11. Topeng Sudirman

226 27 5
                                    


"Lo apa-apaan si, Dis. Cewek murahan banget Lo. Jangan harap gue suka sama Lo!" caci nya.

"Lo tega banget ngomong kayak gitu ke gue. Nggak nyangka."

"Kenapa? Lo kaget? Gue cuma baik sama Celinesse doang ya. Cewek macem kayak Lo pergi aja. Minggir!" katanya sambil menepis tubuh Adisti.

"Sudirman." panggilnya namun tak di gubris.

Tak jauh dari Adisti berdiri, Sudirman berbalik dan berkata, "Cewek kayak Lo nggak pantes dapet cinta dari gue. Yang pantes atas diri gue itu cuma Celinesse. Perempuan yang amat gue sayangi." jelas Sudirman menusuk.

"Tapi sayangnya, Celinesse nggak Sudi sama Lo!" kesal Adisti.

"Heh, jalang, jangan asal ngomong ya!" sentak nya sudah menarik kerah baju milik Adisti.

Adisti tertawa, "Banci banget Lo bisa kasar sama cewek. Ternyata gue salah suka sama orang. Bye, Sudirman. Enyah!" bentak Adisti menepis tangan Sudirman dari kerah bajunya lalu meninggalkan nya, sendirian.

Selepas Celinesse di datangi oleh sahabatnya, Anys. Adisti dan Sudirman tertinggal berdua. Setelah pengungkapan perasaan Adisti, Sudirman membawanya ke koridor samping kampus yang jarang di lewati oleh mahasiswa disana. Keduanya bertengkar, beradu mulut, bahkan sang lelaki hampir berbuat kasar pada si perempuan.

**

Keesokan harinya. Celinesse baru saja keluar dari kamarnya, ia melihat pemandangan di meja makan sudah terduduk manis sang Halenta. Mama nya yang melihatnya langsung menyambar.

"Sini sayangnya mama duduk. Sarapan dulu. Jangan pernah ninggalin sarapan. Kamu itu punya magh, Sayang."

Ia sudah tahu, ini pasti ulah Halenta yang berbicara pada mama nya kalau ia kemarin sempat meninggalkan sarapannya. Ia melihat Halenta duduk dengan manis dan tenang sambil mengunyah makanannya tanpa melihat ke arahnya.

"Ma, tapi aku kemarin ada tugas dan harus di kumpulin pagi itu juga." protes nya.

"Kan dosennya belum sampe kantor. Kamu bisa aja nyelinap pagi-pagi." Celinesse terdiam. "Masih kurang pagi?" tanya sang mama ingin dengar jawaban sang anak.

"Ma, aku yakin nggak bakal keburu. Dosen aku itu yang kemarin killer. Dan aku malamnya di haruskan tidur tepat waktu. Sedangkan aku masih pagi buta langsung buru-buru kerjain. Lagian kelar nugas dan taruh tugas di meja dosen aku langsung ke kantin kok bareng Sudirman." kata yang terakhir mampu membuat Halenta menatapnya tajam dan terkejut.

"Sudirman, siapa Sudirman?"

"Teman aku ma. Udah gitu juga aku dibantu kerjain sama dia."

Mamanya agak terkejut. "Okay, jangan deketin Sudirman lagi. Mama dengar dia nggak baik buat kamu. Kamu hampir di celakain sama dia, kan?" Celinesse hanya mengangguk. "Baik, sarapan dengan Halenta. Mama berangkat dulu."

"Fighting, Ma."

"You too." setelah mengucapkan salam, mama Celinesse berangkat dengan membawa mobil yang ia kendarai tentunya.

Semenjak tiga tahun lalu semuanya telah berubah dan sang mama telah bercerai dengan sang suami. Celinesse yang tahu itu telah menerima dan ia memilih untuk bersama sang mama. Karena ternyata sang ayah telah memiliki anak lagi bersama selingkuhan nya. Celinesse menangis. Ia meratapi kesedihannya. Ia trauma bahkan tak ingin mengenal lelaki manapun tetapi dengan adanya Halenta, Celinesse mulai terbiasa dengan kehadiran seorang lelaki.

"Kan ada aku, Sayang." kata Halenta mendekatkan diri ke tempat Celinesse duduk.

"Kakak yang suruh aku buat tidur tepat waktu." ujarnya sambil memakan sarapannya.

"Maaf. Lain waktu jangan pernah ngerjain tugas dadakan. Kasih tau aku kapanpun. Every time." jelasnya sambil tersenyum.

Celinesse menatap mata teduh milik Halenta. "Kak, aku mau tanya,"

"Apapun, Sayang." katanya masih terus memandangi Celinesse dengan tatapan memuja.

Dengan tangan yang merangkul bahu Celinesse membuat keduanya duduk begitu dekat apalagi Halenta yang mulai berubah tatapan matanya. Sedangkan Celinesse tak menyadari itu.

"Kakak, kenapa nggak suka sama cewek lain. Karena kan banyak cewek di luar sana yang lebih cantik dan lebih sempurna hidupnya ketimbang aku," kata Celinesse perlahan.

Bukan jawaban yang ia dapat namun kecupan lembut di pipinya yang teramat lama. Celinesse langsung menghentikan sarapannya.

"Aku udah nggak sabar untuk nikahin kamu. Mungkin aku udah nggak waras menurut kamu tapi emang benar aku udah terlanjur tergila-gila sama kamu. Kamu masih tanya lagi? Atau jawaban aku masih kurang memuaskan kamu? Aku bisa memuaskan kamu kalo kamu mau tau."

Celinesse melihat Halenta yang terkekeh, kenapa, apa ada yang salah. Halenta tersenyum malu sambil melipat bibirnya agar tak tersenyum lebar.

"Kamu berhasil buat aku tersipu malu pagi ini, Sayang."

What?

Di kampus. Celinesse benar-benar tak habis pikir dengan segala tingkah laku Halenta. Mereka berdua itu bersama di sebuah universitas namun kampus keduanya berbeda gedung. Tadi, sampai di parkiran Halenta tersenyum terus menerus dan dia sesekali memandangi wajah Celinesse penuh akan cinta tetapi itu semua tak di gubris oleh Celinesse. Ia bahkan tak sadar sampai ia keluar dari mobil dan terperanjat saat Halenta mencium keningnya lama. Lalu tersenyum manis di depan wajahnya. Celinesse sempat terpana. Ternyata Halenta benar-benar ciptaan Tuhan yang Maha Sempurna.

"Sampai nanti, calon istriku." ujarnya sambil mencium ujung hidung milik Celinesse dengan gemas.

Sedangkan Celinesse hanya tersenyum. Pertama kalinya, untuk lelaki itu.

Di Perpus. Adisti menangis tersedu, ia menceritakan semua yang ia alami kemarin dengan Sudirman. Untungnya perpus pagi ini masih sepi dan belum ada penjaga perpus sehingga membuat keduanya bebas bersuara.

"Gue di katain jalang sama si brengsek itu. Bajingan." kesalnya.

"Dis, maaf."

"Lo nggak salah, Nesse, tapi si bajingan itu yang sialannya nggak kepalang. Nggak sudi gue liat dia lagi."

"Kita emang harus jauhin dia, Dis."

"Lo nggak perlu takut, Nesse. Ada gue." ujar Adisti langsung menghapus air matanya dan memeluk Celinesse.

Celinesse terus mengusap lembut punggung Adisti agar berhenti menangis. Ia berpikir bahwa Sudirman sudah sangat keterlaluan bahkan ia tak menyangka mengapa Sudirman bisa se-bajingan yang dikatakan Adisti.

"Dis, terus gimana? Bukannya Lo suka sama Sudirman." pertanyaannya membuat Adisti melepas pelukan lalu menatap Celinesse.

"Nesse, gue percaya, Tuhan itu bakal kasih yang terbaik buat gue. Bukannya salah seorang dari dua orang itu bakal ada yang berkorban ya?" Celinesse mengangguk. "Kalo di agama Lo gimana?" tanyanya sambil menyeka air matanya.

"Um, sama. Berkorban juga. Karena, dua orang itu nggak akan di takdirkan kalo Tuhan nggak kasih izin. So what, kalo masalah kebetulan juga pasti nggak akan se-menyedihkan atau sebahagia itu. Salah satu pasti ada yang berkorban. Dan sebagai gantinya pasti pengorbanannya bakal balik lagi ke orang yang mengorbankan tadi."

"Kalo pengorbanan baik, gimana?"

"Berarti bakal dapet yang baik juga. Lo tenang aja." jelas Celinesse sambil tersenyum manis.

"Pagi manis." tiba-tiba Sudirman mendatangi keduanya tanpa tahu malu.

Ia tersenyum seakan tak pernah melakukan apapun terhadap Adisti. Ternyata senyuman Sudirman di balas oleh Adisti dan juga Celinesse membuat senyuman Sudirman seketika luntur. Ia bertanya dalam hati, 'senyum apa tadi?'.



























Kesel buanget loh! KBL! KBL!, sama Sudirman. Gemes sendiri aku jadinya haaaaa klo kalian gimana 😂

Jan lupa votement nya y gesss~ 🤗

Oiya, 4-0 y ges, (IDN 0-4 THAI) 🙂

TETAP SEMANGAT 🔥

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang