"Nayaka, sebenernya lo orang yang kayak gimana sih?! Kenapa susah banget buat di mengerti?!"
"Gue masih punya kalian, tempat yang bakal gue singgahi selain rumah."
***
Nala menipiskan bibirnya, menjadi pendengar kebisingan ketiga sahabatnya dan juga Langit yang ikut-ikutan menyanyi dengan Haidar dan Arjun. Sedangkan Jevano hanya kebagian untuk berteriak saja dengan fokusnya yang tentu saja pada jalanan di depannya.
"Awak dewe tau duwe bayangan, besok yen wes wayah omah-omahan..."
"...Aku moco koran sarungan, Kowe belonjo dasteran..."
"SEMUANYA TERIAK!!"
"EEEEEAAAAAAA!!!" Jevano yang paling heboh dengan Nala yang disampingnya langsung mengorek telinganya saat Jevan sengaja mendekatkan mulutnya di telinga Nala yang hanya di hadiahi cengengesan menyebalkan darinya.
Nala hanya sempat berfikir, akankah kebahagiaannya kini akan berlangsung sedikit lebih lama? Ia—bahkan sedikit melupakan jika Semestanya, bahkan menolak hadirnya jika bersama mereka.
Tak masalah, ia mungkin punya tempat singgah lain untuknya pulang dan melepas lelahnya takdir hidupnya yang bahkan tak sesuai dengan keinginannya.
"Sampeeeee!!!" lengkingan Haidar menarik paksa pemuda itu kembali pada kenyataan.
Tapi bunda, bahkan sudah meng-amin-kan ketiadaannya. Nala harusnya tau diri, kan? Setidak di harapkan itu ia oleh sang bunda.
"Lo mau sampai kapan ngelamun disitu?" Jevano yang terakhir turun, ketiga makhluk yang duduk di kursi belakang bahkan sudah kabur lebih dulu masuk ke dalam.
Nala mengerjap. "Ah!" Lagi-lagi tertangkap basah kembali oleh Jevan tengah melamun. Buru-buru anak itu melepas seatbeltnya, berancang keluar saat lengannya di tahan Jevan.
"Lo oke?" Nala mengernyit, sedikit bingung dengan tanya Jevano. "Gue oke." sahutnya.
Jevano mendesah jengah. Mengobrak-abrik isi dashboard di depannya dan menyodorkan sedikit jengah sebuah pelembab bibir pada pemuda itu.
Kernyitan di dahi Nala semakin berlipat. "Lo gak mau mereka khawatir, kan?" sungut Jevano dengan kedua alis yang menukik. "Sedangkan muka lo bahkan udah keliatan kek mayat hidup anjir." sambungnya lagi.
Nala menatap Jevano, tersenyum kecil seraya meraih uluran pelembab bibir itu dari Jevan. "Thanks."
Jevano kembali mendesah, menatap lurus ke depan dimana jajaran rapih kendaraan menghiasi pandangnya. "Na," Panggil Jevano kemudian.
Nala berdehem. "Lo bener-bener gak akan ngasih tau orangtua lo?" tanyanya, menoleh ke samping dimana Nala tengah memakai pelembab bibir miliknya. Tatapnya sendu, memperhatikan dengan lirih wajah yang terlihat sangat pucat disampingnya.
"Papa tau, kok." Sahut Nala ringan, ikut menoleh pada sosok sahabatnya itu seraya tersenyum kecil dengan tenang.
"Papa lo tau tapi dia bahkan bersikap seolah dia gak tau?" Tanya Jevan tak habis fikir.
Nala mendesah. "Papa itu Papanya Langit, dan gue orang asing di hidupnya. Ya maklumin aja sih. Seenggaknya, Papa udah bilang gak akan ngebolehin gue pindah dari rumahnya. Itu bentuk perhatian dia yang langka sebenernya." kekehnya di akhir.
"Na!" Sentak Jevano, ia hanya tak terima. Sebenarnya, ada masalah apa semesta dengan takdir hidup sahabatnya itu?
Kenapa Tuhan seolah menolak tegas hadir Nayaka pada Semesta?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Teen FictionHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...