Part 21

20 5 0
                                    

Halo semua... Aku kembali, yeeeyyyyyyy.

Liburnya sudah hampir satu minggu nih, kalian kemana aja selama liburan?

Pada di rumah kah? Kalau gitu sama. Ditemani series-series yang beberapa minggu kemarin tayang. Setelah dighosting lama sama G**TV.

Jaga kesehatan, jaga pola makan, tetap minum air putih yang banyak, jangan telat tidur. Mentang-mentang hari libur.

Sudahi galau mu, mari baca SHEVALONICA bersama ku. Anjayyyy.

Selamat menikmati alur yang belibet dan cukup memusingkan. Jangan sampai terbawa dikehidupan kalian.

Ah iya, jangan lupa promosikan cerita ini, SHEVALONICA ke teman-teman kalian. Supaya makin banyak yang baca dan makin tercapai target aku.

Note: Kalau ada bahasa asing dan tidak ada translate-nya tolong bilang yaa. Mungkin kelewatan jadi lupa translate. Makasih...

*****

HAPPY READING SAYANG

*****

Jangan lupa vote kalau bisa komen juga.
Karena semangat Bubu ada disitu.

C

aca memeluk Rei untuk menghilangkan rasa penat, Rei dengan senang hati membalas pelukan Mymy-nya.

“Om Biyan kemana? Kok tidak ikut.”

Caca melepas pelukan, dia bingung ingin menjawab apa.

Caca dikagetkan dengan suara yang tak asing baginya, dia menatap lelaki yang bicara dengan Rei. “Kenapa cari, Om? Kangen ya?”

“Tidak. Hanya bertanya. Mungkin Mimi yang kangen,”

“REI!!!” Rei sudah berlari kearah Bryan saat Caca mengambil ancang-ancang ingin menggelitik perutnya.

“Om, tolongin, Rei.”

“No, Mymy! Jangan mendekat.” Rei semakin mempercepat langkahnya. Tubuhnya melayang keatas lantaran Bryan mengangkat tubuh Rei.

Caca terkejut karena ia terlalu cepat mengejar Rei dan berakhir menabrak Bryan. Ketiganya terjatuh ke samping dengan salah satu tangan Bryan dijadikan bantalan kepala Caca.

Sedangkan tangan satunya melindungi Rei. Bryan dan Rei sama terkejutnya dengan Caca. Mereka sama-sama meringis merasakan nyeri.

“Sorry,” Caca bangun terlebih dahulu membantu Rei berdiri baru menolong Bryan.

Bryan menatap Caca yang membolak-balikkan tubuh Rei memastikan anak itu baik-baik saja.

“My, stop! Rei oke. Seharusnya yang Mymy tanya Om Biyan bukan Rei.”

Kini Caca menatap Bryan yang memegang lengan. Huh sepertinya lengan Bryan terkilir. Haruskah ia memijat? Tidak, tidak, lebih baik memanggil tukang pijat saja.

“Tidak mau bertanggung jawab, hm?” Caca tersadar dari melamun.

“Sabar dong! Ini juga mau telepon tukang pijat.”

“Aku maunya kamu, bukan orang lain.”

“Tapi dia tukang pijat loh, Bry. Lebih berpengalaman daripada aku.”

SHEVALONICA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang