"Gue cuman nanya, mau sampai kapan lo nyembunyiin semua ini, bukan sampai kapan lo akan bertahan di dunia. Tolong bedain konteksnya."
***
"Mau sampai kapan?" Jevano memulai, meneguk minuman dingin di tangannya, begitupun Nala. Pemuda itu menoleh sebentar kemudian melakukan hal yang sama seperti jevano.
"Apa?"
Pemandangan langit senja yang nampak cantik yang akan menjadi saksi bisu perbincangan sepasang sabahat itu. Dengan berlatar hamparan rumput yang luas dan berbagai macam bunga cantik menjadi pemanis pemandangan disana, dan sepeda keduanya yang mereka parkir tak jauh dari mereka, Nala kembali menoleh, menatap sedikit lama Jevano yang justru berdecak sebal mendengar jawabannya.
"Lo sembunyiin semuanya dari Langit dan yang lain? Mereka semua udah mulai curiga, Na. Apalagi Langit. Kemaren dia nangis ke gue." Jevano menundukan sebentar kepalanya, kemudian kembali mengangkatnya dan menoleh ke arah Nala.
"Dan gue bener-bener ngerasa tolol banget karena harus kembali nyembunyiin semuanya dari dia." sambungnya lagi.
Nala menipiskan bibirnya mendengar celotehan yang terdengar seperti aduan dari Jevano, lantas merebahkan tubuhnya, menjadikan tangan kanannya sebagai bantalan kepalanya, pemuda itu menatap teduh Jevano.
"Maaf, gue lagi-lagi nyeret lo ke dalam permasalahan hidup gue yang berantakan." ucap tulus Nala justru membuat Jevano mendengus kesal.
"Bukan gitu maksud gue, gue-"
"Gue ngerti, Van. Gue paham apa maksud lo. Tapi gue juga serius minta maaf sama lo. Maaf karena lo harus ikut andil dalam jalan hidup gue. Maaf."
"Na," Jevan merasa bersalah, pemuda itu menatap penuh sesal ke arah Nala yang justru hanya teekekeh geli melihatnya.
"Jangan nangis. Badan lo bongsor tapi hobinya nangis ga etis banget." ledek Nala sedikit memecah kecanggungan.
"Gue gak lagi becanda, Nayaka."
"Gue juga." sahut Nala.
Jevano mendesah lelah. "Langit bakalan marah banget kalau lo terlalu lama nyembunyiin semuanya dari dia. Lo tau kan sebucin apa dia sama lo?"
"Nanti,"
"Nanti kapan? Dari dulu selalu itu yang lo jawab. Sampai kapan? Sampai di tingkat Langit yang bakalan nyalahin dirinya karena ngerasa gak becus jadi adek lo? Nayaka, gue ngerti banget Langit itu modelan anak kek gimana. Jangan buat dia nyesel seumur hidup dia." seloroh Jevano yang mampu membuat Nala kembali bungkam.
Pemuda itu merenung, menatap sendu hamparan langit senja yang terpapar indah di atasnya. "Terus kapan dong? Kapan gue harus ngasih tau dia? Kalau lo tau dia modelan anak yang kek gimana, lo juga pasti tau, bakalan seterluka apa dia kalau sampai tau gue- bahkan berumur pendek?"
Jevano mencabik, menekukan kedua alisnya menatap tak suka ke arah Nala. "Ini yang gak gue suka dari lo. Pikiran pendek lo. Pikiran pendek lo yang seolah lo tau segalanya termasuk umur lo. Emang siapa lo? Tuhan? Sampai-sampai dengan gampangnya memvonis umur lo sendiri?"
"Van," Nala memanggilnya pelan, saat pemuda itu membuang pandangnya ke sisi lain, enggan menatap wajah lawan bicaranya.
"Gue paling gak suka denger lo ngomong gitu!" Jevano melirih, air matanya hampir saja meluruh jika ia tak langsung menyekanya kasar.
"Maaf," Nala menyerah, kembali bangkit dan menatap sendu Jevano yang kini menundukan kepalanya.
"Gue cuman nanya, mau sampai kapan lo nyembunyiin semua ini, bukan sampai kapan lo akan bertahan di dunia. Tolong bedain konteksnya." sela Jevano, Nala kembali menipiskan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Teen FictionHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...