6. Mulai (Berpikir Tentangnya)

250 31 6
                                    


"Sudirman siapa?"

Yang bertanya itu sudah menjulang tinggi di hadapan mereka berdua. Anys bahkan pamit undur diri dan meninggalkan Celinesse yang terdiam di tempat.

"Sayang, jangan mulai macam-macam ya. Kamu nggak mau, kan, aku beneran datang ke rumah buat ngelamar." ujarnya tertahan.

"Aku nggak macam-macam, aku cuma mau cari buku bareng Sudirman." jelas Celinesse sambil balik menatapnya.

"Kan sama aku bisa, Sayang." ungkapnya pelan dengan nada sayang.

"Tapi tugasnya kan sama Sudirman bukan sama kamu." protes Celinesse.

"Yaudah, biar dia cari sendiri dan kamu cari sama aku."

"Buku yang kita cari itu buku yang sama, Kak." protesnya lagi.

Halenta kini membuang napas pelan. "Sayang, biar aku yang kerjain tugasnya."

"Kak, ini tugas aku sama Sudirman. Nanti aku sama Sudirman nggak paham sama isi nya gimana. Nanti aku sama Sudirman juga yang kesusahan."

Celinesse sudah membuat sesuatu di dalam diri Halenta terbangun, ia yang semula menatap teduh kini mulai menajam.

"Celinesse."

Dan jika sudah memanggil nama, itu berarti peringatan.

**

Menjadi mahasiswi tidak membuat Celinesse bebas. Ia setuju jika Halenta akan bersamanya namun bukan seperti ini. Ia menginginkan berkuliah dengan sangat semangat dan juga banyak teman. Ia sudah dibatasi. Tetapi ia menikmati jika ia harus beralasan dengan benar tanpa kebohongan. Bahkan ia lupa mana beralasan yang bohong dan mana beralasan yang benar. Ia sudah tidak peduli yang penting ia bisa keluar bermain dengan teman-temannya.

Celinesse akui Halenta selalu mengizinkan kemanapun dia mau namun harus izin terlebih dulu dengannya. Kini status mereka adalah tunangan. Dan untuk sampai sini Celinesse jelas tolak mentah-mentah bahkan jika Halenta berulah, ia akan pergi dari Halenta.

Di toko buku.

"Gimana, Lo aman dari cowok Lo?"

"Sudirman, Lo lagi nggak cemburu, kan?"

Celinesse sangat jelas mendengar nada tidak suka dari Sudirman. Ia sejenak tertawa ringan. Ia kenal Sudirman sejak ia menginjakkan kaki di gedung perkuliahan nya.

"Gue sebenernya kurang suka sama cowok Lo?"

"Why?" Celinesse menanggapinya dengan santai, ia bertanya tanpa tahu isi hati dari Sudirman.

Celinesse berjalan mencari buku yang akan membuat nilai mereka bersinar. Untuk kuliah empat tahun ini, mungkin Celinesse akan mendapatkan tiga tahun, cukup. Ia dan Sudirman adalah mahasiswa beasiswa. Mereka berdua berprestasi, apakah keduanya akan bisa lulus dua tahun, ah tidak ada yang tau.

"Cowok Lo serem, Nesse." Celinesse tertawa. "Celinesse, Lo udah berapa tahun pacaran sama cowok Lo?"

**

Di dalam mobil Halenta.

"Cincin kamu mana?" todong Halenta saat tau jika tadi saat perjalanan keluar dari toko buku Sudirman hampir saja baku hantam dengannya.

Flashback

"Jangan sentuh cewek gua!" tanda peringatan dari Halenta yang sudah di hadapan mereka.

Halenta melihat Sudirman sedang mengelus puncak kepala Celinesse. Celinesse jelas terkejut karena Halenta pasti salah paham.

"Lo nggak ada berhak ya. Baru cowoknya kan, Lo. Belum jadi apa apanya. Bisa gue tikung!" jelas Sudirman tepat di wajah Halenta.

Baru saja Halenta akan menarik kerah baju dari Sudirman. Celinesse buru-buru pamit dengan Sudirman lalu menarik Halenta menjauh.

Flashback end

"Kamu nggak pakai cincinnya?"

Celinesse melihat ada kilatan marah jelas sekali tercetak di kedua mata Halenta. Namun Halenta menahannya. Ia membuang napas cukup kasar.

"Kenapa di sentuh sama dia kamu diem aja?"

"Dia cuma ambil sesuatu aja yang ada di rambut aku, Kak."

"Kamu pikir aku anak kecil. Udah jelas tangan dia mengelus rambut kamu, Celinesse!"

Celinesse terdiam mendengar suara dalam itu. Ia bahkan sampai menutup kedua matanya tak mau melihat sang lawan bicaranya.

"Cenes, sebenernya kamu mau apa?" tanya Halenta mengalah.

Celinesse terdiam bahkan di dalam hati ia berteriak, 'lepasin gue!'

"Aku mau kita putus." jelas Celinesse amat jelas.

"Kamu bilang apa?"

"Aku selama ini terpaksa sama kamu. Sori, Kak."

Saat Celinesse hendak membuka pintu mobil lebih dulu Halenta mengunci pintu mobilnya.

"Cenes, kamu tadi cuma lagi bercanda, kan?, iya, kan?"

"Kak," protes Celinesse.

"Aku antar kamu pulang." tegas, tanpa bantahan.

Celinesse menahan tangis, mengapa lepas dari lelaki ini sangatlah sulit.

Setelah isya'. Celinesse dipanggil oleh mama nya. Ia langsung bergegas menghampiri mama nya.

"Sayang, pernikahan kamu di percepat."

"Ma?"

"Beberapa bulan lagi Halenta sudah akan wisuda. Dia bakal lanjutin studi nya di luar negeri," Celinesse bersyukur, mungkin ini kabar baiknya. "Kamu setelah dua Minggu ini akan dilangsungkan pernikahan, dan kamu bakal ikut dia ke Eropa."

Tanpa sadar, ia semakin terjerat bahkan tak dapat tertolong lagi. Bahkan ia tidak bisa menolak sang mama. Orang tua satu-satunya.

**

Celinesse dan Anys sedang berada di cafe. Untuk mencapai kesini ia harus mati-matian izin dengan Halenta. Bersyukur, Halenta tidak ikut. Dia cukup sibuk sekarang. Dan itu membuat Celinesse senang.

"Gimana, masih belum ada rasa sama kak Halenta?"

"Belum, Nys. Udah mati rasa kayaknya gue."

"Hussttt, nggak boleh ngomong kayak gitu. Emang belum, Nesse. Siapa tau setelah nikah baru kerasa."

"Kenapa ya, Nys, gue beneran nggak suka sama kak Halenta. Benci gue ke dia kalo di ukur, segunung aja kurang, Nys."

"Nesse," Anys memperingati.

Bagaimanapun juga tanpa Halenta mungkin sekarang Celinesse sudah mengemis. Tepatnya sudah menjadi pengemis. Saat di ambang kebangkrutan perusahaan mama nya, Celinesse mendengar mama nya dan Halenta berbicara. Bahkan keduanya seperti ibu dan anak yang sesungguhnya. Waktu itu, Celinesse sadar, bahwa mama nya benar-benar menyayanginya. Namun yang membuat semua ini menjadi berat ketika Halenta dengan segala caranya datang dan menolong mama nya. Celinesse cukup terkejut saat mama nya memohon pada Halenta.

Pertanyaan nya seberapa kaya Halenta ini (?)

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kalo kalian jadi Celinesse, gimana ?

O H H A I~

Jangan lupa vote dan comment nya yaaa~^^

HALENTA (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang