10. Boomerang

226 29 16
                                        


"Kamu mau kemana, Nesse?" pertanyaannya di acuhkan, sama sekali tak di dengar bagai angin yang hanya menumpang untuk lewat.

Seorang lelaki dan perempuan saling berjalan amat cepat, si perempuan enggan untuk berhenti walau terus di tahan namun ia masih bisa menepis. Sampai di koridor belakang sekolah yang cukup lumayan sepi. Lelaki itu mulai menahan si perempuan cukup kuat.

"Aku nggak bakal lepasin kamu. Kamu inget waktu aku bilang kalo aku bakal jadi selingkuhan kamu, kan. Aku nggak apa-apa, Sayang."

"Lo udah gila, Sudirman. Jangan gegabah. Lo tau kalo gue udah sama Halenta. Jangan," kekesalan nya terpotong.

"Jangan lanjutin lagi. Aku nggak peduli sama Halenta. Yang penting aku sama kamu. Disini sepi, berbagi ciuman sama aku. Jangan cuma buat Halenta, aku juga berhak yang sebagai selingkuhan kamu. Kita berbagi yang adil."

"Lo udah nggak waras, Sudirman! Minggir!" teriak Celinesse membuat seorang perempuan yang tak sengaja mendengar langsung menghampiri.

"Sudirman, Lo udah nyakitin Celinesse."

"Pergi, Lo. Gue bilang pergi!" bentaknya membuat Celinesse terkejut bukan main bahkan mahasiswi itu langsung pergi dengan cepat meninggalkan Celinesse yang benar-benar ingin meminta bantuan. "Cium aku, Celinesse." suruh nya yang sudah tutup mata.

"Sudirman, gue bener-bener nggak nyangka lo bakal kayak gini. Lo pikir gue cewek murahan, hah?!" sungut Celinesse tak percaya.

"Kamu bukan cewek murahan. Jangan ngomong kayak gitu. Makanya putusin Halenta. Sama aku aja. Aku bisa kasih apapun yang kamu mau." jelasnya santai.

Celinesse memandang Sudirman tak disangka bahwa teman lelaki yang ia kenal amat baik, bahkan ia menyangka kalau Sudirman hanya sedang menggodanya saja tak berbuat lebih. Tetapi ia salah, ternyata dari itu semua ada suatu banyak penuh arti. Penuh arti yang mungkin semua orang salah menilai. Iya, dia salah menilai Sudirman. Sudirman tak bisa di anggap remeh. Dengan apa yang ia ucapkan dengannya berbeda dengan apa yang ia ucapkan dengan orang lain. Contohnya barusan. Barusan seorang mahasiswi datang dengan berucap pelan namun di respon olehnya dengan suara yang menyentak.

"Nesse, jangan banyak berpikir. Cukup pikirin aku aja," ucapannya terpotong.

"Celinesse, Sudirman. Kita jadi kerja kelompok sepulang ngampus?"

"Ah, Adisti. Kita obrolin di perpus yuk." ajak Celinesse langsung merangkul beruntung nya Adisti datang. Ia selamat.

Di belakang mereka, Sudirman tersenyum penuh arti.

'Oke, liat aja.' batinnya dingin.

Adisti terus mencari buku yang akan ia jadikan sebuah tugas sedangkan Celinesse masih terus membaca buku perhalamannya agar cepat tanggap. Adisti yang melihat buku yang sedang ia cari akhirnya ketemu.

"Nesse, berantem lagi sama Sudirman?" tanyanya sambil ingin mencatat inti dari buku yang ia temukan.

Celinesse hanya mengangguk.

"Ada yang salah? Bisa gue bantu?" tanyanya perlahan.

"No, thank's. Adisti, gimana sama buku yang Lo cari, adakah?"

Jelas terlihat dari mata Celinesse bahwa ia sedang mengalihkan pembicaraan dan Adisti tau itu. "Udah." Lalu, "Nesse, boleh gue buat pengakuan?"

"Silakan." singkat Celinesse masih terus memahami buku yang ia pegang.

"Gue ada rasa sama Sudirman."

"Really?" tanya Celinesse cukup terkejut namun tak ia tampakkan.

"Ya, maka dari itu sebenernya, i'm so sorry, Nesse."

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang