... Arghhh! Perihnya terlalu menyakitkan!
Telah berselang lama sesudah operasi kakiku dilangsungkan. Dokter berhasil menyambungkan tulangnya kembali dengan mengebor beberapa pen ke dalamnya, menyingkirkan remahan dan serpihan tulang, nanah, serta darah kotor di sekelilingnya. Untungnya juga saraf-saraf di sekitarnya tidak terkena dampak, sehingga semua berjalan lancar, tidak terjadi komplikasi apa pun. Semoga benar demikian, karena saat ini aku menderita! Obat bius yang awalnya menutupi rasa sakitnya perlahan kian luntur, dan kali ini lenyap seluruhnya! Aw!
Tidak bisakah mereka menyuntikku lagi? Sekali saja. Please! I need morphine! Dokter! Suster! ... Atau siapa saja! Di mana kalian?! Beri aku morfin!
... Fine! Mereka tidak datang? Biar aku samperin saja sekalian! Hanya yang kananku saja yang sakit, sedangkan aku masih punya kaki kiri yang sehat, normal, dan berfungsi dengan baik. Tentu aku bisa membawa tubuhku turun dari ranjang dengan satu kaki.
Kumiringkan tubuh sedikit ke samping, tentunya ekstra pelan dan penuh kehati-hatian, menurunkan kaki kiri terlebih dahulu untuk berpijak di atas lantai. Tuh, 'kan? Apa kubilang? Duduk di sisi ranjang betul-betul mudah dan tidak perlu perjuangan. Euh ... butuh, sih. Karena sekarang kurasakan munculnya peluh keringat di permukaan dahi dan sekitar leher. Ugh!
Huff! Kali ini tinggal bangkit berdiri dan tadahhh~. Gampang bukan? Pastinya! Harus, dong! Aku bukan bayi yang masih harus digendong sana-sini!
Gedubrag!!!
Euh, okay ... aw! Sangat sakit ketika aku jatuh terjerembab seperti sekarang. Sekali lagi, aw! Hebatnya, aku bisa mencegah agar kaki kananku tidak terbentur. Phew! Aman, aman. Tidak lucu kalau sekali lagi harus dibedah.
"Setau gue, lo belum boleh turun." Suaranya terdengar dari arah ambang pintu.
Ya, ya. Kamu berhalusinasi, Bima. Apalagi sekarang ketika beberapa bintang masih berputar-putar mengelilingi pandangan, hadir mengiringi kesakitan pada punggung yang menabrak langsung kerasnya keramik lantai.
"Lo harusnya ngerti dokter bilang apa secara mereka bukan ngomong pake bahasa Inggris," tambahnya mencemooh. "Even if they did speak in English, I believe you could understand them by now. ... Gah! Okay, I admit. Anna's great."
"Cerewet! Gue cuma mau minta—"
Ucapanku terpotong dan usahaku untuk bangkit terhenti ketika netraku akhirnya menemukannya, melihat sosoknya yang betul berdiri tepat di depan pintu, tatapan kedua matanya mengarah sepenuhnya kepadaku.
"How could you be so stupid?"
"... Hah? ... Ha-ha-ha ... ha ... ha?" tawa palsuku keluar karena ugh! Posisiku saat ini super memalukan! Bayangkan pose pemotretan nomor dua yang kucatat, ya seperti itu—tubuh berbaring dengan posisinya sedikit miring karena barusan aku hendak mencoba berdiri, kaki kiri ditekuk, sedangkan yang kanan tetap lurus karena hadirnya penyangga. Biasa saja? Tidak terlihat aneh? Aneh! Seratus persen aneh! Karena kaki kananku memanjang dan tertuju pada plafon di atas sana, layaknya penari balet yang terpeleset di atas panggung. Ugh!
"Literally stupid," tambahnya ketika memerhatikan gayaku yang di luar batas normal.
Tentu aku masih melongo dan tidak merubah posisi seraya tetap terpaku padanya. Tidak mungkin perempuan itu bisa berada di sini, di rumah sakit.
"... Oh, my God! Are you okay?" tanyanya dan baru sekarang ia melangkahkan kedua kakinya mendekat, yang mana, telmi banget!
Tidak, tidak. Betul ini rumah sakit. Tidak mungkin ia yang trauma dengan tempat ini bisa muncul di sini, hanya untuk sekedar menemuiku. Ya, mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Pink
RomanceReading List Dangerous Love - November 2022 @WattpadRomanceID -- [Undies Connoisseur Series] Bima's Concealed Remembrance Ia yang narsis, penuh kepercayaan diri, dan ngaku-ngaku kalau wajahnya memperlihatkan ketampanan di atas batas normal. Pastinya...