Di ruang taekwondo. Halenta sedang melatih adik kelasnya dengan penuh kedisiplinan. Bagaimana tidak, ada beberapa dari mereka yang datang telat dan langsung terkena amukan darinya. Alwan yang melihat pemandangan itu hanya menggelengkan kepalanya karena memang inilah sifat asli dari seorang Halenta. Mungkin, Celinesse akan tahu lebih dalam lagi nantinya setelah mulai hidup bersama dengan Halenta. Sesekali Alwan membantu adik kelasnya agar tak sampai terkena amukan dari sahabatnya itu."Sini, sama gue. Daripada Lo kena amukan si, Bos."
Dua adik kelas itu menghampirinya dan berdiri di hadapannya.
"Itu kenapa, Bang? Bang Henta biasanya kalo ngamuk sekali aja kelar, kok ini daritadi nggak kelar-kelar, si, Bang."
"Iya, Bang. Bagus, si, karena ngamuknya nggak pake kekerasan cuman di tereakin doang. Tapi, kan kita yang denger ngeri-ngeri sedep."
Alwan tak bisa menahan tawanya. Ia tertawa sampai kelihatan semua giginya membuat kedua adik kelasnya tadi juga ikut tertawa.
"Biasa, lagi pms."
"HA!" kedua adik kelasnya sama-sama terkejut lalu setelahnya mereka tertawa atas jawaban Alwan yang asal itu.
Setelah selesai latihan taekwondo. Halenta kembali ramah pada adik kelasnya yang berterima kasih padanya lalu pamit dengan sopan. Ia tersenyum sebagai balasan. Setelah ruangan taekwondo sepi, ia terduduk sambil menghabiskan satu botol air mineral sekali teguk sampai berhasil membuat Alwan melongo dibuatnya.
"Emang iya, si, capek ngajarin anak tingkat di bawah kita. Tapi cara minum Lo kek orang macul tanah sawah sepuluh hektar."
"Modar, bego!"
Alwan hanya tertawa. Ia senang sekali melihat Halenta sudah berbicara lepas seperti tadi. Karena dari awal tadi, Halenta sama sekali tidak mengajak dia ngobrol bahkan menatap Alwan pun tidak sama sekali.
"Lo kenapa tadi? Masa gue di cuekin, kan adek sedih, Bang." suaranya dibuat seperti perempuan sebisa mungkin.
"Jijik, bangsat!"
"Anjay, neng kan nggak suka di anggurin, Bwang!"
"Sialan!"
Cekikikan Alwan terdengar menggelegar membuat ruangan taekwondo yang sudah sepi sehingga membuat suaranya nyaring dan menggema.
"Iya, sori-sori. Lo kenapa, Hent?" Halenta menyipitkan kedua matanya. "Masih gara-gara si Sudirman?"
"Udah tewas belum si cupu itu?"
Mendengar pertanyaan horor dari Halenta membuat Alwan mulai siap siaga karena mungkin, akan ada korban selanjutnya.
"Parah, si. Anak orang sampe tepar gitu, Hent. Sampe bonyok mukanya, bukan tewas lagi, dah mati, Hent. Biar Lo seneng dengernya."
"Tewas, mati. Sama aja, tolol!"
Bahkan mendengar kata-kata kasar dari Halenta lebih baik ketimbang melihat temannya itu hampir membunuh seseorang. Ia bahkan tak siap jika itu terulang kembali seperti kejadian dua tahun lalu.
"Terus, sekarang masalahnya apa, Brother?"
"Galendra. Dia cari mati, Wan."
"Oh, temen tongkrongan nya si, Angga. Kita satu fakultas tapi beda jurusan, kalo nggak salah dia anak IT. Jadi bener, waktu Angga cerita sama Lo waktu di hari pernikahan Lo?" Halenta hanya mengangguk sebagai jawaban.
**
Galendra tidak seperti biasanya pergi ke kantin. Biasanya, ia akan kumpul dengan teman satu tongkrongannya di sebuah kedai warkop sambil menyebat. Sampai dimana seseorang yang ia cari sedari tadi telah ia temukan. Disana duduk dua orang perempuan dengan tawa yang menghiasi wajah mereka. Dari jauh dapat Galendra lihat bahwa perempuan itu sudah memakai jilbab. Namun tidak apa karena mau bagaimana pun si perempuan menurut nya tetap terlihat cantik dengan ke naturalan nya. Ia pun mulai mendekati.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALENTA (Completed)
Romance^Blurb^ [16+] Halenta. Adalah seorang cowok dingin yang sangat manis. Akan bersatu dengan air yang mengalir penuh rahasia kehangatan adalah. Celinesse. #31 August 2021