5. What do You Mean?

281 35 4
                                    

Celinesse terdiam saat di bisikkan seperti tadi. Kemudian ia melihat Halenta berjalan menuju ruangan. Dengan cepat ia langsung mengeluarkan ponselnya untuk mencari bantuan pada Anys. Ah, mungkin kalau Anys tidak cukup membantu mungkin William. Ia dengan cepat mengetik nama William hendak menelponnya namun terdengar suara langkah kaki yang menuju tempatnya. Tanpa pikir panjang Celinesse membuka pesan hendak mengetik sampai ia sudah ingin memencet tombol send tiba-tiba,

"Mulai berani, ya, sekarang." Halenta membaca pesan yang ia tulis untuk William namun tak sampai terkirim. Halenta juga membacanya dengan wajah datar nan dingin. "Kamu minta pertolongan?, aku nggak nyulik kamu, Cenes." jelasnya tertahan.

"Gue berani karena lo itu udah di luar batas ya. Lo pikir lo itu siapa?! Selama ini gue udah sabar banget sama lo. Sori, lo bukan tipe gue. Seberapa keras lo ngejar gue, gue nggak akan mau. Gue nggak pernah mau nyakitin perasaan orang lain, tapi karena lo. Karena lo gue jadi kayak gini. Dan masalah gue chat William, kenapa. Itu hak gue, nggak ada urusannya sama lo."

Percayalah, Celinesse mengungkapkan seluruh isi hatinya dengan perasaan takut. Ia sungguh takut menyakiti orang lain namun ini sudah di luar batas wajar. Ia tidak mau mempersulit dan mendalami semua ini. Cukup, ia sudah berada di tepi jurang pun ia sudah cukup takut namun lelaki yang bernama Halenta ini telah menyeretnya untuk masuk ke dalam jurang yang ia tak tahu apa yang ada di bawah jurang sana.

"Udah selesai bicaranya?" tanyanya dengan wajah datar.

Bahaya. Celinesse melihat seringain di bibir tebal milik Halenta. Bagaimana ini?

"Aku cukup sabar sama perilaku kamu selama ini sama aku."

"Selama ini? Kapan?" kesal Celinesse tertahan, ia memutarkan kedua bola matanya amat kesal.

Halenta dapat melihatnya dengan amat jelas.

Celinesse seketika takut melihat perubahan dari gerak Halenta. Ia melihat Halenta tengah memakai jaket levisnya dan membuka pintu apartmentnya.

"Ayo, aku antar pulang." jelasnya menunggu Celinesse berdiri.

Melihat perubahan sikap dari Halenta membuat Celinesse tak menyia-nyiakan hal itu. Dalam hati ia bersyukur.

Selama di perjalanan, di dalam mobil Halenta sama sekali tidak menengok ke arahnya sedikitpun, dan sikapnya sangat dingin. Disini Celinesse merasa serba salah karena melihat dari kedua sisi bagaimana pun juga Halenta sangat menyeramkan. Sekarang pun, menurutnya Halenta sangat dingin terkesan tak tersentuh.

Tak terasa sampai di depan rumah Celinesse.

Halenta lebih dulu keluar dari mobilnya sedang Celinesse dengan sekuat tenaga mencoba turun lalu berdiri dan tak lupa menutup pintu mobil. Celinesse hanya terkejut melihat Halenta hanya melihatnya saja tanpa membantu. Ia berjalan cukup lambat atau tertatih karena masih merasa linu di area kedua kakinya dari lutut. Itu semua dikarenakan ia terjatuh dari ketinggian di atas kolam saat pelajaran renang tadi.

Halenta berjalan menjauh seakan tak ingin menolong Celinesse. Ia melihat Halenta sangat acuh bahkan ia melihat ada seringaian tipis di bibir tebal milik cowok itu. Sungguh, apa yang akan terjadi hari ini.

Sampai di depan pintu.

Halenta mengetuk pintu sekaligus mengucap salam. Tak lama pintu itu terbuka menampilkan wajah sang ibunda dari Celinesse.

"Ah, Halenta ya."

"Iya ma."

Ma? Pikir Celinesse mengapa ia tidak memanggil tante.

"Ma, Celinesse abis jatuh dari ketinggian ke dalam kolam. Aku membantunya dan lihatlah dia sangat acuh sama aku, Ma. Aku telah membantunya dalam hal kesulitannya tapi dia sama sekali tak mau ngelihat aku." jelasnya dengan wajah murung.

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang