"Hello. My name is Agnesia. Nice to meet you."
"...."
"Oh! Maaf. Beginner, yah?" balasnya segera ketika aku tidak berkata dan hanya menatapnya di layar laptop dengan mulut yang terbuka lebar. "Baru perkenalan, kok. Ga perlu kaget begitu," tambahnya seraya tersenyum ramah.
Euh. Aku bukan kaget karena baru juga hari pertama sudah mendengar kalimatnya yang keseluruhannya bahasa Inggris. Tapi ... kenapa bisa dia yang menjadi tutorku?!
Sial! Back, back! Tolong batalkan, perkecualian untuk kali ini saja. Please! Seharusnya bisa, 'kan?! Gah! Bahkan aku bisa mengingat kembali saat ia menggunduli kepalaku dengan clipper. Rasanya perih, sakit hingga ke ulu hati. Menyebalkan!
"... Sir? I mean, Pak? ... Maaf, sebaiknya saya memanggil Anda dengan panggilan apa, yah?"
'Sir' katanya? 'Pak'? Hei! Memang aku jauh lebih tua daripada dia. Tapi tetap saja, aku merasa tersinggung!
"Uhm ... dengan nama langsung saja kalau sekiranya Anda berkenan? Su-supaya lebih cepat akrab. ... A-atau tidak?" balasnya gelagapan karena aku masih juga diam. "Maaf. Saya tidak bermaksud lancang—"
"Jangan panggil gue dengan sebutan 'Bapak'! Dasar bocah SMA!" bentakku kasar.
Oops! Maaf, sedikit kebablasan. Tapi siapa juga yang tidak akan marah kalau dipanggil bapak-bapak ketika dengan jelas mukanya tidak tampak seperti bapak-bapak! Lihat nih parasku. Apa aku terlihat seperti bapak-bapak?! Ih! Semakin aku mengucapkan kata pengulangan itu berkali-kali, semakin aku merasa bete jadinya.
"... Eh? Maaf, Pak—uhm, maksud saya, euh ... Anda. Tapi saya bukan anak SMA. Umur saya 22 dan sebentar lagi saya lulus kuliah," bantahnya dengan tidak suka.
... Loh? 22? ... Masa, sih? Tapi wajahnya imut begitu. Yah, walaupun body-nya harus kuakui betulan wow. Ugh! Apa-apaan sih, aku ini? Seperti mata keranjang saja!
Tapi ... 22. Sedangkan aku, 34. Jauh, yah. Dua belas tahun. ... Oh, my God! Apa yang kupikirkan?! Ingat, Bima, eh maksudnya, Pierce! Kamu sedang mencari guru bahasa Inggris, bukan pacar! Euh, bahkan saat ini sudah bukan 'mencari' lagi. Ia telah sah menjadi tutorku. Ugh!
"Ma-maaf. Jadi baiknya saya panggil Anda dengan—"
"Pierce," ucapku segera. "Pierce."
"Oh, iya. Baik, Pierce," katanya yang dari nadanya sedikit merasa lega. "Sesuai prosedural yang sudah ditetapkan dan juga karena ini merupakan sistem belajar mengajar secara online, maka kesepakatan persetujuan akan saya bacakan dan Pierce tinggal menyebutkan nama lengkap saja di setiap jeda yang ada. Pembicaraan pun akan kami rekam seluruhnya. Apa sudah siap?"
"Euh ... dibatalin aja, bisa?" pintaku berharap.
Menikah pun bisa dibatalkan, 'kan? Ya, walaupun statusnya juga berubah, sih. Langsung jadi duda dan janda.
"Maaf, Pierce. Tapi sesuai ketentuannya, tidak bisa," tolaknya langsung tanpa berselang sedetik.
"Gapapa, uangnya ambil aja. Tapi tutornya batal," paksaku lagi. Tidak apa-apa deh, kali ini saja aku membuang uang. Berikutnya tidak lagi.
"Tidak bisa, Pierce," balasnya ngotot, nadanya pun sedikit menunjukkan kejengkelan.
Hiii! Tuh, 'kan! Ia masih sama seperti waktu itu. Tidak sabaran! Aku tidak mau ia menjadi tutorku!!!
"Ta-tapi—"
Si Bocah segera memotong ucapanku. "Kita mulai, yah. Saya yang bernama ...."
"Gue ga—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Pink
RomanceReading List Dangerous Love - November 2022 @WattpadRomanceID -- [Undies Connoisseur Series] Bima's Concealed Remembrance Ia yang narsis, penuh kepercayaan diri, dan ngaku-ngaku kalau wajahnya memperlihatkan ketampanan di atas batas normal. Pastinya...