"Ah, cantik. Kayak bunda... Susah juga buat di gapai, sama persis kayak bunda."
***
Malam di pusat Kota terlihat tak terlalu ramai, padahal langit malam terlihat cantik dengan tabur bintang yang bahkan beberapa diantaranya membentuk abstrak dengan sangat indah, membuat seorang Nayaka meluangkan waktu malam minggu nya dengan mengunjungi taman kota.
Sendiri saja, tentu saja. Nala hanya butuh waktu sendiri. Setelah apa yang baru saja Om Haris katakan padanya, Nala hanya sempat berpikir, apa harus ia mengatakannya pada sang bunda?
Lantas, respon seperti apa yang akan di berikan bundanya itu?
Helaannya terdengar kontras, membuka kembali potret gambar yang berhasil ia abadikan beberapa saat lalu di kamera miliknya.
Ponselnya beberapa kali bergetar dengan satu nama kontak yang sama, Langit is calling...
Sejak tadi. Ya Tuhan, apa tidak bisa sehari saja Langit jangan menghubunginya?!
Nala mendesah pelan, kenapa adiknya itu posesif sekali padanya? Nala hanya ingin sendiri, tanpa di ganggu. Lagipula, Nala tidak akan pergi kemana-mana selain ke rumah ayah.
"Ah, cantik. Kayak bunda... Susah juga buat di gapai, sama persis kayak bunda." senyumnya tanpa sadar tersungging, menatap takjub hasil jepretannya.
Hamparan gulita malam dengan tabur bintang yang cantik dengan setitik bintang yang terlihat paling bersinar.
Kepalanya kembali menengadah menatap langit dengan sebelah tangannya merogoh saku hoodienya, mengeluarkan sebuah tabung obat yang masih terisi penuh, tertera disana, dosis yang jauh lebih tinggi dari obat miliknya sebelumnya.
Senyumnya miris, mengangkat tabung itu di udara, lantas menerawangnya di cahaya rembulan. Membuat ingatannya kembali di tarik paksa pada pembicaraannya dengan Haris tadi.
***
"Bukan cuman Leukemia, Nala..."
Nala mendongak, menatap penuh tanya pada Haris di di hadapannya.
"Maksud om?"
Haris membuang nafas pelan, beranjak dari posisinya dan berjongkok di hadapan anak itu. Nala merunduk saat tangannya di genggam Haris hangat. Haris mendongak, menatap sendu wajah semu pucat di hadapannya.
"Nala," panggilnya pelan, semakin mempererat genggamnya. Nala tak menyahut, hanya fokus menatap Haris dan menunggu ucapan selanjutnya.
"Om tau, sekuat apa kamu. Jadi om percaya, kamu bahkan bisa lewatin semua ini." Haris berbasa-basi yang justru mengundang cemas berlebih pada Nala.
"Om, apa?" Nala tidak butuh basa-basi Haris.
Kuat?
Yang benar saja, ia bahkan hampir mati tercekik karena rasa sesak di dadanya
"Kesulitan bernafas kamu kemarin, bukan karena Leukimia." jantung Nala berpacu cepat, menahan nafas untuk sepersekian detik dengan tatap yang sama sekali tak ia alihkan dari Haris di depannya.
"Evan, ayah kamu-" Haris lagi-lagi membuat Nala menahan nafas saat bagaimana lelaki itu menahan nafasnya juga sebelum kembali berucap. "Pengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis)." Nala mengernyit, apa lagi itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Teen FictionHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...