"Papa tau, kamu gak serius ngomongnya. Papa tau, seberat apa beban pikiran kamu, Papa tau. Walau gak sepenuhnya Papa bisa ngertiin kamu, tapi, Na— sebisa mungkin mulai sekarang Papa akan selalu ada buat kamu. Langit, kamu bahkan gak mikirin dia? Seterluka apa dia kalau tau kamu bahkan gak berniat untuk selalu bareng dia?"
***
"Lo udah bangun? Mau gue panggilin dokter?" Jevan sedikit bergegas menghampiri brankar Nala dimana sang pemiliknya sudah duduk dengan nyaman seraya menyandarkan punggungnya di tumpukan bantal di belakangnya.
"Ga usah," Jevan hanya mengangguk saja, menarik kursi jaga dan duduk menghadap pemuda di depannya.
"Om Davian kesini," Nala menatap Jevan. "Gue tau."
"Sorry," pelan Jevan.
"Kenapa?"
"Gue bingung tadi, gue kalut dan waktu om Davian nelepon lo tadi, tanpa pikir panjang gue kasih tau dia kalau lo disini, sorry, Na." pemuda Na hanya tersenyum kecil mendengarnya.
"Gak masalah, lagian Papa udah tau ini. Yang ada gue makasih sama lo, makasih karena lo udah bawa gue ke sini."
Jevan menghela, menundukan kepalanya seraya menggosokan kedua telapak tangannya. "Lo tau, Na setakut apa gue tadi waktu liat lo pingsan dan tiba-tiba kollaps? Rasanya gue bener-bener bakalan kehilangan lo, rasanya—"
"Gue disini, gue masih disini, Jev." Jevan mendongak, netranya berbinar siap meluncurkan cairan bening si pelupuknya.
"Lo gak tau setakut apa gue tadi, Na. Demi Tuhan, Nayaka gue takut." lirih Jevan.
"Tapi gue disini sekarang, gue masih bisa ngobrol sama lo dan—"
"Lo pasti sembuhkan?" Nala terhenyak, menatap lamat wajah sendu sahabatnya. "Jev..."
"Janji sama gue lo bakalan sembuh, Nayaka." Nala menghela. "Gue gak yakin."
"Na,"
"Gue gak yakin dan gue gak mau, Jevan." Jevan mendongak terkejut. "Nayaka!" diambang pintu Davian berdiri, menatap tak percaya atas apa yang di ucapkan putranya.
"Papa..." gumamnya lirih. Davian— mendengarnya?
Pelan Davian berjalan menghampiri brankarnya, duduk di pinggiran brankarnya lantas menggenggam hangat tangan tak terinfusenya.
"Kamu ngomong apa, hm?" Davian bertanya lembut, menatap penuh kasih wajah seorang Nayaka yang menunduk sendu.
"Nala, liat Papa." Jevano beranjak, berjalan sedikit menjauh dari sepasang ayah dan anak di hadapannya. Lagipula, ia tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar langsung dari mulut seorang Nayaka yang ia pikir begitu kuat.
Davian mengangkat dagu pemuda itu, membawa hangat tatap diantara keduanya. "Papa gak ngerti, Nala—"
"Papa emang gak ngerti, tapi Papa berusaha sebisa mungkin untuk ngertiin kamu. Harus berapa kali Papa bilang, kalau kamu, sama kayak Langit dimata Papa." sedikit meluluh, Nala teramat tersentuh dengan ucap tulus padanya.
"Dan dengan apa yang barusan Papa denger diantara pembicaraan kamu sama Jevan, Papa sama sekali gak ngerti, kenapa kamu punya pemikiran kayak gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
JugendliteraturHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...