18. Rayu

192 25 4
                                    


Sepulang kampus, Celinesse tengah duduk di halte sambil menunggu seseorang. Sampai beberapa menit kemudian awan cerah mulai berganti menjadi awan mendung dan amat gelap membuat dirinya yang tinggal seorang diri tengah duduk di derasnya hujan. Beberapa orang satu persatu telah meninggalkan halte tersebut. Tak menunggu waktu lama, sebuah mobil terparkir sambil keluarlah seorang Halenta menggunakan payung. Ia menunduk lalu mencium bibir Celinesse kilat dan mendekap pundaknya, membawanya masuk ke dalam mobil.

Celinesse yang sudah berada di dalam mobil masih terkejut dengan apa yang dilakukan Halenta tadi. Kenapa dia bisa membuat jantungnya berdebar seperti ini, untung saja sedang hujan jadi tidak terlalu terasa, seperti nya. Saat melirik Halenta yang sudah masuk dan duduk di kursi kemudi. Terlihat cengiran nakal darinya. Celinesse melotot, apa saat pundak ia di dekap Halenta bisa jelas merasakan detakan jantungnya? Pikirnya.

"Kamu lucu banget deh kalo ketauan deg-degan karena aku. Aku seneng banget loh tau hal itu." sindirnya sambil tersenyum nakal kemudian melajukan mobilnya ke arah jalan rumah mereka.

**
"Kita nggak usah ikut acara studytour kampus, Yang." katanya sambil memakai baju kaos berwarna putih hingga memperlihatkan otot-otot nya yang sangat terlihat entah mengapa beberapa hari setelah menikah Halenta gemar makan dan diselingi oleh olahraga nya.

Celinesse yang memikirkan hal itu menggelengkan kepalanya kenapa ia bisa fokus terhadap otot dari lengan suaminya. Tak sadar ia memukul kepalanya pelan dan disadari oleh Halenta.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Halenta sambil memegang kedua pipi Celinesse.

"Aku nggak apa-apa." jawabnya seraya melepaskan kedua tangan milik Halenta yang tadi memegangi pipinya.

Halenta melihat curiga ke arah Celinesse, "Kamu lagi nggak ada niatan selingkuh, kan dari aku? Aku ini suami kamu loh bukan pacar kamu lagi." Celinesse terkejut sudah di curigai seperti itu, ia hanya menggeleng. "Awas ya, kalo kamu macem-macem. Aku macem-macem in balik nanti. Kalo sama aku nanti lebih nikmat kalo macem-macem in nya." ujarnya sambil tertawa nakal.

Entah keberanian darimana Celinesse langsung melemparkan bantal di sisi kanannya ke arah depan wajah Halenta. Halenta yang menerima itu seketika diam lalu dengan cepat ia menggelitiki Celinesse yang ia tahu bahwa istrinya itu tipe orang yang penggeli.

Melihat Celinesse yang minta ampun karena tak sanggup. Halenta pun mengurung Celinesse yang berada di bawahnya. Keduanya saling menatap dengan sangat intens.

"Sayang, aku boleh minta hak aku, nggak? Tapi aku nggak maksa kok. Aku bakal tunggu kamu sampai kamu siap." katanya dengan suara dalam.

Celinesse mencoba untuk tak menatap kedua mata Halenta, ia melihat ke arah kanan dan kiri dengan ragu ia menjawab, "Maaf, aku belum siap."

Mendengar hal itu Halenta tenggelam. Ia menenggelami wajahnya di rambut panjang milik Celinesse. Ia menghirupnya dengan dalam dan tercium wangi bunga chamomile. Begitu dengan yang memilikinya, seluruh tubuhnya yang ia puja mati-matian harus rela mendengarkan hal yang cukup membuatnya menderita. Ia ingin sekali menghamili istrinya ini namun ia juga memikirkan kalau masih ada setahun lagi untuk sang istri kelulusan. Sedangkan Halenta sudah akan wisuda di tahun ini, ah, mungkin akhir tahun ini.

Masih dalam posisi seperti tadi, Halenta terus memandangi wajah Celinesse yang nampak tersipu malu. Ia sangat senang melihatnya.

"Baik. Buat lusa, kita nggak ikut studytour kampus, ya."

"Emangnya kenapa, Kak? Kan enak jalan-jalan. Aku juga udah kepilih jadi panitia bareng Adisti." jujurnya namun membuat Halenta tak rela.

"Nanti aku bilang sama ketua panitianya kalo kamu nggak bakal ikut."

"Kak,"

"Kamu itu istri aku, kan. Istri itu harus menurut apa kata suaminya. Maaf, aku emang egois, Nesse. Karena aku nggak mau orang lain lihat kamu kecuali aku. Kalo kamu tebak aku ternyata orang yang paling egois, berlebihan, entah yang lainnya, kamu benar. Maaf, aku keterlaluan mencintai dan menyayangi kamu lebih dari diri aku sendiri. Aku hampir gila kalo lihat kamu sama lelaki lain. Jangankan lelaki, aku sempat cemburu dengan Anys bahkan Adisti saat mereka berdua bisa sentuh kamu, peluk kamu, genggam tangan kamu. Aku seperti itu, Nesse."

"Mereka itu teman aku, Kak. Buat apa di cemburuin? Kenapa?" tanya Celinesse terkejut, sekali.

"Kamu bisa anggap aku nggak waras karena kenyataannya aku emang sangat tergila-gila sama kamu, Celinesse. Sejak awal pertama kita saling berhadapan. Waktu kamu menunjuk dimana laki-laki yang bernama Halenta. Tepat, telunjuk kamu mengarah sama aku saat itu juga aku jatuh cinta sama kamu."

Celinesse tak habis pikir dengan isi hati Halenta selama ini. Yang ia tahu Halenta yang tiba-tiba berhadapan dengannya, mengklaim dirinya, lalu sering menemuinya, setelah itu menghilang dan memberikan luka setelahnya datang kembali dengan berbagai macam rahasia kesunyiannya.

"Waktu kamu mencoba bernegosiasi dengan aku bahwa kamu mengatakan teman kamu yang suka sama aku. Dari situ aku melihat betapa respect nya kamu dengan teman kamu."

"Tapi itu emang kenyataan nya, kalo Anys yang ngejar, Kakak, bukan aku."

"Baik, tapi sayangnya disini aku yang ngejar kamu bukan ngejar teman kamu. Apapun yang ingin kamu bilang, jelas aku, aku sekarang lagi sibuk-sibuknya di tahun akhir ini. Aku nggak mau kamu pergi kemana-mana maka dari itu aku akan minta sama ketua panitia agar kamu digantikan."

"Kak, aku mohon,"

Halenta, yang melihat Celinesse memohon di bawahnya membuatnya hampir hilang akal. Ia sesegera mungkin bangun lalu terduduk dan itu diikuti oleh istrinya yang masih saja terus memohon agar ia diizinkan untuk mengikuti kegiatan kampus mereka. Beberapa kali Halenta menahannya, namun Celinesse terus menarik ujung bajunya sedikit namun hal itu membuat masalah besar bagi Halenta.

Ia mulai tak bisa menahannya selain merengkuh leher belakang istrinya lalu memagut bibirnya dengan tak sabaran. Ia melakukan itu kesal karena Celinesse membuat dinding pertahanan nya runtuh sehingga ia melakukan sesuatu hal yang cukup jauh. Bahkan, Celinesse terlihat kaget sekaligus takut untuk menerima nya.

Keesokan paginya. Keduanya sama-sama bersembunyi di dalam selimut. Celinesse telah terbangun lebih dulu dan ia mencoba untuk melepaskan diri namun tak sepadan dengan Halenta yang mengurungnya dengan tubuhnya. Celinesse hampir teriak kala ia mendapati bahwa tubuh keduanya hanya tertutupi pakaian dalam di balik selimut. Sejenak ia mengingat kejadian semalam, dimana Halenta hampir saja melakukannya. Ia sedikit bernapas lega namun bayangan Halenta yang sangat brutal menciumnya semalam dan hampir seluruh anggota tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki dibuat tanda olehnya. Celinesse sampai berpikir, apakah ia akan mati semalam?

Ia pun mencoba untuk memindahkan lengan Halenta yang memeluknya begitu erat. Bahkan, Celinesse merasakan bahwa Halenta dengan tidak sopan nya terus mengelus area tubuhnya yang terbuka. Dengan cepat ia menyingkirkan tangan itu dan membuat sang empunya terbangun.

Tatapan keduanya saling beradu dengan cepat juga Halenta mengecup bibir Celinesse dengan menimbulkan suara khasnya. Terdengar seksi. Ah, Celinesse tak habis pikir apa arti senyuman Halenta saat ini.

"Hayuk, kita mandi, Sayang."

Sedangkan Celinesse menatapnya horor.






















HOH, makin, makin, makin-makin, makin nih Bang Henta 😩

Satu kata buat, Bang Henta?

Satu kata dari aku buat Bang Henta : Yadong alias mesum heuuu~ 😫


HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang