9. Pinky Savior

108 12 4
                                    

Tubuhku lemas dan tidak bertenaga. Beberapa hari ini aku tetap terjaga dan menatap langit di luar sana, dari sejak matahari terbit hingga kembali terbenam. Tidak ada satu hal pun yang kulakukan. Aku hanya duduk diam di atas lantai, menyandar pada dindingnya yang berlumut, dan otakku kosong, tidak memikirkan apa pun.

Seluruh uangku lenyap tak bersisa. Hasil penjualan koleksi terakhirku telah raib berhari-hari yang lalu. Kemarin-kemarin aku masih bisa mendengar teriakan laparnya yang menyakitkan dan sangat mengganggu dari dalam perut, namun hari ini berbeda. Semuanya sunyi dan hening.

Lebih dari satu bulan telah berlalu sejak kunjunganku ke rumahnya. Awalnya emosi, tidak terima dan tidak percaya, namun mau bagaimana pun aku harus mengakuinya juga. Olivia sepenuhnya menolakku. Ia menentang ideku dan memaksaku untuk kembali menjalani nasib yang merana, penuh penderitaan.

Apa ini rasanya ketika seseorang akan mati? Apa nanti mayatku akan berakhir mengenaskan di sini? Apa mungkin lalat-lalat itu akan memakan habis organ-organku yang membusuk?

Aku memutuskan untuk menutup kedua mata dan memilih bersembunyi di balik kelopaknya yang menghadirkan kegelapan. Aku sudah lelah. Gairah hidup seluruhnya menguap sirna.

Hahhh~. Sekarang aku siap untuk meninggalkan bumi ini. Bawa aku secepatnya pergi dari sini.

"Jadi selama ini lo tinggal di sini?"

Sosok itu semakin mendekat dan pancaran sinar dari tubuhnya betul-betul kuat hingga mengaburkan pandangan. Apa dia malaikat? Apa dia yang ditugaskan untuk menjemputku? ... Eh? Aku bukan dikirim ke neraka? Yay! Apa nanti sayapnya yang akan membawaku ke surga di atas sana? ... Mana sayapnya? Kok gak kelihatan?

"Oh, my. You stink!"

Loh? Angel berbicara menggunakan bahasa Inggris? Tapi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya barusan. Apa aku harus mulai belajar dari sekarang? Di surga ada tutor tidak, yah?

"Eat this," tambahnya lagi dan dengan kasar melempar kantong belanjaan ke arahku.

Hm? Ia menyuruhku makan, bukan? Aw~, begitu baiknya hatimu. Ini gratis, 'kan? ... Heh? Di surga menunya onigiri juga?

"Bima!" teriaknya memanggil namaku dan menjentikkan jemarinya beberapa kali tepat di depan kedua mata.

Aku mengedip beberapa kali, juga menguceknya dengan kencang. ... Bah! Bukan malaikat ternyata. Tidak mungkin dewi di atas sana berparas seperti mukanya. Cantik, sih, dengan wajahnya yang oval, alis lancip sempurna, hidung mancung, dan bibir yang penuh. Sayangnya dadanya rata, bahkan kalah jauh dari si Bocah SMA.

"Bima! Geez! You crazy?! Don't look at me like that!"

Dia betulan ke sini? Ke tempat kumuh seperti ini? Sepupuku yang arogan itu? Ini bukan halusinasi fatamorgana, 'kan?

"Olivia~!" jeritku riang.

"Jesus! Lepas!" perintahnya kasar seraya menendang-nendang, berusaha melepaskan pelukanku di kakinya.

Kalau misalkan ia menyuruhku untuk mencuci sepatunya karena kotor akibat polusi di rumahku ini, aku akan segera melakukannya. Bahkan aku bersedia untuk mengecup kakinya kalau saja tenaga babonnya tidak berhasil mendepak tubuhku lepas.

"Impressive, Bim. Impressive," kata Olivia seraya bertepuk tangan. "I didn't know that you can survive this long without Uncle's money." Ia melepaskan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di wajahnya, memperlihatkan matanya yang bulat dilengkapi dengan bulu matanya yang lentik.

Dia ngomong apa, sih? Aku tidak mengerti. Daripada mengakui tingkat IQ-ku yang terbilang rendah, lebih baik aku menikmati onigiri yang dibelikannya. Oooh~! Masih fresh. Belum lewat tanggal kadaluwarsa. Akhirnya aku bisa menikmatinya juga tanpa tambahan garnish paksaan.

Be My PinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang