23. Pinky Smooch

99 8 8
                                    

"Come faster!" ujar John tidak sabar.

Kutarik napas panjang dan mengembuskannya sekaligus seraya melangkahkan kedua kakiku semakin mendekati ranjang. Kepalaku sedikit nyut-nyutan, mungkin karena otakku tengah bekerja keras berusaha memikirkan pose apa yang sebaiknya kutunjukkan. Sepertinya tiga gaya yang sudah kusiapkan sebelumnya tidak dapat kugunakan kali ini.

Begini-begini juga aku tidak segoblok itu. Ranjang, plus gaya si Mika tadi. Walaupun tidak diberitahu oleh si Bocah, sudah pasti tema pemotretan kali ini berhubungan dengan 18+ yaitu memikat, menggoda, mendesah ... euh, tidak, tidak. Lupakan 'mendesah.' Aku tidak mau kelihatan tolol juga seperti si Mika tadi.

"Anytime you're ready!" teriak John yang sudah siap dengan kamera di tangannya.

Apa katanya tadi? Ugh! Aku tidak mengerti! Ke mana lagi si Bocah?! Dia kan yang harusnya menerjemah!

Tapi ... oooh~, selimutnya lembut sekali. Ahhh~, hangat.

"Yes, yes ... gimme more. Oh, yes!" ujarnya diiringi dengan bunyi 'klak-klik-klak-klik' dari tombol kamera yang tanpa henti ditekannya dan semburan blitz menyilaukan yang dihasilkannya menerangi tempatku berada.

... Heh? Aku tidak salah mengerti, 'kan? John betulan suka?

Padahal aku cuma berbaring tengkurap di atas ranjang, menggapai salah satu ujung bed cover dan sebagian lenganku masuk ke bawahnya untuk mencari kehangatan. Jangan lupakan juga pipi kiriku yang berlabuh di permukaannya, terbuai oleh kelembutan yang diberikannya pada kulitku.

"Yes, yes! Your eyes, great! Oooh~, d—mn! You can even make your cheeks turn rosy? God! Are you really a newbie?" Saat ini ia terus mengubah posisinya, dari semula berdiri, lalu jongkok, dan sekarang malah berlarian ke berbagai sisi ranjang dan terus menghadapkan lensanya ke arahku.

Euh, bilang apa kamu, John? My eyes? Oh, tidak. Apa John sadar kalau pandanganku sekarang tiba-tiba saja mulai berkunang-kunang? Apa kelihatan terpancar dari kedua bola mataku ini?

Aku meremas lapisan bed cover dengan kuat ketika kuperhatikan ruangan sedikit berputar. Ombak mual pun kembali timbul dan isi perutku sekali lagi bergejolak pasang. Kututup kedua mata dan menghirup udara secara perlahan.

"Oooh~! Wow! You're really into this! I can sense it from your face! The pleasure, the passion, and oooh~! Yes, yes! The heat!" kata John yang masih juga terlalu bersemangat.

Huff! Untung saja cairan dari dalam lambung bisa kuredam dan mencegahnya supaya tidak naik ke tenggorokan. Tidak lucu kalau kejadian serupa seperti waktu di mobil si Bocah terulang lagi di sini. Tsunami di hadapan John, bencana itu namanya. ... Eh, btw, ke mana anak itu? Dia yang biasanya cerewet begitu dan terus saja membentak galak. Kenapa sekarang suaranya tidak terdengar?

Usahaku untuk mencari keberadaan si Bocah segera saja terhenti ketika John terbahak dengan keras. "Jesus, Newbie! Good job, no, great job! But turn your seductiveness off for five minutes. You're pouring sweat!" ucapnya seraya tersenyum lebar dan mengedip jahil. "We're taking a break!" teriak John kepada seluruh staf yang ada dan ia langsung fokus menatap layar kamera, menganalisa berbagai gambar yang berhasil ditangkapnya.

Dengan gesit si Kacamata membantuku bangkit dari atas ranjang dan mengeluarkan beberapa lembar tisu dari kantung celananya. "Wow, wow, wow. I was wrong thinking you're still a virgin. Your pose just now ... wow, truly wow!" katanya sambil menyeka keringat dingin yang memenuhi dahi dan leherku.

Be My PinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang