Part.6 || Marahnya Langit

2.7K 391 34
                                    

"Masih hidup kamu?"

"Alhamdulillah masih."

***

Langit cemberut sejak Nala membereskan barang-barangnya di rumah sakit sampai sekarang mereka duduk bersebelahan di dalam mobil. Sebenarnya Langit itu ada senangnya juga ada sebalnya pada sang kakak. Senangnya, Nala sudah di perbolehkan pulang dan sebalnya, Nala ternyata memaksa pulang. Hanya sekedar informasi saja, Langit sapat bocoran dari Mamang yang keceplosan mengatakannya pada Langit.

Mamang mengintip di balik kaca spion, merasa sepi saja. Tidak seperti biasanya, sangat amat ribut jika mereka bersama.

"Udah dong marahnya anjir. Perkara gue pulang doang. Gak seneng lo gue pulang?" Nala kesal sendiri, mencerca adiknya itu habis-habisan.

Langit hendak protes, namun di telannya bulat-bulat saat tatapnya beradu dengan tatap nyalang sang kakak.

"Kok malah lo yang balik ngambek sih, bang!" sungutnya. Langit menggembungkan pipinya sebal.

"Lagian lo kayak yang gak seneng gue pulang!" Nala lebih ngotot mengutarkan isi hatinya.

"Seneng, Bang! Ya Allah. Gak senengnya tuh lo maksa pulang sama dokter!" akhirnya Langit bisa juga melontarkan isi hatinya.

Nala memenyen-menyenkan bibirnya mengejek ucap Langit. "Bosen gue anjir!"

"Gue pan tiap hari jagain lo!"

Nala mengerling. "Gue kangen Mama, puas lo?"

Langit langsung bungkam. Tak mendebat, pun tak menyahut apapun lagi.

Lagipula, Nala tak membual. Nala memang benar-bensr rindu Mama. Nala- rindu senyum Mama walau bukan untuknya.

Ah, separah itu Nala rindu pada Mama.

"Lah? Itu mobil Papa?" Nala mengikuti arah jalan mobil yang melaju berlawanan arah dengan mobil yang di tumpanginya. Langit mengikuti arah pandangnya.

"Lah, iya." Langit berseru heran.

"Lo ngasih tau dulu Papa kalau kita di jemput Mamang, kan?" Nala bertanya yang langsung di angguki Langit.

"Iyalah, orang Papa yang suruh."

"Terus, ngapain Papa ke rumah sakit?" Langit mengedikan bahunya. Iya juga tidak tau.

Nala hanya sedikit berpikir, dan itu sedikit. Bukan karena ia terlalu percaya diri, tapi kemarin Dipta bilang akan menemui dokter Farhan yang menanganinya kemarin. Jadi- boleh Nala berspekulasi jika Papa- peduli padanya?

Ah, Nala menggeleng dalam lamunnya, membuat Langit mengernyit heran menatapnya. "Kenapa heh?!"

Nala menoleh, menyengir lebar dengan kepala yang menggeleng. "Lagi mikir."

"Mikir apa?" Tanya Langit bingung.

"Gue kok ganteng."

Langit Mengerang. "Anying!" Nala tertawa pelan. "Ih Langit kasar anjir! Gak sopan lagi! Gue pan abang lo!"

"Tapi kelakuan lo gak mencerminkan seorang Abang yang baik dan benar! Lo lebih ke anak sekolah dasar yang ke perangkap di badan bongsor lo!" seloroh Langit tanpa beban.

Nala melotot tak terima. "Demi apa mulut lo lemes amat!"

"Bukan lemes, bang. Tapi emang pada kenyataannya kek gitu. Lo kek bocah!"

Pletak!

"Anying sakit!" Nala benar-benar gemas, hingga satu jitakan keras melayang dengan sangat manis di dahi remaja itu.

[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang