21. Bodoh!

189 26 17
                                    


Halenta terus melihat istrinya yang sedang asik makan dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang. Celinesse pun sama, ia membalas senyuman Halenta dengan sangat begitu membuat Halenta mabuk tanpa sadar. Senyuman manis milik sang istrinya hanya miliknya, tawa merdu sang istrinya pun hanya miliknya, bahkan dari segi apapun semua yang ada pada diri sang istri hanyalah milik dia, milik seorang Halenta Gema Angkasa.

Sampai secuil nasi menempel nakal di pinggir bibir sang istri. Membuat Halenta mengambilnya namun ia buat lama sehingga ia menatap nakal wajah sang istrinya yang begitu menggemaskan. Celinesse yang melihat sang suaminya begitu memuja saat melihat nya, ia mencoba untuk menjahilinya dengan cara menggigit jari sang suami yang masih setia berada di bibirnya. Halenta mengaduh, kesakitan sedangkan Celinesse menertawakannya. Halenta yang melihat sang istri tertawa membuat dirinya semakin menginginkan Celinesse lebih. Tetapi, ia masih harus menjaga sesuai janjinya. Bahwa ia tidak akan menghamili Celinesse sampai sang istri lulus.

'Tahan, Lent.' bisik nya dalam hati.

**

"Selesai makan, kamu mau tidur, Sayang?"

"Bentar lagi deh, aku mau kelarin tugas abis itu baru tidur. Nggak apa-apa kan, Kak?"

"Aku temani."

Celinesse mengerjakan tugasnya sambil di ganggu oleh sang suami. Bagaimana cara Halenta sedang bermanja membuatnya sedikit kewalahan. Saat Halenta terus memeluknya lalu menciumi pipinya membuat Celinesse mau tak mau harus cepat mengkelari tugasnya karena malam ini juga ia harus segera mengumpulkannya ke ketua tim humas nya, Rebi.

Sekali lagi, tinggal lembar terakhir yang sedang Celinesse kerjakan dan hampir terselesaikan. Seketika Celinesse mendesah kesakitan karena Halenta tak segan-segan menggigit pundak sang istrinya. Kejam, memang.

"Maaf, Sayang, itu membuat kamu jadi sakit." sedangkan Celinesse hanya mengangguk dan terus melanjutkan tugasnya.

Sebenarnya hal itu sengaja Halenta lakukan agar sang istri meladeninya setidaknya balas kecupan untuknya.

Hingga beberapa waktu berlalu. Celinesse telah menyelesaikan tugasnya dan langsung menatap dalam sang suami hingga membuat Halenta kikuk.

"Kak, boleh aku bertanya?"

"Boleh, Sayang. Tapi, cium aku dulu."

Secepat kilat juga, Celinesse mengecup bibir Halenta yang bahkan membuat seorang Halenta terkejut dibuatnya. Sejak kapan sang istri mau mengikuti kemauan nya secara sukarela seperti ini.

"Tanya apa, Sayang?" tanya Halenta yang mengurung tubuh Celinesse.

"Aku tau, Kakak itu punya cewek."

"Apa?"

"Aku nggak nyangka aja kalo ternyata cewek, Kakak itu anak kampus kita juga. Atau mungkin emang aku yang bodoh. Oh, iya, aku kan emang bodoh."

"Enggak, Sayang."

Halenta melihat Celinesse yang membuang muka dan tak ada lagi senyuman di wajahnya. Bahkan Celinesse mencoba melepaskan diri dari Halenta namun tak bisa.

"Kamu tau darimana? Siapa yang cerita ke kamu kayak gitu?"

"Oh, berarti bener, ya? Aku cuma nggak nyangka aja. Toh, kalo emang kayak gitu nggak apa-apa juga. Aku juga nggak masalah. Ternyata orang bodoh itu bisa jadi makanan lezat ya buat orang kayak, Kakak. Jadi, mau di permainkan kayak apapun nggak akan masalah."

"Pertanyaan aku belum di jawab. Kamu tau darimana?"

"Inlesa Veronica. Aku di ceritain langsung sama cewek, Kakak itu. Bahkan ada foto-fotonya. Sangat jelas. Makasih ya, Kak. Kakak udah nyamar jadi ayah aku yang sekarang lagi tinggal dengan keluarga harmonisnya di luar negeri. Aku bakal urus surat cerainya. Sekarang, aku mau balik ke hotel tempat yang lain menginap. Aku naik ojek online kok, dan aku juga udah kasih tau temen timku buat tunggu aku disana. Permisi, Kak, ini tangan, Kakak lepasin dulu."

Tak ada jawaban sama sekali. Sebenarnya Celinesse takut mengatakan hal itu namun percayalah ternyata sesulit ini ketika kita sudah mulai mempercayai seseorang namun dikhianati dengan sesuatu yang menancap dan yang menancap itu sangat terlihat sehingga ia mengetahuinya lebih awal. Tetapi tetap saja, Celinesse sudah mulai nyaman di dekat Halenta setelah tak lama mereka menikah itu.

"Kamu pikir kamu bisa pergi? Kamu bilang apa barusan? Kamu bakal urus surat cerainya? Sayang, aku bisa ngelakuin apa aja yang aku mau. Misalnya membuat kamu jadi milik aku seutuhnya, aku bisa buat kamu hamil malam ini juga." jedanya membuat Celinesse mulai ketakutan.

"Pertama, Inles itu bukan pacar aku. Kedua, ada foto-fotonya? Persetan sama itu semua! Aku nggak pernah ngelakuin hal menjijikkan seperti yang kamu pikirkan tentang aku karena kamu udah melihat foto-foto itu. Aku bisa bunuh inles di depan mata kamu kalo kamu mau, Cenes!" geramnya.

"Aku bisa bunuh siapapun yang aku mau kalo sampe ada yang buat kamu menjauh dari aku sampe mulut sialan tadi bilang mau menceraikan aku! Kamu bodoh, Sayang, udah percaya sama omongan cewek murahan itu. Kamu bodoh!"

"Aku sangat berterimakasih kamu udah bilang kayak gini karena membuat aku sadar kalo cewek murahan itu memang benar kenyataan nya menjijikkan. Aku bahkan mau injak wajah dia sampe hancur. Lihat, kan, Cenes?! Ini sifat asli suami kamu! Aku bisa aja jadi orang gila kalo mulut kamu sendiri yang bilang sesuatu yang enggak mau aku dengar seumur hidup aku. Sampai kapanpun kita nggak akan bercerai, Sayang. Karena kamu itu hidup dan mati aku!"

Malam itu, adalah malam sebuah pengakuan dari mulut Celinesse. Membuat dirinya benar-benar harus menjadi milik Halenta seutuhnya. Kini, dirinya juga sudah tidak bisa menjauh dari Halenta. Cukup menyakitkan namun malam itu Halenta sangat lembut seakan ia sengaja memperlambat agar Celinesse mengingat semua yang dia lakukan dengan jelas.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Celinesse bukanlah lagi seorang gadis.


























Jadi, penasaran nggak apa yang dilakuin sebenarnya sama Halenta dan inles? Sampe membuat Celinesse benar-benar terperdaya sama ucapan inles.

Tapi, ada beberapa kebenaran yang harus Halenta akui, kalo sebenarnya di foto itu ia memang benar mencium inles.

Nyesek nggak pas tau Halenta kayak gini?
Kalo buat aku si, iya, sakit banget malah. Tapi emang banyak orang yang kayak Halenta, kalo sebenarnya kita nggak bisa selamanya bisa menjadi baik. Dan pastinya kita juga pernah ngelakuin kesalahan dan pada akhirnya belajar dari kesalahan itu. Cerita Halenta di part ini kisah nyata, karena aku ambil dari cerita temenku sendiri yang udah menikah muda.

Nah, buat Halenta sendiri, kok bisa dia kek gitu?, kenapa?, dan gimana?, Aku bakal ceritain next part nya. Jadi, harap menunggu lagi yaaaa~ ini aku dah double up loh. Do'ain aja biar aku lancar UTS supaya cepat up lagi buat cerita Halenta ini. Seeyuuyaaa~^^

Jan lupa vote dan komentarnya~ :)

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang