tersenyum lebar dan mengangguk mantap.

"Lo bilang ini adalah kesempatan emas buat memajukan karir. Jadi gw pikir nggak ada salahnya gw ngebantu elo dapet kesempatan buat memajukan karir lo."

Gw senyum lebar.

"Thanks Lis," kata gw.

"Tapi nanti semua juga harus melewati tes kelayakan kok. Maksudnya, nanti akan ada tes interview dari bos kita, terus ada interview langsung sama pihak sana yg akan datang ke sini bulan depan. Yah prosesnya cukup ribet lah."

Gw terdiam. Mendadak wajah Meva berkali-kali berkelebat dalam kepala gw. Gw langsung dijalari perasaan takut yg entah darimana datangnya.

"Kenapa? Kok mendadak lo kayak bingung?" tanya Lisa menyelidik.

Sepasang Kaos Kaki Hitam.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang