Tok ... tok ... tok ...
"... Nes?"
Tok ... tok ...
"... Nes? Lo di dalem?"
"Euh ...." Suara eranganku keluar seraya menggeliat.
Kupanjangkan kedua lengan jauh ke atas, meregangkannya yang kaku dan terlalu pegal. Rasa menyakitkan yang muncul pada pundak dan punggung mirip seperti sehari setelah aku berolahraga atau mengangkat beban yang terlalu berat sebanyak lima sesi, masing-masing sepuluh hitungan.
Tok ... tok ... tok ...
"... Nes? Belum bangun?"
"Argh ...."
Aku merintih ketika area bokongku yang kebas sekarang malah berubah kesemutan. Lantai keras tempatku berlabuh bahkan tidak meminta maaf atas penderitaan yang diberikannya semalaman. Besok-besok aku harus berlatih squat serta lunges lagi karena kemungkinan besar saat ini pantatku sudah berakhir tepos alias rata.
Tok ... tok ...
"... Nes?"
Aku bergidik dan baru menyadari bahwa rendahnya suhu ruangan telah berhasil membungkus tubuhku hingga bergetar. Diiringi dengan suara gemeletuk yang dihasilkan oleh barisan gigi, aku menaiki ranjang empuk di hadapanku dan segera masuk ke dalam lapisan kainnya yang tebal. Ahhh~. Tidur telentang begini memang jauh lebih nikmat daripada dalam posisi duduk seperti tadi.
"Tony, ada?" Suara lain yang cukup keras muncul diiringi langkah kaki yang mengentak lantai terlampau cepat dan kuat.
"Ga tau, Ma."
"Ke mana adik kamu itu? Di rumah sakit juga ga ada!"
"Ini diteleponin juga ga nyambung. HP-nya mati."
"Oh! Teleponin dia coba. Siapa namanya? Pi-Bi—siapa? Temen kamu yang kemarin ada di rumah sakit."
"Udah, Ma. Sama, HP-nya mati."
Siapa, sih?!
Kedua mataku tetap tertutup rapat, tidak ada niat sama sekali untuk bangkit berdiri. Rasa kantuk masih sangat kuat mendominasi, apalagi ketika ditambah dengan hadirnya sumber kehangatan tepat di sampingku. Bagaikan api unggun yang menyala di ruangan terbuka, secara otomatis tubuhku pun semakin mendekat padanya.
"Betul? Ga ada di kamarnya?"
"Dari tadi juga digedor-gedor, ga ada yang keluar, Ma."
Tok ... tok ... tok ...
"Nes? Kamu di dalem?"
Tok ... tok ...
"Euh ... berisik." Suara serak terdengar tepat di sebelah telingaku diiringi dengan sebuah erangan sebelumnya.
Perubahan posisinya ke arahku yang tiba-tiba mengakibatkan permukaan kasur sedikit berguncang, diikuti dengan embusan napasnya yang sekarang tepat mengenai kulit leherku.
"Hmm ... siapa, sih?" Pertanyaanku keluar dengan nada suara yang cukup rendah, efek karena belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi.
"... Biarin aja," balas suara itu yang sama paraunya dan sekarang mendekapku.
Hahhh~. Sudah lama sekali tidak tidur ditemani guling hangat. Nyaman sekali rasanya ketika akhirnya aku baru bisa merangkulnya lagi. Apalagi yang sekarang empuk betul dan busanya juga terisi penuh. Lekukannya pun pas menyambut tubuhku. Mantap!
"Udah, buka aja! Tunggu, Mama ambil kuncinya." Dan langkah kaki kali ini terdengar sedikit menjauh, diikuti dengan suara derikan bukaan pintu yang letaknya sepertinya cukup dekat dari tempatku berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Pink
RomanceReading List Dangerous Love - November 2022 @WattpadRomanceID -- [Undies Connoisseur Series] Bima's Concealed Remembrance Ia yang narsis, penuh kepercayaan diri, dan ngaku-ngaku kalau wajahnya memperlihatkan ketampanan di atas batas normal. Pastinya...