Part.14 || Rumah Singgah Nayaka

1.9K 289 29
                                    

"Lo bisa pulang ke rumah singgah ini. Rumah singgah yang bahkan pintunya bakalan selalu terbuka buat lo. Ngerangkul lo, meluk lo saat lo butuh kekuatan. Lo ngerti kan? Gue gak tau, beban macam apa yang lo tanggung, tapi gue percaya, Nayaka yang gue kenal itu kuat. Lebih kuat dari yang kita duga. iya, kan?"

***







Nala mengernyit tak suka, bagaimana ia merasa dirinya seperti tak berguna diantara keempat orang di depannya yang bahkan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Sedangkan dirinya?

Hanya memperhatikan mereka seperti orang bodoh.

Oh, tidak. Bukan sifat Nala seperti itu. Nala ingin membantu siapapun mereka. Entah Haidar yang tengah kesulitan menyalakan perapian untuk memanggang, Jevano yang tengan membawa beberapa alat yang mereka butuhkan atau Rey yang tengah menyiapkan bahan-bahan makanan untuk mereka.

"Kemana?" Nala menoleh, mendapati sang adik tengah berkacak pinggang disana menatapnya nyalang dengan sebuah nampan berisi sayuran segar di kedua tangannya.

"Bantuin Haidar." ucapnya, Langit mendesah. Memalingkan wajahnya merasa tak habis fikir dengan sifat kakaknya itu.

"Duduk!" perintahnya, Nala mengerling jengah. Merasa tak terima saja dengan sikap menuntut Langit padanya. Lagipula, yang menjadi kakaknya kan dirinya, bukan Langit?!

"Gue udah lebih dari baik. Mau bantuin Haidar, dia-"

"Nggak! Gue gak izinin!! Sekarang balik lagi ke tempat duduk lo!" potong Langit pelan. Nala menatapnya tak suka. "Terserah. Gue tetep mau bantuin Haidar!" finalnya kemudian, berlalu dari hadapan sang adik lantas berjalan menghampiri Haidar yang ada disana.

"Lang," pundaknya di tepuk Jevan dari belakang, membuat atensinya teralih dan menatap Jevano datar. "Apa yang lo tau?"

Jevano sedikit menahan nafas. "maksud lo? Gue gak ngerti."

"Obat itu- lo tau sesuatu tentang itu, kan?"

Jevano memalingkan pandangnya, menahan mati-matian lontaran kalimat yang siap meledak saat itu juga jika saja ia tak membuat janji dengan seorang Nayaka.

"Rey nyuruh gue buat bawa ini." nampan dalam genggam anak itu ia tarik pelan, menjadi berpindah padanya.

"Jawab gue bang!" Langit sedikit berteriak, beruntung tak sampai terdengar oleh siapapun selain mereka.

Jevano meremas nampan itu kuat, menundukan kepalanya dalam seraya menggigit bibirnya gugup. "Langit, lo gak perlu tau. Lo cuman perlu- selalu ada disamping dia. Nala gak sekuat keliatannya, dia- rapuh dari dalam. Lo ngerti, kan maksud gue? Sekarang mungkin gue belum bisa ngasih tau lo apapun, tapi suatu hari nanti- lo pasti bakal tau. bukan sekarang, tapi nanti. Gue janji nanti, Langit."

Langit membuang pandangnya kesamping, menetralkan degupan hebat di dadanya dan juga sesak yang menjalar hingga meringsak naik menjadi leleh bening di pelupuknya.

"Gue bakal cari tau sendiri!"

Jevano berbalik kembali menghadapnya, menatap sendu wajah basah remaja di hadapannya. "Tolong jangan. Jangan cari tau apapun. Lo cuman perlu berlaku layaknya lo ke dia gimana. Gak perlu tau, Langit. Nala bakalan lebih terluka kalau sampai dia tau, adiknya- juga terluka karena dia."

"Berasa jadi orang paling tolol gue disini. Gak tau apapun dan harus bersikap bego kayak tadi pas abang gue sendiri kesakitan tadi." Lirih Langit.

Jevano melangkah mendekat, mengusap punggung remaja itu pelan. "Itu lebih baik."

[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang