Tuhan itu Maha Mendengar, Tuhan tak tidur dan pasti salah satu doa terhebat orangtua akan menembus langit dan akan Tuhan Ijabah nantinya.
Dan- Nala menunggu hari itu datang sesegera mungkin.
Ia tak ingin menjadi beban siapapun, kehadirannya saja sudah di anggap aib, sudah di anggap haram. Dan dengan tidak tau dirinya ia justru menambah repot mereka yang hadir di sekelilingnya.
Dan Nala benar-benar mengabaikan Langit. Tak berbicara atau berinteraksi apapun dengan adiknya itu.
"Nala,"
Panggilan Davian menghentikan Langkah pemuda itu yang hendak pergi keluar bahkan berharap tak ada siapapun yang melihatnya.
"Ah, papa belum tidur?" Nala bertanya kikuk.
Davian menipiskan bibirnya, berjalan mendekatinya. "Mau kemana malem-malem?"
Mengusap tengkuknya yang tak gatal, bibir pemuda itu tersungging canggung. "I-itu-"
Davian merangkul pelan bahu sempit pemuda itu, "Daripada keluar malem, mending ngobrol sama Papa di taman belakang. Soalnya ada banyak yang mau Papa obrolin sama kamu, termasuk ini," Davian menyentuh pelan sudut bibir Nala yang masih menampakan lebam.
Ah. Masalah apa lagi nantinya?
"Gimana?"
Davian kembali bertanya saat tak kunjung mendapat jawaban dari Nala. "Kkay, tapi Nala mau nyimpen ini dulu ke kamar."
Davian mengernyit. "Kamera?"
Nala mengangguk. "Ada olimpiade fotografer. Nala jadi perwakilan sekolah. Jadi- ya gitu. Maaf ya pah, Nala sering keluar malem-malem tanpa bilang. Soalnya takut ganggu waktu kumpul kalian." sesal Nala kemudian.
Puncak kepalanya di usap Davian lembut. "Hebatnya anak Papa." sahut Davian lembut. "Tau gak sih sebangga apa papa sama kamu? Dan itu semua lebih dari yang kamu bayangin." sambung Davian lagi.
Nala tersenyum kecil mendengarnya. Hatinya tersentuh. Semanis itu Davian berucap, dan mampu membangkitkan ribuan kupu-kupu yang menggelitik perutnya.
"Makasih,"
"Nanti Papa beliin kamera baru. Itu punya sekolah, kan?"
Nala menggeleng, "punya Nala. Di kasih Bang Jeff. Tadinya mau Nala bayar, tapi kata Bang Jeff gak usah dan malah minta sebagian gaji Nala aja buat bayarnya. Jadi, yaa ini punya Nala." kekehnya kemudian.
Davian mengernyit saat ada satu kata yang menurutnya sedikit ambigu.
"Gaji apa?" tanya Davian penuh selidik.
Ah,
Nala mengumpat dalam hati. Menepuk keras bibirnya yang tak bisa menjaga rahasianya sendiri.
Nayaka bodoh.
"Nggak, bentar ya. Nala nyimpen dulu ini." Nala berujar, berlalu dari hadapan Davian. "Nanti Nala nyusul ke taman belakang." ujarnya lagi.
Davian menghela, mengangguk pelan lantas berlalu ke arah dapur. Membuat segelas kopi untuknya dan segelas susu hangat untuk Nayaka.
***
Dan kini mereka tengah duduk di kursi taman, dengan Nala yang menatap sendu hamparan langit malam yang nampak jauh lebih cantik dari hari-hari sebelumnya. Dan begitupun Davian. Tatap ayah dua anak itu tak lepas dari wajah semu pucat putra sambungnya yang kini bahkan sudah ia anggap seperti putra kandungnya sendiri."Papa mau ngajak ngobrol Nala?" tanya anak itu tak membuat Davian mengalihkan pandangnya dari sosok tampan di sampingnya itu, berbeda dengan Nala yang kini balas menatap Papa nya itu, senyum Nala kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Teen FictionHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...