Part.1 || Olimpiade

5.3K 445 83
                                    

Cukup bunda yang repot-repot mau melahirkan Nala. Repot-repot memberi Nala hidup, repot-repot membantu Nala untuk mampu melihat seindah apa semesta yang Tuhan ciptakan untuk umatnya.

***







"Nalaaa!!"

"Mas Nana!!"

Baik, sebenarnya namanya itu Nayaka Nala Danantya. Remaja tanggung usia enam belas tahun, kelas sebelas di salah satu sekolahan swasta di daerah Jakarta.

Aneh, padahal ia itu blasteran Jakarta-Bandung. Tak ada jawa-jawanya sama sekali, ada sih, Jawa Barat. Tapi kenapa teman sekelasnya kadang melobi dengan memanggilnya Mas Nana?

Harusnya kan Kang Nana, atau tidak A Nana. Hoho.

"Nala di panggil Pak Bagas."

Yang di panggil menghentikan acara menyanyi dengan suara yang bisa di bilang lumayan dengan pekik histeris para gadis di kelas itu, acara menyanyi dengan mic menggunakan sapu milik kelas, dengan di temani Haidar, Jevano dan Reynaldi, teman satu gengnya yang masing-masing memegang satu sapu lidi, ember dan meja kelas sebagai sasaran pukulan mereka.

Nala menghela, menyerahkan sapu injuk di tangannya pada Haidar.

"Ambil alih dulu, bro." Haidar tersenyum miring, mengambil dengan senang hati uluran sapu injuk itu, lantas memberi kode pada Reynaldi dan Jevano.

"Lanjut, gengs!" pekiknya. Nala menggeleng maklum, tertawa pelan setelahnya melengos menuju ruangan pak Bagas.

Jam istirahat sebentar lagi, kantin masih sangat sepi, begitupun halaman sekolah. Tapi berbanding terbalik dengan kelasnya yang memiliki jam kosong. Ribut dan juga bising. Sampai-sampai bisa saja sebentar lagi bisa mengundang Pak Hanif sang penakluk ruang BK.

Mengetuk pelan pintu ruangan guru produktifnya itu, lantas menyambulkan kepalanya di ambang pintu. "Siang Pak, kata Galen bapak manggil saya?"

Guru dengan kaca mata minusnya itu berdiri, mempersilahkan remaja tanggung itu untuk masuk kemudian menyuruhnya untuk duduk.

"Kenapa ya pak?"

Nala parno sendiri. Lantaran guru di depannya kini adalah salah satu guru yang paling di segani oleh teman-teman sekelasnya. Guru produktif yang padahal pelajarannya tidak susah-susah amat untuk seukuran Nala. Fotografi. Kesukaan Nala. Sering mendapat nilai yang hampir sempurna, padahal kata teman-temannya yang lain, setiap kali Pak Bagas masuk ke kelasnya auranya berbeda.

"Saya sama Pak Deon sepakat buat milih kamu sebagai kandidat perwakilan sekolah di olimpiade Fotografi. Kamu setuju?"

Keningnya sedikit mengernyit. Hanya aneh saja, kenapa... Dia?

Bukankah ada Bang Johnny yang jauh lebih handal?

"Saya, pak?" anak itu bertanya ulang. Hanya untuk memastikan saja jika Pak Bagas tidak salah memanggil murid dan menunjuk kandidat.

Ini olimpiade, bung!

Pak Bagas berdecak, menoyor pelan namun terkesan mengacak rambut anak itu, lantas tertawa pelan. "Kenapa? Kayak yang gak yakin gitu?"

Nala ikut tertawa canggung seraya mengusap tengkuknya gugup. "Ya... Nggak, bukan gitu pak. Tapi... Iya sih, gak percaya. Kenapa... Saya?" tanyanya menggantung.

Pak Bagas tak langsung menyahut, guru yang terkenal Killer itu justru melangkah menuju lemari dengan tumpukan berkas-berkas disana dan kembali dengan sebuah map hijau ditangannya.

[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang