"Suatu hari nanti, gue percaya suatu hari nanti Bunda pasti mau nerima gue. Iya, kan?"
***
Nala mendesah, merebahkan tubuhnya di kasur miliknya. Rasanya lelah saja seharian ini. Tubuhnya ia lentangkan, menatap nanar langit-langit kamarnya.
Seragamnya belum ia ganti sama sekali, bahkan masih menggunakan kaos kaki, hanya melepas sepatunya saja dan menyimpannya asal tadi di dekat pintu masuk.
Ah, ketimbang meratapi nasibnya yang bahkan tak seindah si tokoh utama di fiksi yang selalu mendapat takdir baik prihal orang tua yang menyayangi mereka, Nala memilih bangkit dari acara rebahannya. Membuka Hoodie hitamnya bersama dengan seragam sekolah nya dan menggantinya dengan kaos putih polos dan juga training hitam dengan polet putih kesukaannya.
Melangkah menuju ranselnya, pemuda itu mengambil isi di dalamnya. Kamera yang ia dapatkan cuma-cuma dari Bang Jef. Nala sudah membulatkan tekadnya, ia harus menang.
Menang di olimpiade itu dan tidak mengecewakan Bang Jef yang sudah berbaik hati mau memberikan kamera miliknya padanya dengan percuma. Tidak percuma sih, ia beli seharga setengah dari gajinya. Tapi itu sama saja percuma. Setengah dari gajinya tak seberapa besar dengan harga kamera ditangannya kini. Tapi, Bang Jef sepertinya iklas-iklas saja, jadi Nala terima saja. Lagipula, Bang Jef itu orangnya keras kepala. Hampir serupa dengan dirinya.
Senyum pemuda itu merekah, beberapa potret pertama yang ia ambil tadi di cafe. Beberapa makanan yang di buat Bang Jef, pemandangan cafe dan juga Bang Gio yang jadi model pertamanya.
Pemuda itu beranjak, berjalan menuju pintu kamarnya lantas menuruni anak tangga menuju dapur. Perutnya lapar, minta diisi setelah seharian ini ia mengabaikan jadwal makannya.
Membuka lemari es, Nala lagi-lagi mendesah. Ia lupa membeli bahan makanan. Hanya tersisa dua butir telur dan juga dua potong tahu mentah. Ah, sudahlah. Nala harusnya lebih bersyukur, bukan?
Ponselnya yang tadi ia bawa dan ia simpan di atas meja makan kembali bergetar, hanya sebentar yang artinya itu hanya sebuah pesan masuk saja.
From: Langit
Bang Nala, oke?
Kapan pulang?!
Jangan dengerin Mama! Buruan pulang!Nala tak kuasa menahan kekehan pelannya, membaca rentet kalimat yang bahkan terkesan childish dari adik bongsornya itu.
Belum juga ia menjawab pesan singkat itu, ponselnya kembali bergetar. Dengan nama yang sama.
From: Langit
Abang bohong sama Langit, kan?!
Katanya nginep di rumah Bang Haidar, tapi tadi Langit ketemu dia, dia bilang lo ga ada nginep di rumah dia!
Lo dimana sih bang?! Jawab gue! Angkat telepon!Baru saja Nala hendak membalas pesan singkat itu, ponselnya kembali bergetar. Kali ini lebih lama. Menandakan sebuah panggilan masuk diterimanya.
Lagi-lagi Langit kembali meneleponnya. Kali ini Nala tidak bisa menolak, pemuda itu menghela sebentar sebelum menerima panggilan itu.
"Lama banget!"
"Waalaikumsalam." sahut Nala pada sosok di sebrang sana. Dapat Nala dengar adiknya itu mendesah keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Fiksi RemajaHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...