Gw mendehem pelan. Dia secara refleks menoleh ke arah gw. Dan saat itulah kedua mata kami bertemu pandang. Dia, menatap gw terkejut. Sama dengan cara gw menatapnya. Selama beberapa detik kami sama-sama terdiam dan bergulat dengan ingatan di otak kami.
".........."
"Meva.........?" ucap gw pelan, setengah percaya dan setengah masih nggak percaya dengan yg gw lihat di hadapan gw.
ID card di dada kirinya menunjukkan jabatan yg dipegangnya sekarang.
"Kamu......................" dia menutup mulutnya dengan jemari tangannya yg lentik dan manis. Dia nampak sangat shock melihat kehadiran gw. Sama, gw juga shock berat!!!!
"Yeah, ini gw.............." kata gw.
Meva tertawa heran.
"Ini Ari, si kebo itu??????" ucapnya menunjuk gw. Dia menatap gw seperti gw ini adalah objek aneh dari luar angkasa yg baru pertama dilihatnya. "Ya Tuhan, mimpi nggak nih!!"
Gw mengangguk.
"Iya va, ini gw..............................." butir airmata menggumpal di pelupuk mata gw, tapi sebisa mungkin gw tahan untuk nggak menetes. Dada gw seperti diaduk-aduk. "Ini gw Ari. Orang yg biasa lo ajak main catur di depan kamer, tujuh tahun yg lalu................"
Gw sudah nggak peduli dengan kusutnya wajah gw saat itu. Gw tau kemeja yg gw pakai juga nampak lecek karena terlalu lama membungkus badan gw seharian ini. Yg gw pedulikan hanya sosok wanita di hadapan gw sekarang. Sosok yg selama bertahun ini hilang dari mata gw, dan hanya tersimpan di kepala bersama ratusan kenangan lainnya. Dia sosok yg sama dengan wanita yg gw lihat pertama di kosan dulu, meski tentu saja, sama seperti gw, dia nampak lebih berumur. Tapi tatapan matanya masih sama. Senyumnya, caranya tertawa, bahkan gesture tubuhnya, gw nggak pernah lupa. Dia adalah Mevally yg gw kenal......
Saat ini, kami berdiri di tempat dan keadaan yg berbeda dari tujuh tahun yg lalu. Dia ada di depan gw, tapi bahkan untuk menyentuh tangannya sekalipun gw nggak memiliki keberanian untuk itu. Yg bisa gw lakukan hanyalah membiarkan otak gw bermain bersama kenangan-kenangan yg selama ini tersimpan rapi dalam ingatan gw. Ini benar-benar terasa sangat aneh. Sangat aneh dan sulit untuk gw jelaskan.
"Lo kemana aja Va?" suara gw tercekat di tenggorokan.
"Emang kamu nyariin aku yah?" katanya. Suaranya bahkan masih sama seperti teriakannya yg dulu sering memecahkan gendang telinga gw. Hanya saja, bahasanya.......yah bahasanya sedikit berubah.
"Aku selalu nyari kamu Va......." gw berusaha tampak tenang. Kedua bahu gw bergetar hebat.
Meva tersenyum manis. Sangat manis...
"Jujur, aku kaget banget liat kamu ada di sini sekarang. Di depan aku...." kata Meva. Matanya juga mulai berkaca-kaca. "Gimana kabar kamu?"
Ah, bahkan gw lupa dengan pertanyaan yg biasa diajukan kepada orang yg sudah lama nggak gw temui.
"Aku baik," kata gw. "Dan kamu sendiri gimana?"
"Aku juga baik kok," jawabnya.
Gw nggak bisa mengelak dari situasi serba kikuk seperti ini. Gimana nggak, dia menghilang dari hidup gw lebih dari empat tahun yg lalu. Dan sekarang...................dia muncul lagi, di hadapan gw. Dia nyata. Berdiri di depan tempat gw berdiri sekarang. Dia bukan sekedar bayangan yg selalu muncul di tiap malam sebelum tidur gw. Dia juga bukan seserpih debu yg mengotori memori di kepala gw. Lebih dari itu, dia Meva! Wanita berkaoskaki hitam yg gw kenal delapan tahun yg lalu...
"Kayaknya lama banget yah kita nggak ketemu," kata Meva.
".........."
"Kamu...masih di tempat kerja kamu yg dulu itu?" dia berusaha mencari bahan pembicaraan yg bisa mencairkan kekakuan ini.
"Enggak kok. Aku pindah, setahun setelah kamu wisuda.."
Kami lalu terdiam.
"Dan sekarang, kamu di Jakarta?" tanyanya lagi tetap dengan logat dan intonasinya yg khas.
"Iya. Udah dapet tiga tahun aku di sini. Kamu kerja di sini?"
Meva tersenyum lagi. Lalu anggukkan kepala.
"Kamu sekarang udah sukses ya?" kata gw. "Bukan lagi mahasiswa yg sering ketinggalan tugas."
Meva menatap ID card nya sesaat lalu tertawa pelan.
"Kalo kesuksesan itu diukur dari materi, mungkin sekarang jawabannya adalah iya," katanya. "Tapi toh seperti yg dulu kamu selalu bilang ke aku, selalu ada yg lebih baik dari sekedar kesuksesan materi." Dia tersenyum. "Eh kita cari tempat duduk aja yukk. Nggak enak ngobrol berdiri kayak gini."
Dia menutup bagasi mobilnya, menekan tombol pengaktif alarm dari kunci di tangannya, lalu berjalan di samping gw. Gw mengikuti dia. Saat itu gw memang sudah melupakan keberadaan dua orang rekan kerja gw di mobil. Tak apalah, kapan lagi gw akan menemui momen seperti ini....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Kaos Kaki Hitam.
Любовные романыhanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung da...