"Kalau suasana hati kita lagi nggak baik, sesuatu hal yang manis bisa buat mood kita jadi baik lagi." Perempuan itu melemparkan senyuman manisnya pada Fairel.
"Gue nggak suka yang manis."
"Dunia ini terlalu pahit, kak. Sesekali cobain rasa manis ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KEDUA telapak Fairel terasa dingin malam ini, mungkin memang benar fakta tentang 'jika siang terasa sangat terik dan menyengat, maka malamnya akan terasa dingin membeku'. Untung saja ia pulang ke apart milik Galaksi, bukan rumahnya, setidaknya moodnya tidak turun saat pulang dalam keadaan kedinginan di jalan.
Pemuda itu memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku hoodienya, berharap dapat mengurangi sedikit rasa dinginnya malam. Kakinya terus melangkah menyusuri jalan menuju apart milik sahabatnya itu.
Bahunya tanpa sengaja menabrak bahu seseorang yang lebih pendek darinya, ia tidak dapat melihat sosok itu dengan jelas karena tudung hoodie orange yang dikenakan orang itu membuat pandangan Fairel terhalang untuk melihat wajah orang tersebut, lalu keduanya sama-sama membungkuk dan mengucapkan kata 'maaf'. Kemudian berlalu begitu saja seolah tidak pernah terjadi apapun, Fairel hanya mengangkat bahunya acuh dan melanjutkan perjalanannya.
"Baru balik lo?"
Suara baritone milik sahabatnya itu membuat Fairel berdehem, kemudian ikut menjatuhkan bokongnya di sofa tepat di sebelah sahabatnya.
"Café atau minimarket?"
Yang dimaksud Galaksi adalah Fairel habis bekerja paruh waktu di tempat yang mana, café kah atau minimarket. Jangan salahkan pertanyaan Galaksi yang agak sedikit membingungkan itu, salahkan saja sahabatnya yang sudah tahu berasal dari sendok emas, tetapi memilih bekerja paruh waktu seperti ini.
"Café." Jawab Fairel sekenanya.
Galaksi mendesah lelah, ia tidak habis pikir dengan pemikiran sahabatnya itu, terlalu rumit untuk ia pahami.
"Lo nggak ada niatan buat berhenti kerja, Rel?" sebelah alis Fairel terangkat, sudah terbiasa dengan pertanyaan yang sering dilontarkan oleh sahabatnya itu ataupun sang kakak.
"Lo tahu kan apa jawaban gue."
"Tapi buat apa, Rel? Uang lo udah cukup buat hidup lo sehari-hari, bahkan bokap nyokap lo juga udah lunasin bayaran sekolah tahun ini, kurang apa buat lo?" Galaksi menaikkan nada suaranya, yang awalnya tenang dan santai kini sedikit meninggi.
"Lo lagi kurang istirahat, Gal. Gue pergi dulu sebentar." Balas Fairel dengan tenang, lalu berdiri sambil menepuk-nepuk bahu Galaksi pelan.
"Selalu aja lo kabur dari masalah."
Fairel keluar dari unit apart Galaksi tanpa mengindahkan ucapan sahabatnya yang terdengar kesal itu, ia tahu kalau Galaksi sudah jengah dengan kehidupannya. Memang dapat dibilang sebagai kehidupan yang monoton dan membosankan karena ia tidak pernah bergabung seperti kebanyakan anak lainnya yang akan menikmati masa muda mereka dengan bermain.