"Andai Nala bisa masuk di celah kosong itu..."
***
Langit berdecih saat melihat Nala keluar dari kamarnya lengkap dengan Hoodie hitam favoritnya dan juga celana traning dengan polet putihnya. Topi Hoodienya ia tanggalkan di kepala, memasukan kedua tangannya ke dalam saku hoodie dan berjalan melewati satu keluarga bahagia tanpa dirinya yang tengah bercengkrama di ruang keluarga.
"Na? Kemana?"
Sebenarnya, Nala berharap lebih baik tidak ada yang menyadari hadirnya disana. Nala hanya ingin lewat saja, tak masalah jika tak di anggap atau bahkan tak di lihat. Itu lebih baik, ketimbang di sapa namun nyatanya malah lebih menyakiti hatinya saat tanpa sengaja tatapnya bertemu dengan delik tajam sang bunda.
"Keluar sebentar, Pa." Dipta yang bertanya tadi, Nala juga tak sengaja menatap Langit di bawah lantai dengan alas karpet bulu yang halus. Anak itu masih marah sepertinya. Buktinya ia hanya membuang tatapnya saat tatap mereka tak sengaja bertemu.
"Gak tau diri. Udah numpang, keluyuran malem seenaknya. Kenapa juga kamu pake balik ke sini segala, hah? Udah-udah gak ada kamu rumah tenang."
Nala kembali menatap Langit, alasan ia kembali. Namun anak itu seolah tak peduli.
"Yumna." Dipta berujar pelan, mengusap bahu Yumna bermaksud menenangkan. Tatapnya kembali pada Nala. "Jangan malem-malem, hm?"
Nala mengangguk. "Iya. Nala keluar dulu, ya."
Dipta mengangguk memberi ijin. Membuat pemuda itu melenggang pergi tanpa permisi. Menyisakan Yumna dengan segala amarah yang membuncah, dan Langit yang langsung merenungi perlakuan buruknya pada sang kakak.
"Mas, berhenti bela dia dan ngasih ijin dia seenaknya! rumah ini bukan penginapan yang bisa pulang pergi seenaknya! Dia jadi gak tau diri karena kamu terus ngasih ijin dia! Kalau emang dia kayak gitu terus, yaudah suruh dia pergi dari rumah ini aja sekalian! Disini juga cuman jadi beban!"
Mood Yumna berantakan, hanya perkara anak yang bahkan menurutnya tak tau diri.
"Kok Papa kasih ijin sih, Pa? Kan ini udah malem banget?" Langit baru bersuara, membuat Dipta mengalihkan atensinya pada si bungsu, saat hendak memprotes pada sang istri.
Dipta menghela. "Papa mau ngajak dia gabung pun percuma. Anaknya gak mau dan kamu nolak dia. Dia mungkin jenuh, Yumna." Dipta menatap Yumna sendu. Sedangkan yang di tatap hanya menyiritkan kedua alisnya, masih terlalu kesal.
"Dan kamu, kalian lagi marahan? Tumben bukan kamu yang nahan dia buat pergi?" atensi Dipta kembali pada si bungsu Langit. Anak itu hanya menahan nafas, lantas beranjak dari duduknya.
"Langit ngantuk!" ucapnya kemudian. Dipta kembali membuang nafas. Memperhatikan gerak remaja itu yang perlahan menaiki tangga menuju kamarnya.
"Yumna," panggil Dipta pelan. Yumna menatapnya sekilas, menyilangkan kedua tangannya di depan dada saat rasanya ia benar-benar sangat marah.
Bukan marah, hanya saja- bagaimana menjelaskannya, ya?
Kesal, kesal pada Dipta yang memberi ijin anak itu keluar malam-malam seperti ini. Dan kesal pada anak itu. Kenapa ia harus keluar malam? Sebenarnya ada perlu macam apa yang harus di lakukannya malam-malam begini?
"Tolong, jangan terlalu keras sama Nala. Dia-"
"Suruh dia pergi dari rumah ini aja, tiap hari dia cuman jadi beban! Mood aku berantakan tiap kali aku ngeliat dia, Mas!"
Dipta lagi-lagi membuang nafas kasar. "Kita tidur aja." ucapnya kemudian.
Yumna beranjak, menghentak keras kakinya di lantai lantas meninggalkan Dipta sendiri di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Novela JuvenilHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...