13. Salah?

216 30 7
                                    


Weekend ini yang biasanya bermanja dengan diri sendiri sekarang malah sibuk bersama orang lain. Ia tak pernah menyangka dengan para lelaki. Disaat ia takut dihadapkan oleh laki-laki, seorang lelaki malah datang kepadanya dan melamarnya yang waktu itu ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas kelas akhir. Akhirnya pun keduanya memutuskan untuk bertunangan dahulu.

Sebelumnya telah di sepakati bahwa mereka akan menikah setelah si perempuan lulus wisuda namun tak disangka si lelaki memutuskan untuk mempercepat karena ia tak ingin menunda lebih lama lagi. Karena menunggu si perempuan lulus maka akan menikah tiga tahun lagi. Maka dari itu si lelaki lebih memilih untuk mempercepat nya agar lebih baik.

Pukul sembilan pagi ini Halenta datang ke rumah Celinesse, ia izin pada mama Celinesse untuk fitting baju pengantin. Dan di izinkan oleh sang mama.

"Baik-baik ya, asalkan jangan pada macem-macem. Kalian minggu depan akan menikah. Hari ini mama bakal izinin Henta bawa anak mama tapi untuk besok, Henta harus puasa untuk nggak ketemu sama anak kesayangan mama. Inget, ya."

"Siap, Ma. Oh ya, apa harus aku nggak ketemu sama Cenes. Tapi aku nggak bakal sanggup, Ma." sungutnya.

"Anak ini." gemas sang mama.

Keduanya pun pamit untuk pergi ke daerah Bandung. Keduanya pergi ke butik dimana butik tersebut adalah langganan dari keluarga besar sang ayah dari Henta.

Di dalam mobil.

"Dulu, ayah sama bunda pergi semobil ke Bandung buat fitting baju pengantin. Ayah sampe nahan keras buat nggak macem-macem. Sampe dimana kata ayah, ayah udah nggak bisa nahan. Tapi, bunda malah nggak pernah keliatan cinta sama ayah. Ayah bilang, bunda terima ayah karena terpaksa karena emang ayah yang paksa bunda." Celinesse masih terus mendengarkan. "kisah mereka itu sampe kayak layangan yang mau putus, dimana ayah yang selalu jadi korban tapi salah ayah juga yang pake cara salah waktu membela diri. Maka dari itu bunda benci banget sama ayah. Ayah itu keterlaluan. Sampai aku yang anak kandungnya aja nggak bisa peluk bunda seenaknya. Pasti aku selalu di pukul atau di dorong." Celinesse terkejut.

'Kenapa kejam banget, ayahnya?' batin Celinesse.

"Makanya, aku pengin kamu waktu pertama kali ketemu di kantin sekolah. Aku liat kamu kayak liat bunda. Dan ucapan kamu sama kayak bunda. Kamu terpaksa, kan, nikah sama aku karena emang aku yang maksa. Jawaban aku sama kayak ayah, aku, nggak perduli apapun keputusan kamu. Aku tetep mau maksa nikahin kamu."

Celinesse kaget dengan jawaban nya, "Kenapa kamu bisa sejahat ini?"

Pertanyaan Celinesse hanya di balas senyum oleh Halenta.

"Bentar lagi kita sampe. Inget. Sampe sana nggak ada coba pake gaun nya. Waktu acara pun kamu bakal pake jilbab. Aku nggak suka soalnya liat kamu memperlihatkan rambut kamu itu ke orang lain selain aku."

"Kalo enggak suka, ya nggak usah sama aku, Kak. Cari cewek lain aja. Toh, aku emang suka sama, Kakak?, jawabannya, enggak, Kak." kesalnya.

"Perlahan, Sayang. Nggak perlu cepet-cepet. Kamu terlalu benci ke aku kayak gini aja udah kasih tau aku kalo kamu suka banget sama aku."

Celinesse menganga tak percaya. Percaya diri sekali orang ini. Batinnya.

"Aku bukannya percaya diri. Emang kenyataannya gitu." kata Halenta santai seakan menjawabnya.

Lalu ia menatap ke arah Celinesse lalu dengan cepat mengedipkan sebelah matanya. Sedangkan Celinesse hanya meringis dibuatnya.

'Seperti inikah tingkah laku asli dari seorang Halenta?' pikirnya.

Sampai di butik.

Halenta menunggu Celinesse turun dari mobilnya sendiri, ia sengaja tidak membukakan pintu agar ingin mengetahui apakah ia akan terlihat marah. Tapi kenyataannya, Celinesse keluar dari mobil dengan wajah yang biasa. Seperti tak ada perasaan yang di acuhkan. Halenta gemas. Jujur, gemas sekali. Ia bahkan jika tidak ingat tempat, mungkin ia akan menerkam gadisnya ini.

Di dalam butik.

Sang pemilik butik tengah berbicara fasih dengan Halenta. Halenta yang terlihat seperti seorang CEO muda yang bertalenta membuat Celinesse berpikir sebenarnya apa pekerjaan orang tua Halenta sampai bisa membuat Halenta bisa melakukan apapun sesuai keinginannya. Dari mulai memaksa ingin memilikinya, lalu memaksa bertunangan, dan lebih parahnya lagi ia memaksa untuk menikahinya disaat Celinesse masih duduk di bangku sekolah menengah atas kelas akhir.

Tak habis pikir. Sekeras apa itu perjuangan nya.

Bahkan Celinesse sempat takut dengan yang namanya pernikahan.

"Sayang," Celinesse masih melamun, "sayang," tetap terdiam.

Halenta celingukan memperhatikan sekitar, karena apa yang sedang miliknya pikirkan ini. Ia bahkan sangat tidak suka di acuhkan seperti ini. Ya, tak di perhatikan seperti saat ini.

Halenta pun mendekatkan dirinya, ia berbisik, "Masih lama melamun nya?, atau mau aku bantu buat sadarin. Dengan kecupan misalnya."

Dengan sekali tarikan, Celinesse menengok dan mendapatkan wajah Halenta yang begitu dekat dengannya. Tarikan tangan itu tak lepas sampai sang pemilik butik datang sambil bertanya pada Celinesse.

"Mau di coba dulu?"

Tak disangka Celinesse mengangguk cepat membuat Halenta kelabakan. Apa-apaan, ia sudah memberitahunya tadi bahwa tidak ada bagian coba-mencoba. Halenta terkejut ke arah Celinesse.

"Mari, saya antar ke ruang ganti,"

Halenta menarik tangan kanan Celinesse.

"Mencoba gaun sama dengan mati." bisiknya di telinga kanan Celinesse.

"Apaan si. Nggak lucu ancaman nya." kesal Celinesse sambil menjauhkan dirinya, rasanya ia ingin mengutuk namun tak bisa.

"Okeh, Sayang." lalu ia meneriaki sang pemilik butik, "Bu, nggak jadi, isteriku mual-mual."

Celinesse maupun sang pemilik butik menganga tak percaya sekaligus terkejut apa yang di lontarkan oleh Halenta. Ia berteriak seakan disini adalah wilayahnya dan masalahnya semua orang mulai melihat ke arahnya.

"Kamu gila! Ya!" teriak Celinesse.

"Kamu mau aku melakukan sesuatu?" tanya nya sambil tersenyum manis membuat yang melewati terpesona dengan bagaimana cara ia tersenyum.

"Kekanakan! Cukup ya, Halenta! Udah cukup sabar gue selama ini sama Lo. Mana ada gue mau nikah sama Lo. Brengsek!" kesal Celinesse yang bahkan tak melihat situasi dan kondisi bagaimana sekarang telah terlihat perubahan dari wajah tampan Halenta yang mulai sedikit menyeramkan.

"Pulang!" kata Halenta pelan namun penuh perintah di dalamnya.

"Enggak. Gue bakal pergi dari kehidupan Lo. Jangan ganggu, Halenta, Lo sampai kapanpun nggak akan temuin gue." jelasnya lalu berlari menjauh dari Halenta.

Celinesse berlari secepat mungkin agar tak tertangkap. Sebenarnya caranya yang seperti ini malah membuatnya semakin membuat Halenta ingin membunuhnya.

Melihat ke arah belakang tak ada yang mengejar, ia memutuskan untuk berjalan namun di tempat yang agak sedikit sempit sehingga orang tak akan melihat kita jika kita berjalan di pinggir.

Sia-sia kah?













































Kini, tepat di depannya. Halenta tengah berdiri sambil memandangi nya.

"Butuh tumpangan?"

































Gimana-gimana? Lumayan dark ya cerita ini :)

Salam Bang Henta 😚

Coba dun tulis di kolom komentar, gimana pendapat kalian kalo dapet cowok macem, Bang Henta (?)

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang