"Jangankan sebulan lagi, kamu bakalan hidup lebih lama lagi. Masa depan kamu masih panjang, sayang. Dunia kamu masih sangat luas."
***
Bagaimana rasanya di tampar berulang kali? Di hancurkan ratusan kali dan di sakiti ribuan kali oleh orang terkasih?
Nala hanya sempat berpikir, apa— hidupnya memang tak seberguna itu?
Apa hidupnya memang tak pernah ada artinya di mata sang bunda?
Lantas, harapan macam apa yang Bunda nya inginkan tentangnya?
Beritahu Nala, maka Nala akan langsung mengabulkan harapnya itu.
Jika kematian— ah, itu terlalu sensitif jika harus di bahas kali ini. Bukan hal seperti itu maksudnya, tapi satu harap yang mungkin setidaknya bisa membuat sang bunda sedikit luluh padanya. Memberinya sedikit ruang diantara dirinya dan Langit.
Ya, seperti itu.
Tentu saja seperti itu.
Bukan hal sensitif seperti kematian yang Nala harapkan. Bukan sama sekali. Nala masih ingin hidup sedikit lebih lama, mendapat balasan kasih dari bunda dan setidaknya bisa merasakan kebahagiaan di samping bunda.
Sesederhana itu. Tentu saja.
Nala mendesah, melepas baju lengan panjangnya dan menggantinya dengan yang baru.
Lupakan saja. Bagaimanapun, ia harus tetap bertahan hidup. Ketimbang meratapi nasibnya yang tak seberuntung Langit, tapi setidaknya ia juga beruntung, bukan? Masih di beri nafas dan umur yang panjang oleh Sang Kuasa, sampai ia masih bisa membuka matanya hingga detik ini.
Senyumnya ia patri sedemikian rupa, harus terlihat baik-baik saja. Senyumnya itu akan menjadi poin paling penting bagi orang-orang di sekitarnya dan akan di pertanyakan jika cerahnya tiba-tiba meredup.
"Ahh, pucet gini.." dengusnya, membuka laci nakasnya lantas mengambil sebuah pelembab bibir. Memolesnya tipis, kemudian kembali menyunggingkan senyum cerahnya di depan cermin.
"Benci banget bunda sama Nala..." Suaranya mengalun lirih dengan tatap yang kembali meredup di depan cermin.
Harus dengan cara yang seperti apalagi untuk mendapatkan balasan kasih dari sang bunda?
***
Nala menaikan topi Hoodie hitamnya, memarkir motor matic nya di platara rumah sakit.
Dokter Haris, dengan sapaan akrabnya Om Haris, menelepon nya tadi siang. Menyuruhnya untuk datang ke rumah sakit tanpa penolakan. Membuat anak itu mau tak mau menuruti perintah dokternya itu.
"Om~" Nala menyapa pria paruh baya yang tengah duduk di kursi singgasananya, membelakangi pintu masuk dengan langsung menghadap ke luar jendela ruangannya yang langsung menyuguhkan pemandangan kota sore hari.
Kursinya di balik, Haris sengaja mengosongkan jadwalnya hanya untuk menghadap anak keras kepala di hadapannya kini.
"Dateng juga kamu." Haris bangkit, berjalan menghampiri Nala yang malah duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan Haris. Bukannya tidak sopan, hanya saja saat masih kecil dulu Nala memang sedekat itu dengan dokter yang juga sekaligus menjabat sebagai sahabat mendiang sang ayah.
"Om mah, Nala lagi kerja juga."
Haris mengerling tak peduli, membiarkan remaja tanggung itu untuk mengomel sesuka hatinya. Lelaki itu mengambilkan segelas teh hangat untuk anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]NAYAKA [Jaemin.ver]
Teen FictionHanya sedikit kisah dari bukan si tokoh utama yang mungkin akan berakhir bahagia pada kebanyakan cerita Novel. Ini hanya kisah dari seorang Nayaka Nala Danantya. Si remaja tanggung dengan sejuta harap yang hanya akan mengudara di tiap Sholat malamny...