10. Masalah Angga

87 17 12
                                    




"Angga, kamu sama paman kamu ke kantornya duluan aja ya, nanti mami susul," ucap Mitha sambil membereskan beberapa berkas yang ada di ruangan kerja miliknya. 

"Iya mami," ucapnya lalu membuat handphone miliknya ke saku jasnya.

Angga pun merapikan jas yang dipakainya itu. Angga pun masuk ke dalam mobil yang dimana Paman nya sudah berada di dalam mobil itu menunggu dirinya.

Angga terpaksa turun tangan, karena kantor keluarga sekarang ingin direbut oleh Ardhi, ayah tiri Angga.

Mitha pun setelah membereskan beberapa berkas berharga lalu ia berangkat ke kantor menyusul anaknya dan juga kakaknya.

"Apa-apaan sih mereka, mau apalagi?" Angga meletakan dokumen yang ada di tangannya secara kasar ke atas meja.

"Perusahaan ini perusahaan kita, gak ada sangkut pautnya sama orang tua itu," omel Angga, disamping itu pamannya hanya mendengarkan sambil menunggu Mitha datang.

"Angga sabar nak...." Ucap Mitha lembut sambil membuka pintu ruangan itu.

"Mami, gak bisa gitu! Kita udah bangun ini sama-sama, masa iya? Dia udah gila mi, kata bang Alvin juga perusahaan papi di Jakarta udah bangkrut. Dia gila harta...." Angga pun memutuskan untuk diam, karena maminya sudah menatapnya meminta ia berhenti untuk marah-marah.

"Mitha, benar kata Angga! Kita bangun ini susah payah, jangan menyerah kita harus tetap bisa pertahanin perusahaan ini," kini kakaknya Mitha angkat bicara, Mitha pun hanya mendengarkan, Mitha pusing masalah kantornya yang tiba-tiba kacau seperti ini, ditambah juga dengan penyakit yang selalu menyerang Mitha.

Tok...tok...tok
"Masuk," perintah Angga, seorang perempuan yang menjadi sekretaris di kantor itupun membuka perlahan pintu lalu masuk dan menyerahkan beberapa berkas ke pamannya Angga.

"Maaf bu, hari ini ada meeting apa diundur dulu?" Mitha menggeleng lalu menatap Angga yang santai duduk di sofa.

"Angga...." Lirih Mitha memanggil putranya itu, Angga pun berdiri dan membenarkan jasnya.

"Jangan diundur! Saya yang akan menghadirinya," Angga pun keluar ruangan itu dan diiringi wanita yang sebagai sekretaris itu.

_____

"Ke Semarang bi?" Kaget Fira saat mendengar ucapan dari pembantu di rumah Angga.

"Iya waktu itu dadakan, den Angga gak bilang ya non?" Fira hanya menggeleng.

"Makasih ya Bi," Fira pun pamit dan pergi dari depan gerbang rumah Angga itu.

Fira kembali ke kampus dan dia hanya menyendiri di atas gedung kampus itu.

Zayyan melihat bahwa Fira ada di atas gedung itu, Zayyan pun menghampiri Fira dengan cepat.
"Kamu kenapa lagi sih?" Tanya bang Zay, tetapi Fira hanya menggeleng sendu.

"Abang tau kalau kamu lagi ada masalah, pasti kamu murung mau menyendiri gini, cerita!" Ucap bang Zay menyuruh Fira untuk bercerita.

Fira pun mulai menceritakan tentang Angga yang tidak ada kabar, Zayyan pun menenangkan Fira yang menangis saat itu juga.

"Berapa kali dia udah pergi ninggalin kamu?" Tanya bang Zay, Fira pun menundukkan kepalanya.

"Dua kali...." Lirih Fira, lalu Angga pun geleng-geleng kepala.

"Udahlah tinggalin aja!" Ucap bang Zay, Fira pun menggeleng.

"Yaudah terserah kamu, abang cuma gak mau liat kamu kayak gini, cinta sama sakit hati itu udah satu paket lengkap, jadi jangan terlalu berharap kamu akan menemukan kebahagiaan terus di sana, bisa saja orang yang paling dicintai menjadi orang pertama yang paling menyakiti," Zayyan pun meninggalkan Fira di sana, bukannya Zayyan tidak peduli tapi dia tinggalkan Fira di sana sendirian karena jam kelas Zayyan hari ini lebih padat.

Fira pun menatap kepergian Zayyan, lalu menatap langit-langit, Fira pun menghela nafasnya panjang, lalu pergi dari atas gedung itu.

_____

"Meeting saya akhiri, terimakasih." Angga langsung pergi dari ruangan meeting yang ada di kantornya itu, lalu sekretaris itu mengikutinya dari belakang.

"Angga tunggu!" Suara serak dari laki-laki paruh baya yang memanggilnya, Angga pun menoleh dan menatap tajam ke arah lelaki itu.

Lelaki itu tidak lain lagi adalah papi tirinya, tepatnya mantan papa tiri dia.
"Ngapain om ke sini?" Angga langsung memasang wajah datar.

"Angga sayang, kamu masih anak papi," lelaki itu berjalan mendekat ke arah Angga, Angga pun hanya menatap malas ke arah wajah Ardhi.

"Kalau ini kantor punya kamu, ini juga punya saya," Bisiknya lalu menepuk pundak Angga, Angga berdecak kesal melihat wajah Ardhi.

"Bagi dua," bisik Ardhi lagi sambil memegang pundak Angga, Angga pun menepiskan tangan yang memegang pundaknya itu.

"Enak aja bagi dua, emang kiko?" Batin Angga, lalu melangkah, baru dua langkah ia meninggal kan Ardhi, tangan Ardhi sudah Mencengkram erat pergelangan tangan Angga.

"KANTOR INI AKAN MENJADI MILIK SAYA," teriak Ardhi sangat lantang, sehingga membuat karyawan di sana pada kaget dan bergerombol melihat arah suara itu.

Mitha dan pamannya Angga itupun turun dan menghampiri arah suara.
"Mas," kaget Mitha saat melihat Ardhi sudah menginjakkan kaki di kantornya.

"Hai sayang," ucap Ardhi mendekat, tetapi pamannya Angga itu lebih dulu menghalangi.

"Aku mau megang saham perusahaan ini juga, dan aku yang akan mimpin," pinta Ardhi dengan wajah sinis-nya menatap Mitha.

"Perusahaan ini atas nama aku, mas keluar!" Titah Mitha sambil menunjuk arah pintu keluar.

Ardhi pun menggeleng lalu mendekat kepada Mitha, "Aku akan rebut perusahaan ini," ucapnya lalu menuju pintu keluar.

"Semuanya bubar," ucap Mitha pada semua karyawan yang melihat kejadian tadi. Angga pun berjalan menuju keluar sambil memegangi kepalanya, ia sangat pusing apalagi masalah kantor.

Angga pun menuju rumahnya, ia menuju kamarnya lalu membuat beberapa pakaiannya ke dalam koper. Tak lama mobil mamahnya pun datang, dan menahan Angga untuk tidak pergi.

"Mami, Angga mau pulang. Pengen kuliah lagi, udah beberapa hari Angga libur," kekeh Angga, ia pun masuk ke dalam mobil dan kembali ke rumahnya yang di Jogja.

Malam hari, Mitha hanya memijit pelipisnya pusing di ruangan kerjanya, ia pun menelpon Angga dan memastikan bahwa putranya itu sudah sampai dengan selamat.

_____

Pagi hari Angga pun kembali ke kampus, ia berselisihan dengan Fira saat berjalan di koridor kampus. Fira pun hanya melihatnya sekilas tanpa senyum lalu melanjutkan langkahnya.

Angga tersenyum senang saat melihat Fira, tetapi ia mengerutkan keningnya saat melihat Fira sangat berbeda.

Angga pun mengiringi Fira berjalan, Angga pun terus memanggil-manggil Fira tetapi Fira tak menghiraukan sama sekali.

Angga pun berhasil membuat Fira menghentikan langkahnya, Fira menatap datar ke arah Angga, Angga pun terkekeh-kekeh melihat ekspresi datar dari Fira.

"Lucu deh,"  ia tak berhenti terkekeh.

"Gak ada yang lucu," Fira kembali memalingkan badannya.

"Hey, kenapa?" Ucap Angga dam Fira membalikkan badannya lagi.

"Kamu tanya aku kenapa? Harusnya kamu tanya kepada diri kamu sendiri kenapa sikap aku kayak gini!" Tegas Fira.

"Aku minta maaf," lirih Angga dengan wajah sendunya.

"Aku kecewa," wajah Fira sangat terlihat kecewa.

"Aku salah gak ngabarin, dengerin penjelasan aku," Mata Angga penuh harap agar Fira mau mendengarkan dirinya, tetapi Fira tetap dengan wajah yang sama, hanya memasang wajah datar.

"Aa-aku nggak ngabarin i-itu karena...." Ucap Angga terhenti.

"Udahlah gausah jelasin apa-apa," Fira dengan cepat memotong pembicaraan Angga, lalu meninggalkan Angga sendiri di sana.




Sakit gak tuh Angga💔
Maaf banyak typo, belum revisi 🙏🏻
Jangan lupa vote dan komennya kakak❤️❤️🌟

FIRA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang