24. Madu, Bulan?

194 18 4
                                    


Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Halenta telah mengajak Celinesse pergi ke suatu tempat. Pukul empat shubuh tadi, Halenta telah sibuk entah mempersiapkan apa. Celinesse yang terbangun pada pukul setengah enam pagi, bingung melihat sang suami yang sangat sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Saat melihat aktivitas Halenta yang sedang sibuk membereskan barang-barang. Halenta melihat ke arahnya lalu tersenyum dan menghampiri nya. Tanpa di duga, Halenta langsung saja mengecup bibir sang istri lalu,

"Ciuman shubuh. Bosen kalo bilang morning kiss hhee." kekehnya riang membuat Celinesse tak tahan ingin ikut tersenyum.

Setelah itu ia kembali sibuk dengan aktivitasnya tadi.

Di dalam kamar mandi, Celinesse bercermin. Seketika ia menangis tanpa suara. Ternyata, ia mengalami menstruasi. Datang bulan dadakan itu membuat Celinesse mendengar Halenta yang menghela napas, seakan sangat menginginkan seorang bayi dalam kandungannya. Celinesse mengelus perut ratanya. Apakah ia bisa hamil? Sebisa mungkin, Celinesse akan mencoba memenuhi keinginan suaminya untuk memiliki seorang buah hati dalam rahimnya.

**

Ternyata, Halenta mengajak Celinesse ke luar kota. Oh, pulau cinta di Gorontalo. Keduanya sampai dengan pesawat. Celinesse sangat bahagia, rasanya memiliki seorang Halenta adalah sebuah anugerah untuknya. Ia tersenyum kala Halenta terus menerus menciumi telapak tangannya dengan sayang. Ah, sepertinya mereka sedang berbulan madu. Celinesse sadar akan hal itu, ia bahkan ingat jika ia saat sekolah menengah atas dulu sangat ingin pergi ke pulau ini. Dan siapa sangka Halenta telah mengabulkan keinginannya. Entah ini kebetulan atau tidak yang jelas Celinesse bersyukur akan hal itu.

Di dalam penginapan yang Halenta pesan. Celinesse melihat-lihat sekitar. Betapa indahnya hamparan luas pantai tersebut. Saat menikmati pemandangan yang luar biasa indah itu tiba-tiba saja Halenta datang dengan memeluk Celinesse dari belakang. Dekapan erat itu Halenta buat selembut mungkin, baginya, istrinya ini adalah segala-galanya. Baginya, Celinesse adalah bagian napas yang ia punya, oksigen yang ia simpan dan ia jaga sampai kapanpun.

"Gimana perasaan kamu? Kamu suka, Sayang?"

"Alhamdulillah, aku suka. Kamu tau?"

"Aku mengabulkan keinginan kamu?"

"Huh?" kagetnya karena itu yang mau ia katakan.

"Aku benar?"

Celinesse mengangguk gugup.

"Sayang," panggilnya sambil menuntun Celinesse untuk duduk di ayunan yang sudah disediakan.

Namun, Celinesse malah mengajak Halenta untuk duduk di pinggir pantai tersebut. Dengan kaki yang berada di dalam air.

"Kenapa, Kak?"

"Boleh aku tanya tentang masalah kemarin?"

"Boleh."

"Apa, kemarin itu aku jahat?"

"Jahat kenapa?"

"Karena perempuan itu yang membuat kita salah paham,"

"Aku tau itu karena di sengaja sama dia. Kamu menikmati kesengajaan dia, Kak?"

"Kamu percaya aku?"

Keduanya saling menatap. Celinesse menunduk.

"Kak, mau punya istri dua?"

"Apasih, Yang. Sekali lagi ngomong kayak gitu aku marah loh." ucap Halenta dengan wajah murungnya.

"Aku seriusan tanya loh,"

"Aku cuma mau kamu, Celinesse. Sebesar apapun kamu suruh aku pergi. Itu nggak akan buat aku mundur. Jangan membuat aku mengancam, Cenes."

Celinesse melihat keseriusan dari mata Halenta yang memang ia tak pandai berbohong. Selama ini, Celinesse sesekali berani menatap Halenta yang nyatanya tatapan itu tak pernah ada kebohongan. Celinesse bangga mengetahui hal itu.

"Emangnya kamu mau ngancam aku gimana?"

"Perkosa istri sendiri." ucapnya lalu terkekeh membuat Celinesse langsung meninju lengan dan bahu suaminya itu dengan kesal.

Halenta tertawa sangat bahagia dan itu membuat Celinesse tertawa bahagia juga disampingnya.

























Ada yang bisa nebak? Cerita Halenta ini bakal ending happy/sad~

Halenta beberapa part lagi bakal kelar kok. Jadi, jangan bosen-bosen yaaa~^^



HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang