16. Ready?

248 31 10
                                    


Malam ini, dimana malam perkumpulan dari kedua keluarga. Acara lanjutan dari resepsi mereka tadi pagi. Halenta tak henti-hentinya menatap wajah Celinesse begitu sudah ada di hadapannya. Ia seakan terhipnotis dan tak menjawab saat bundanya memanggilnya.

"Henta! Nih anak, ya Alloh, orang tua manggil nggak nyaut-nyaut."

Ketika Armila ingin mendekati anaknya ternyata Sande lebih dulu menepuk punggung Halenta dengan cukup keras membuat Armila terkejut.

"Mas, anak aku!" kagetnya kecil.

Berniat mengusap bahu Halenta keburu Sande yang menarik tangan Armila dan menaruhnya di bahunya.

"Mas," protes Armila lelah tak habis pikir suaminya ini entah mengapa cemburunya dan posesifnya tak pernah hilang, bahkan untuk anaknya sendiri. "Kamu," dengan cepat Sande mengecup punggung tangan Armila membuat yang ada di dekat mereka memandangi pemandangan indah itu.

"Ayah, hari ini hari pernikahan aku sama istri aku. Jadi ayah jangan ganggu momen aku." protes Halenta.

"Masalah, Bung! Kamu juga udah sah sama istri kamu. Mau di anggurin gitu aja, hm?" kata Sande sambil tersenyum nakal.

Sande mengaduh saat Armila memukulnya.

"Enggak sakit, Sayang. Lagi," kata Sande sambil terkekeh.

Armila tak habis pikir, suaminya ini memang sudah gila. Dan lebih gilanya lagi dia adalah istri dari seorang Sande dan sudah memiliki anak dari seorang Sande.

Celinesse yang melihat pemandangan itu cukup terpana. Ternyata benar, Halenta adalah gambaran dari ayahnya. Celinesse akan mencoba lagi secara perlahan untuk menerima hal ini tentunya. Tanpa sadar telah melamun, Celinesse terkejut mendapati Halenta yang sudah menariknya agar lebih dekat dengannya, memeluk pinggangnya erat seakan tak mau kehilangan atau kabur.

Halenta membawa Celinesse menjauh dari kedua anggota keluarganya dan berdiri di tempat duduk pernikahan mereka. Halenta yang tak henti-hentinya memandang wajah cantik dari istrinya membuat Celinesse sedikit risih. Namun yang membuat kagetnya bertambah, tiba-tiba saja Halenta mengecup pipinya berkali-kali membuat suara kecupan yang pastinya hanya ia yang mendengar. Karena beberapa orang yang hadir sedang sibuk dengan hidangan yang ada di pernikahan mereka.

"Kak," kata Celinesse memperingati.

"Kenapa? Itu pahala buat kamu karena pipi kamu udah muasin bibir aku. Karena kamu adalah istri aku." kata terakhir nya seperti bisikan yang sangat tajam di telinga Celinesse.

Celinesse mati-matian agar tak terpengaruh dengan ucapan Halenta. Karena, sesungguhnya seorang Halenta telah mematahkan keinginannya agar tak mau menikah seumur hidup, karena dia tak ingin seperti mama nya yang telah ditinggal pergi oleh ayahnya.

"Masih takut dengan pernikahan? Aku jaminan kamu selama hidup sama aku. Cuma kamu kehidupan aku, Celinesse."

Setelah mengucapkan itu keduanya sama-sama saling menatap sampai membuat keduanya sama-sama terhipnotis oleh pandangan masing-masing. Sehingga tanpa sadar Halenta sudah mendekati bibirnya perlahan membuat Celinesse yang sadar langsung memiringkan kepalanya karena ingatkan Halenta karena mereka sedang berada di depan umum.

**

Shubuh ini, Halenta sudah terbangun sambil memandangi wajah istrinya yang sedang berada di kungkungannya. Berhubung Celinesse sedang datang bulan mengharuskan ia sudah sholat shubuh terlebih dahulu lalu memeluk Celinesse lagi dengan erat.

Tak henti-hentinya Halenta memandangi wajah Celinesse seakan ingin memakannya namun ia harus menahan itu semua. Dia bahkan sudah menghitung hari untuk Celinesse selesai datang bulan tanpa istrinya tau.

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang