26. Pekat Namun Manis

175 24 6
                                    


Seiring berjalannya waktu dari tahun ke tahun, dari bulan ke bulan, dari hari ke hari, dari jam, menit dan detik. Saat ini juga. Seperti waktu di kala sebelum berangkat Celinesse berbulan madu.

Ya, benar. Sudah dua tahun pernikahan ini sudah berlalu dan sampai kini, Celinesse menatap dirinya di dalam cermin. Ia menangis mensyukuri telah memiliki seorang Halenta. Ia menyadari bahwa apa yang ia punya tidak melebihi apa yang telah Halenta berikan untuknya. Baginya, ia seperti tak bisa memberikan apa yang sang suami inginkan. Ia mengelus perutnya dengan sayang, bertanya mengapa di dalam sana tak pernah ada nyawa malaikat yang ia dan suaminya inginkan. Keduanya telah berusaha sekuat tenaga mereka lakukan. Tetapi tak membuahkan hasil.

Di dalam kamar, Halenta mendengar suara tangisan merdu terdengar dari balik pintu kamar mandi. Yang dimana pintu kamar mandi tersebut terbuka sedikit sehingga ia dapat melihat bahwa itu adalah suara tangis dari sang istri.

Halenta bangun dari tidurnya. Dengan cepat menghampiri sang istri. Kemudian ia langsung memeluk Celinesse dari belakang dengan begitu erat. Seakan, apa yang sang istri rasakan ia juga merasakan. Di dalam pikirannya, Halenta berpikir bahwa ia memang sangat menginginkan seorang anak. Namun, apa yang telah ia lakukan selama dua tahun ini tidak dapat membuat istrinya hamil.

Tanpa Celinesse tau, Halenta telah mencoba memeriksa keadaan dirinya terlebih dahulu. Dan hasilnya terlihat bahwa Halenta sehat bugar bahkan tak ada penyakit yang membuat dirinya tak bisa memiliki anak. Ia pun berencana akan membawa sang istri untuk memeriksa.

**

"Maafin aku, ya, Kak." kata sang istri dengan wajah yang sangat tegar tanpa tangisan.

"Sebentar lagi kamu akan diperiksa seluruhnya. Aku yakin, kita bisa, Sayangku. Tersenyum, Sayang." ucap lembut Halenta.

Celinesse pun tersenyum. Sebelum memasuki ruangan, Halenta mencium kening sang istri dengan sangat dalam dan penuh cinta kasih sayang. Bahkan, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia berharap bahwa sang istri sehat seperti dirinya dan ini semua hanyalah tinggal menunggu waktu. Jika Tuhan mempercayai mereka, maka Tuhan telah meridhoi nya.

Satu jam kemudian. Celinesse keluar dengan wajah seperti habis menangis. Halenta tak akan menanyakan, ia tak ingin melukai hati istri tersayang nya ini. Ia pun memeluk Celinesse lalu membuat sang istri untuk menunggu dan kini gilirannya.

Sebenarnya, Halenta sudah memeriksa tubuhnya. Ia masuk ke dalam akan mendengar penuturan dari dokter tentang keadaan istrinya.

"Itu nggak mungkin. Pasti ada kesalahan. Anda mau cari mati?!"

"Halenta, ini benar. Semuanya belum terlambat. Ia bisa melakukan terapi atau meminum obat yang akan saya berikan. Saya tidak janji dengan pengobatan itu."

"Astaghfirulloh. Anda bisa berjanji?!"

"Semua kehendak Tuhan, Halenta. Tuhan saya dan kamu tentu berbeda. Kamu bisa meminta lebih dengannya karena saya yakin Tuhanmu adalah Tuhan yang paling Sempurna."

Hening. Keduanya sama-sama terdiam. Halenta merasa bahwa selama ini ia telah menyakiti istrinya. Lebih tepatnya ia cukup menuntut istrinya karena keinginannya yang sangat besar memiliki anak.

"Apa istrimu pecinta kucing?"

**

Halenta mengajak Celinesse ke suatu tempat. Ia ingin selalu membahagiakan istri tercintanya. Sampai matipun akan ia lakukan. Demi kebahagiaan, Cenes nya.

"Sayang, kamu mau makan sesuatu?" tanyanya lembut.

Setelah keluar dari rumah sakit. Halenta terus menatap wajah sembap sang istri. Ia bertanya pada sang dokter bahwa Celinesse tidak mengetahui hal 'itu'. Lalu, apa Celinesse merasakan nya? Kalau memang, iya. Halenta berharap itu tak akan membuatnya selalu bersedih. Halenta tak mengapa akan hal itu. Yang terpenting adalah memiliki seorang Cenes nya hal yang sangat terindah untuknya.

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang