23. Celinesse milik Halenta 2

213 26 10
                                    

"Kak, aku mau bilang sesuatu, boleh?"

"Boleh dong, Sayang. Kamu itu segalanya buat aku. Kamu mau bilang apapun yang kamu mau, silakan. Tapi, aku mohon, berkata yang baik. Aku bahkan nggak mau denger kamu berkata yang nggak mau aku dengar seumur hidup aku seperti semalam." keduanya saling menatap. "Ada apa, Sayang? Kamu mau apa? Hm?" tanya Halenta lembut sambil mengusap lembut pipi Celinesse dengan amat sayang.

"Kayaknya aku, udah jatuh hati sama, Kakak. Boleh, kan, Kak?"

Halenta selalu terhipnotis dengan suara merdu milik istrinya ditambah lagi dengan pengakuan cinta dari sang istri. Membuat Halenta bisa saja pingsan karena tak kuat oleh pengakuannya atau menerkam istrinya jika tidak ingat kalau mereka sedang berada di luar. Sebenarnya tak banyak orang yang datang ke tempat sejuk ini karena pantai ini begitu luas. Lagipula Halenta sengaja mencari bagian tempat yang cukup jauh dari orang banyak. Namun, Halenta tak ingin membuat istrinya kesakitan lagi.

"Kalo aku minta kamu buat selalu jatuh hati terus sama aku, boleh, kan, Sayang?"

Kini, gantian Celinesse yang terdiam. Ia tak bisa menyembunyikan detak jantungnya. Bahkan, Celinesse juga bisa melihat Halenta yang terus menatap ke arah bibirnya. Hal itu sangat membuatnya gugup.

"Boleh, Kak." jawab Celinesse terlihat malu-malu membuat Halenta gemas melihatnya.

"Bisa panggil aku, sayang juga, nggak?"

"Bisa, Sayang."

Celinesse terkejut kala Halenta menjauh lalu menjerit. Lalu Halenta mendekatinya lagi.

"Kalo panggil aku, suamiku, bisa juga?"

"Bisa, dong, Suamiku."

Celinesse terkejut untuk yang kedua kalinya saat Halenta berteriak kembali. Keduanya saling tersenyum. Menatap dengan tatapan sayang. Kini, Halenta merasakan hati Celinesse penuh cinta yang dimana ia juga amat sangat mencintai.

Keduanya berpelukan. Halenta cukup erat memeluk Celinesse seakan ingin meremukkan nya namun ia langsung tersadar dan meminta maaf. Setelah itu, keduanya pun berjalan mengitari pantai dengan genggaman tangan erat dan senyuman penuh cinta yang memabukkan.

Sambil berjalan, kedua tangan mereka menggenggam erat mesra, lebih tepatnya tangan Halenta yang benar-benar tidak mengizinkan Celinesse untuk melonggarkan genggamannya. Keduanya menyusuri pantai dengan senyum yang tak terselesaikan. Senyuman banyak cinta dan malu-malu terpancar seperti anak sekolah yang sedang pedekate an.

Sampai di jembatan pantai seperti macam perbatasan. Karena terlihat jika keduanya menyebrang, mereka akan memasuki kawasan hutan lindung. Seperti macam tempat pertumbuhan segala macam jenis aneka tumbuh-tumbuhan yang liar maupun yang dilindungi.

"Mau melihat bunga disana?"

"Boleh, Kak."

Akhirnya keduanya pun memasuki hutan lindung tersebut. Di dalam lumayan banyak pengunjung. Beberapa ada yang datang bersama keluarganya. Ada juga yang berpacaran dan juga penjaga hutan lindung tersebut.

Sampai keduanya berkunjung setelah satu keluarga selesai mengunjungi bunga mawar. Mereka mengitari sepanjang jalan kebun mawar itu sambil mengobrol hangat.

"Yang, aku mau tanya, ya,"

"Hm."

Biasanya, jika Celinesse hanya menjawab dengan gumaman, ia akan dimarahi karena menjawab dengan tidak benar. Padahal, ia sudah terbiasa menjawab dengan gumaman seperti itu.

"Okeh. Sebenernya, sayang, kamu mulai jatuh hati sama aku sejak kapan?" tanya Halenta bertanya sesantai mungkin dengan nada yang terdengar bahagia.

Bahkan, tak sadar kalau itu mampu membuat Celinesse sedikit terbata dalam reaksi tubuhnya.

"Belum lama ini. Tapi, aku sempat kecewa sama kamu karena ke salah pahaman tentang semalam. Kalo kamu udah ingkar janji." jawabnya sedikit cemberut.

"Iya, Sayang, maafin aku. Aku bakal lakuin apa aja yang kamu minta. Supaya kamu bisa maafin aku. Dan trimakasih udah jatuh hati sama aku."

"Aku juga."

Keduanya saling melempar senyum.

Menatap dalam.

Sampai kedua mata mereka seperti ikut tersenyum juga.

Keduanya terus mengobrol dan tersenyum sambil berjalan menikmati sunyi nan segarnya hutan.

"Sayang, semalam aku keren, kan." goda Halenta sambil tersenyum jahil.

"Aku nggak mau bahas." ketus Celinesse sambil menahan senyum.

"Itu kalo udah terbiasa, tapi sama aku, ya! Bakalan lebih nikmat, Sayang." godanya semakin menjadi.

Tanpa Halenta sangka, Celinesse mengecup bibirnya dengan cepat. Dan itu membuat jantung Halenta berdebar dua kali lebih cepat. Ia bahkan terlihat tersenyum seperti orang gila.

"Jangan bahas itu lagi." katanya dengan senyum malu-malu.

"Udah gitu, aku inget waktu di kantin kamu cari yang namanya Halenta. Ternyata orangnya ada di depan kamu." jedanya lalu tertawa riang. "Dan waktu di perpustakaan, aku sangat menikmati cium-," Celinesse mengecup bibir Halenta lagi dengan cepat agar terdiam.

Halenta tersenyum lagi. Lebih tepatnya senyum malu-malu sambil menatap istrinya dengan amat memuja. Seakan pandangan nya hanya untuk istrinya, Cenes nya.

"Waktu kita ciuman-akh," Halenta meringis, mengaduh sakit karena Celinesse baru saja memukul bahunya, geram karena Halenta tak henti-hentinya membuat Celinesse malu sendiri dengan menceritakan tentang mereka berdua dulu.

Dengan cepat, tangan kanan Celinesse yang tadi sempat memukul bahunya itu ia ambil dan ia masukan ke dalam saku jaket yang ia pakai. Hal itu mau tak mau mampu membuat keduanya tak sanggup untuk tidak tersenyum.

Halenta bergumam dalam hati. Ia bahagia karena Celinesse telah mempercayai nya setelah apa yang ia ceritakan dan ia buktikan tentang semalam. Kesalahan pada malam itu, murni hanya kecelakaan dan itu semua sudah direncanakan oleh si perempuan yang bahkan namanya saja tak ingin Halenta ucapkan.

Kini, Celinesse sudah benar-benar menjadi hidup dan matinya sampai kapanpun.


























Sampe sini TAMAT? 👀

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang