Part.18 || Nala dan Langit berbaikan

1K 157 27
                                    

Davian mengetuk pelan pintu kamar Nala sebentar, lantas masuk begitu saja setelahnya. Mendapati Nala yang sudah rapih dengan seragam sekolahnya lengkap dengan jaket hitam miliknya, Nala mengernyit saat ia baru saja melangkah hendak membukakan pintu namun Davian sudah masuk begitu saja. "Wihh, udah ganteng." puji Davian.

"Papa ceritanya ketok pintu, tapi tetep nyerobot. Gimana konsepnya itu?" Davian tertawa pelan, mengusak surai pemuda itu padahal Nala sudah susah payah menatap rambutnya tadi.

"Kirain masih tidur soalnya."

Nala ikut terkekeh. "Itu mah Langit."

Ah, ngomong-ngomong Langit, berarti sudah terhitung tiga hari ia mendiamkan adiknya itu. Ada perasaan bersalah pada dirinya melihat Langit waktu itu menangis meminta maaf padanya. Tapi— tetap saja. Membentak Bunda di depannya?

"Emang, susah banget di banguninnya. Makanya Papa mau nyuruh kamu bangunin dia, abis itu kita sarapan bareng."

"Na-Nala—"

Ah, Nala gelagapan. Dia dan Langit kan masih perang dingin. Tidak, maksudnya dirinya yang masih mendiamkan Langit. Dan— apa tadi kata Papa?

"Nah, kan. Kalian marahan?"

Nala menggeleng cepat. "Nggak!" kilahnya.

"Masa?"

"Iya!"

Davian tertawa pelan. "Biasa aja dong jawabnya. Kayak yang abis ketauan selingkuh aja."

"A-ah. I-itu—"

"Beneran selingkuh?"

"Nggak!"

"Terus beneran lagi marahan?"

"Iya— eh, nggak. Ah, Papa. Apaan sih. Udah ah Nala mau berangkat." Davian lagi-lagi tertawa puas.

"Ayo bangunin dulu adeknya kalau gitu, biasanya dia cepet bangun kalau kamu yang bangunin, kan? Abis itu sarapan bareng di bawah. Inget, sarapan bareng, kkay?! Habis itu nanti Papa anterin kalian."

Nala sedikit asing. Sedikit terkejut.

Bagaimana cara menolak Papa?

"Na-Nala harus da-datang pagi banget. Ada piket. Sama Nala kan bawa motor sendiri, jadi—"

"Nggak, Papa udah nanyain semua jadwal kamu ke Jevan. Hari ini gak ada piket. Kamu piketnya hari rabu dan ini baru senin. Motor kamu mulai sekarang simpen aja di bagasi. Jangan di pake lagi kalau gak cuman buat keliling doang sekitaran komplek buat bahan kamu Olimpiade. Selebihnya, berangkat sampai pulang Papa yang bakalan jemput. Ada perlu apa-apa bilang sama Papa. Paham?" Davian terus mengomel yang menurut Nala terdengar lucu namun juga sedikit aneh.

Nala memutar otak untuk menolak semuanya. "Kan arah sekolah Nala sama Langit beda. Jadi—"

"Langit udah pindah sekolah, tiga hari yang lalu anaknya ngerengek sama Papa untuk minta pindah sekolah di sekolah yang sama kayak kamu."

Nala membulatkan matanya terkejut.

Wah, benar-benar sudah sangat gila adiknya itu.

"Kok Papa turut sih?"

Davian mengernyit. "Lah? Anaknya yang mau. Lagian sekolah kamu itu sekolah favorit kok. Ya emang Langit gak sepinter kamu." kekeh Davian di akhir.

"Nggak. Bukan gitu. Tapi maksud Nal—"

"Udah ah, buruan bangunin adek kamu nanti kalian telat lagi. Gak mau tau, Papa mau kalian sarapan dulu."

Nala menghela pasrah. "Iyaa."

[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang