"Kalau suasana hati kita lagi nggak baik, sesuatu hal yang manis bisa buat mood kita jadi baik lagi." Perempuan itu melemparkan senyuman manisnya pada Fairel.
"Gue nggak suka yang manis."
"Dunia ini terlalu pahit, kak. Sesekali cobain rasa manis ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HARI libur Fairel kali ini tidak ada perubahan sama sekali. Sejak jam 8 pagi tadi ia sudah menaiki angkutan umum dan tiba di café, tempatnya bekerja.
Menurut kalian apakah Fairel merasa gugup atau malu karena ada teman satu sekolah atau adik kelasnya yang mampir ke café dan melihatnya bekerja sebagai barista disana? Fairel sudah tidak mempedulikan hal itu lagi. Awalnya ia merasa ragu ketika bertemu salah seorang teman seangkatannya di café, ia hanya menatap Fairel tanpa kata-benar-benar membuatnya canggung. Tetapi setelah beberapa bulan ia beradaptasi, ia jauh lebih tangguh dari pada saat pertama kali bekerja disini.
Dulu ada setitik rasa malu di hatinya. Tetapi sekarang, ia bersikap sangat profesional apabila tanpa sengaja teman satu sekolahnya mampir ke café. Ia malah bersyukur jika banyak orang yang mampir ke café, itu berarti gaji nya akan naik karena banyaknya pelanggan.
"Rel!"
Fairel menoleh pelan, tangannya sibuk memegang cangkir kopi yang sudah siap untuk ditaruh di meja pelanggan.
"Lo dapet surat nih." Gery, salah satu temannya yang juga bekerja di café ini sebagai waiter.
Fairel mengernyit bingung, surat? Tidak biasanya ia mendapatkan surat. Paling sering, ya pasti Gery dan Elegi yang akan memberitahu kepadanya langsung bahwa ada beberapa pelanggan yang bertanya tentang dirinya.
"Dari siapa?"
"Mungkin pengagum rahasia lo." Balas Gery dengan mengambil cangkir kopi dari tangan Fairel dan memberikan secarik kertas itu kepada Fairel.
Karena rasa penasarannya, Fairel pun membuka secarik kertas itu dan membacanya.
Arah jam 2
Tertanda, Your Home
Fairel mengernyit saat membaca tiga kata paling akhir itu, 'Your Home? Rumahku? Siapa? Ravel? Atau Galaksi?'
Tetapi tidak mungkin sekali jika salah satu diantara dari Ravel atau Galaksi lah pelakunya, benar-benar chessy. Lagipula jika salah satu dari mereka mampir ke café, mereka tidak perlu melakukan hal ini. Bahkan Gery dan Elegi saja sudah hapal betul dengan Ravel dan Galaksi yang beberapa kali pernah mampir.
Matanya menelisik, mencari sosok pengirim surat di tangannya ini. Tatapannya bertemu dengan sosok gadis yang beberapa hari lalu pernah bercengkrama dengannya. Ya, Lily Hasya Adhisti. Gadis itu duduk sendiri dengan chocolate parfait yang berada di meja nya.