5. Pinky Mishap

156 18 8
                                    

... Dia tidak sedang bicara padaku, 'kan?

Aku menoleh ke belakang, mencari sosok lain yang sekiranya dikenalnya. Tidak ada siapa-siapa di sini selain aku dan dia, juga hanya ditemani oleh suara deras guyuran air hujan.

"Betul, 'kan? Lo Flies' Poop," ulangnya lagi, "sepupu Olivia."

Memang aku tidak terlalu mengerti bahasa Inggris, apalagi kalau sudah mengandung istilah aneh seperti yang barusan diucapkannya. Sepupuku itu, contohnya. Kalau sudah nyerocos mengeluarkan kalimat atau paragraf yang seluruhnya bahasa asing, aku pura-pura mengerti saja.

Sejak dilahirkan di Los Angeles, awalnya aku sering dibawa Papa-Mama bolak-balik antar dua negara. Baru ketika kekacauan di keluarga Olivia terjadi, aku bersama Mama pulang kembali ke sini.

Bahkan saat itu kami bertiga sampai menangis dan tidak berhenti memeluk satu sama lain. Lebay sekali. Sudah seperti zaman perang saja, berpisah dan tidak akan berjumpa kembali untuk selamanya. Memang betul terjadi, sih. Papa tetap melanjutkan pekerjaan di sana dan tidak pernah pulang. Itulah kenapa Papa bagaikan orang asing karena aku beranjak dewasa tanpanya.

Baru ketika Uncle Steve meninggal, Papa tiba-tiba saja muncul, tanpa pemberitahuan apa pun sebelumnya. Tapi sudah terlambat. Aku yang tidak pernah melihatnya selama hampir dua puluh tahun telah terbiasa akan ketidakhadirannya di kehidupanku.

Hanya tujuh tahun menetap di sana, ditambah aku masih benar-benar orok kala itu. Alhasil, beginilah bahasa Inggrisku. Pas-pasan. Tapi aku tidak sebodoh itu! Aku paham arti dari beberapa kosakata dasar yang biasa dipakai sehari-hari. Apa katanya tadi? 'Poop'?! Siapa dia, berani mengataiku kotoran?! ... Eh? Perasaan tadi dia menyebut nama yang aku kenal.

Kembali kutatap mukanya, secara tidak langsung memintanya untuk sekali lagi mengulang kalimatnya.

"Lo,"—ia mengarahkan jari telunjuknya ke mukaku—"Flies' Poop."

Bukan yang itu!

Memang penampilanku saat ini hancur, lebih kurus dan jarang mandi. Hei! Aku berusaha menghemat air, okay! Lebih baik kupergunakan untuk minum supaya sedikit mengenyangkan perut. Tapi seburuk apa pun diriku, masa disamakan dengan kotoran yang jelek, bau, cokelat, benyek, dan jijik?!

Apa juga maksudnya 'flies'? Terbang? Kotoran terbang? What?! Jadi dia bilang aku mirip kotoran yang terbang dan menyebarkan kejijikkannya ke mana-mana? Seperti mencr—t, maksudnya?! Kurang ajar!

"Iya, lo sepupu Olivia, 'kan?"

Apa?! Sial! Dia mengenaliku! Bocah gila di hadapanku ini tahu siapa diriku!

Kubalikkan tubuh, bersiap untuk kembali menembus hujan yang masih juga belum mereda. Bahkan sepertinya semakin besar. Ugh! Sepatuku pun alamat becek menembus sampai ke dalamnya. Entah berapa lama harus kujemur baru bisa kering di musim hujan seperti sekarang ini. Terus besok-besok aku pakai apa?! Aku hanya punya satu sepatu dan sepasang sandal jepit.

Tapi mau bagaimana pun aku harus secepatnya pergi dari sini. Sebelum anak gila ini mengambil fotoku, atau juga videoku. Dan berita yang muncul setelah ia mengunggahnya ke sosmed adalah "BIMA HARTANTO, CUCU KONGLOMERAT TIDAK BERGUNA DAN DIPERCAYA GA—" ... skip bagian itu, "—DITEMUKAN BERPARAS MIRIP GEMBEL DI SEBUAH HALTE BUS, TENGAH MENIKMATI ONIGIRI EXPIRED." Ya, pasti itu judul artikelnya besok. Tidak! Aku belum siap mendengar hujatan baru dari netizen!

"Tunggu!"

Tarikannya ke sebelah kakiku membuatku kehilangan keseimbangan dan tubuhku oleng. Onigiri di tanganku terlempar jauh ke atas, keluar dari tritisan atap halte tempat kuberteduh. Aku pun tergelincir, jatuh berdebam di atas aspal yang keras, tidak berhasil menangkap makanan yang baru saja akan kunikmati itu. Yang lebih parah lagi, tubuhku menimpa kantung plastik yang kujaga dengan penuh kehati-hatian serta kelembutan, dan sekarang isi di dalamnya tidak lagi berbentuk segitiga, melainkan keduanya menjadi bundar dan gepeng. NOOO!

Be My PinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang